Luca Marini Tanggapi Kurangnya Aksi Pembalap saat Balapan Sprint

- Balapan sprint MotoGP dihitung dalam klasemen poin pembalap, tim, dan konstruktor.
- Poin yang didapat dari balapan sprint hanya setengah dari poin balapan grand prix.
- Risiko terjatuh saat balapan sprint bisa berdampak pada kehilangan poin dan cedera bagi pembalap.
Balapan sprint telah menjadi bagian dalam rangkaian pekan balap MotoGP. Sesi balapan tersebut pertama kali digelar pada 2023. Tak seperti Formula 1 yang menggelar balapan sprint pada sejumlah seri balap, MotoGP melangsungkan balapan tersebut pada tiap pekan balap.
Memasuki musim ketiga penyelenggaraan, format balapan sprint MotoGP tak berubah. Akan tetapi, aksi pembalap saat bertarung dalam balapan tersebut tak sebanyak ketika balapan grand prix. Luca Marini punya pandangan terkait situasi tersebut. Lalu, apa yang menyebabkan balapan sprint sepi dari aksi pembalap?
1. Balapan sprint memberikan jumlah poin yang lebih sedikit ketimbang balapan grand prix
Sejak awal bergulir, balapan sprint menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kejuaraan MotoGP. Perolehan poin yang didapat dalam balapan tersebut masuk dalam perhitungan di klasemen pembalap, tim, dan konstruktor. Meski begitu, jumlah poin dalam balapan sprint tak sebanyak balapan grand prix.
Pembalap yang finis sebagai pemenang balapan sprint memperoleh 12 poin. Sementara itu, sebanyak 25 poin menjadi milik pembalap yang finis terdepan saat balapan grand prix. Adapun sistem poin untuk balapan sprint di MotoGP sebagai berikut.
- Finis pertama: 12 poin;
- Finis kedua: 9 poin;
- Finis ketiga: 7 poin;
- Finis keempat: 6 poin;
- Finis kelima: 5 poin;
- Finis keenam: 4 poin;
- Finis ketujuh: 3 poin;
- Finis kedelapan: 2 poin;
- Finis kesembilan: 1 poin.
Jumlah poin yang diberikan kepada pembalap dalam balapan sprint merupakan setengah dari poin saat balapan grand prix. Selain itu, durasi balapan sprint adalah separuh dari total lap balapan grand prix. Sebagai contoh, balapan sprint GP Spanyol 2025 berlangsung selama 12 lap dan balapan grand prix bergulir dalam 25 lap.
2. Risiko saat balapan sprint tak sebanding dengan poin yang diperoleh
Balapan sprint MotoGP bukannya tanpa risiko. Pembalap bisa terjatuh saat balapan berlangsung yang dapat memicu potensi absen saat balapan grand prix. Kondisi semacam itu tentu merugikan pembalap karena akan kehilangan kesempatan meraup poin. Pembalap juga bisa absen panjang apabila cedera yang dialami parah.
Hal ini mendapat sorotan dari Luca Marini. Pembalap Honda HRC itu menilai risiko yang ditanggung pembalap saat balapan sprint tak sebanding dengan perolehan poin yang diberikan. Faktor itulah yang membuat pembalap lebih berhati-hati saat menjalani balapan sprint. Marini kemudian menyinggung situasi yang dialami Francesco Bagnaia pada musim lalu. Bagnaia kehilangan gelar juara karena terjatuh saat balapan sprint.
“Aku pikir pembalap sekarang telah terbiasa dengan balapan sprint. Mereka paham bahwa risikonya besar dan poinnya tidak berarti. Musim lalu, Bagnaia kehilangan gelar juara dunia karena terjatuh pada balapan sprint. Jadi, aku rasa ini sedikit mengubah cara pikir tiap pembalap,” kata Luca Marini dilansir Crash.
3. Pembalap memprioritaskan menuntaskan balapan sprint tanpa mengalami insiden
Luca Marini tak menampik pembalap berusaha tampil maksimal saat balapan sprint. Akan tetapi, pembalap akan kehilangan banyak hal jika terjatuh saat balapan sprint. Selain poin, terjatuh saat balapan sprint juga akan membuat mereka tak bisa mengumpulkan data penting untuk balapan grand prix. Kondisi tersebut mendorong pembalap mengambil pendekatan yang lebih pragmatis dengan memprioritaskan menuntaskan balapan tanpa mengalami insiden.
“Semua pembalap mencoba untuk meraih posisi terbaik dan berusaha mencapai podium saat balapan sprint. Namun, kamu tahu jika kamu mengalami kecelakaan, maka kamu kehilangan banyak hal untuk mencoba dan mendapatkan poin. Itu tidak membuat perbedaan besar. Jika kamu mendapatkan nilai nol, maka itu adalah penurunan besar,” jelas Luca Marini.
4. MotoGP 2024 jadi contoh dampak balapan sprint terhadap perebutan gelar juara
Kontestasi MotoGP 2024 menjadi salah satu contoh risiko balapan sprint yang memengaruhi perebutan gelar juara. Francesco Bagnaia menorehkan sebelas kemenangan grand prix sepanjang musim lalu. Jumlah tersebut lebih banyak ketimbang Jorge Martin yang hanya mengantongi tiga kemenangan.
Jika mengacu pada total poin yang dikumpulkan dalam balapan grand prix, Bagnaia memiliki poin yang lebih banyak daripada Martin. Pembalap Ducati Lenovo Team itu mengantongi 370 poin. Di sisi lain, Martin mengoleksi 337 poin dari 20 balapan grand prix. Apabila kejuaraan tak memakai format balapan sprint, maka Bagnaia menjadi juara dunia pada 2024.
Akan tetapi, MotoGP tak seperti sebelum musim 2023. Balapan sprint masuk dalam penghitungan poin di klasemen. Bagnaia dan Martin sama-sama mengoleksi tujuh kemenangan dalam balapan tersebut. Akan tetapi, Bagnaia lebih sering gagal memperoleh poin. Ia gagal mendulang poin dalam lima balapan sprint, sedangkan Martin hanya dua kali. Martin mengantongi 171 poin, sedangkan Bagnaia meraih 128 poin. Jika poin balapan sprint dan grand prix digabung, Martin memiliki keunggulan 10 poin atas Bagnaia.
Balapan sprint memang menambah kuantitas balapan dalam satu kalender balap MotoGP. Namun, risiko tetap membayangi pembalap apabila mereka mengalami insiden dalam sesi balapan tersebut. Pendekatan yang lebih hati-hati menjadi pilihan agar peluang mendulang lebih banyak poin tetap terbuka meski minim aksi saat balapan.