Rofiqi Abidin, Raket Rp200 Ribu, dan Mimpi Jadi Pebulu Tangkis Dunia

- Rofiqi Abidin menabung uang jajan untuk membeli raket bulu tangkis seharga Rp200 ribu.
- Rofiqi memiliki mimpi besar menjadi pebulu tangkis dunia, didukung oleh tekad dan dukungan penuh dari ayahnya.
- Rofiqi menghadapi keterbatasan ekonomi dan perjuangan keras dalam mengejar mimpi bulu tangkisnya, termasuk mendapatkan restu ibunya.
Kudus, IDN Times - GOR Djarum Jati, Kudus, Jawa Tengah ramai dipenuhi anak-anak dan orangtua. Seluruhnya datang ke markas PB Djarum untuk menjaga asa menjadi pebulu tangkis terbaik Indonesia, mencoba peruntungan mengikuti Audisi Umum PB Djarum 2025.
Suara raket beradu dengan shuttlecock menggema tanpa henti di GOR. Sorak kecil, tepuk tangan, hingga bisikan semangat dari orang tua hingga pelatih memenuhi tribune.
Di antara riuh itu, ada Muhammad Rofiqi Abidin, bocah 12 tahun asal Lombok. Rofiqi datang ke Kudus bersama ayahnya, Zaenal Abidin.
Mereka menempuh perjalanan panjang berdurasi total 30 jam. Dimulai dari 23 jam di atas kapal menuju Surabaya, lalu enam jam lebih naik travel menuju Kudus.
Semua dilakukannya untuk satu tujuan sederhana namun besar artinya, mengejar mimpi menjadi pebulu tangkis dunia.
1. Berawal dari raket Rp200 ribu

Cinta Rofiqi pada bulu tangkis dimulai sejak ia duduk di kelas 4 SD. Terinspirasi dari saudaranya yang sering ikut lomba, Rofiqi kemudian menabung dari uang jajan untuk membeli raket.
“Saya kumpulkan uang untuk beli raket,” ujar Rofiqi ditemui di GOR Djarum Jati, Kudus. Zaenal membenarkan bahwa tekad anaknya begitu besar. “Disisihkan dari uang sekolah dulu, uang untuk belajar di sekolah disisihkan untuk beli raket,” katanya Zaenal.
Rofiqi berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp200 ribu di celengannya. Dia lalu mengajak sang ayah membeli raket bersama.
“Dia (Rofiqi) kan dapat ngumpulkan uang Rp200.000. Dia bilang, 'Pak, saya sudah ada uang nih, ayo beli raket.' Saya jawab ‘tidak ada uang bapak ini.” Dia bilang ‘ini ada uang.’ Dia buka celengan, dia kumpulkan Rp200.000. Saya pergi ke toko raket, tapi ternyata paling murah raketnya itu Rp350.000. Jadi saya nombok lah begitu,” kata Zaenal bercerita.
2. Mimpi jadi Juara Dunia

Ada satu momen tak terlupakan untuk Zaenal soal Rofiqi dan cita-citanya menjadi atlet bulu tangkis. Rofiqi pernah menuliskan cita-citanya saat acara perpisahan sekolah kelas 6 SD.
Zaenal bercertia, di layar lebar, terpampang jelas: “Muhammad Rofiqi Abidin, ingin menjadi pemain bulu tangkis dunia.”
Zaenal tak kuasa menahan haru.
“Saat di sana, saya sempat meneteskan air mata sambil menunduk. Saya bilang dalam hati, ‘ya Allah, anak saya sangat besar cita-citanya’. Sementara keberatan ekonomi juga ada,” kata Zaenal.
“Tapi lama-kelamaan saya berpikir, kalau untuk anak itu, barang tidak ada, jadi ada. Karena untuk melanjutkan niat anak, jangan sampai kita nanti sebagai orang tua itu merasa bersalah. Karena niat anak ingin melanjutkan hobinya, bakatnya. Takutnya tidak tersalurkan,” sambung Zaenal.
Sejak saat itu, Zaenal bertekad untuk mendukung penuh mimpi Rofiqi menjadi pembulu tangkis dunia.
3. Dimasukkan ke klub demi menjaga mimpi

Dengan raket pertamanya, Rofiqi mulai serius berlatih. Awalnya hanya pukul-pukulan dengan sang ayah di pinggir jalan, tapi semangatnya tak pernah surut.
“Main sama bapak saya di pinggir jalan,” kata Rofiqi.
Zaenal melihat ada bakat di diri anaknya.
“Melihat ada potensi pukul-pukulannya itu, saya ada lihat,” ujar Zaenal.
Zaenal lalu sempat menjanjikan akan memasukkan Rofiqi ke klub Lombok Star. Siapa sangka, Rofiqi terus-terusan menagih janji tersebut. Sebegitu besarnya keinginan Rofiqi menjadi atlet tepok bulu.
“Terus setiap malam dia sampai jam 2 pagi, dia bangunkan saya, 'Pak, bangun. Besok jadi nggak daftarkan saya ke klub?' dia bilang kan, saya (menggerutu) gitu. Karena uang tidak ada kan, terus besoknya lagi bangun pagi, dia selalu tanya. Nah kebetulan Alhamdulillah ada rezeki. Saya merasa berdosa kalau tidak daftarkan anak saya pas ada rezeki,” cerita Zaenal.
Zaenal lalu mendaftarkan putranya ke klub tersebut.
Zaenal mengaku harus merogoh kocek yang baginya dan keluarga tak kecil, demi mendaftarkan Rofiqi ke klub.”Merasa berdosa kalau (abaikan) kemauan anak yang begitu besar. Pergi saya daftarkan, uang pendaftarannya Rp750,000 sekaligus bayar bulannya Rp250,000 per bulan,” kata Rofiqi.
4 Berjuang keras dan sempat diremehkan

Zaenal berprinsip, jika Rofiqi ingin menjadi pebulu tangkis besar, maka kerja keras menjadi harga mati yang harus dijalaninya. Di samping itu, yang Zaenal tahu, PB Djarum bisa menjadi gerbang pertama yang membuka jalan untuk membantunya mewujudkan mimpi anaknya.
“Saya berprinsip kalau kamu mau menjadi pemin bulu tangkis dunia, ‘nak, kamu harus masuk ikut audisi PB Djarum.’ Karena audisi PB Djarum merupakan gerbang pintu untuk menuju pemain nasional,” kata Zaenal.
Zaenal menerapkan sejumlah disiplin dan latihan keras untuk menempa Rofiqi.
“Jadi kalau kamu mau menjadi pemain bulu tangkis dunia, kamu harus ikut audisi dan juga satukan niat untuk lebih giat latihan. Sejak itu, dia ikut apa yang saya arahkan, selesai solat subuh, dia skipping 1.000 sampai 1.500 kali, selepas itu berangkat sekolah,” kata Zaenal.
Menurut Zaenal, putranya punya waktu hanya dua bulan jelang Audisi Umum PB Djarum.
“Selain jam latihan (ini), setiap hari dia latihan (main). Satu jam setiap hari selama dua bulan. Privat lah begitu kan, tambah waktu latihan selain dari latihan di klub. Dan setiap pergi ke klub dia selalu lari, anak saya ini, sampai gedung. Kayaknya jauh 4 km-an. Dari pertengahan kan (rumah sampai klub),” kata Zaenal bercerita soal perjuangan anaknya.
5. Memperjuangkan restu ibunda

Perjuangan Rofiqi tak hanya soal mempersiapkan fisik dan teknis jelang Audisi Umum PB Djarum. Tapi juga soal mendapatkan restu dari ibunda.
“Ibunya sih, enggak setuju anaknya main bulu tangkis. Karena dia mau melihat anaknya mondok ke agama,” kata Zaenal.
Namun, Zaenal yang juga merupakan penggemar bulu tangkis terus membantu Rofiqi meyakinkan ibunda.
“Akan tetapi, seiring waktu, karena anaknya selalu ikut turnamen-turnamen, kalah-kalah, saya bilang sama ibunya, 'Dik, saya minta tolong sama kamu, doakan anaknya supaya menang'. Nah direstuin, lama-lama direstuin. Nah sekarang dia senanglah melihat anaknya,” kata Zaenal.
Rofiqi merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Meski berstatus anak bungsu, Rofiqi tak manja. Dia tahu, jika lolos Audisi Umum PB Djarum, Rofiqi harus tinggal jauh dari orangtua.
“Sudah tahu (akan diasrama dan jauh dari orangtua). Tidak apa-apa, sudah siap. Sudah (bisa nyuci baju sendiri),” kata Rofiqi.
6. Mengejar mimpi di tengah keterbatasan

Perjalanan menuju Kudus bukan hanya soal jarak, tapi juga soal keberanian. Zaenal bercerita bagaimana mereka dapat bantuan dari beberapa pihak. Termasuk cerita soal mereka naik kapal gratis ke Surabaya.
“Kita pertama berangkat dari rumah satu jam, dari rumah ke Pelabuhan Lembar satu jam. Kebetulan ada kawan yang kerja di pelabuhan. Dia bilang kawan itu, 'Nanti kalau Rofiqi mau pergi audisi Djarum, nanti naik kapal saya, saya kasih gratis.' Lama-lama kan sudah dekat waktu, saya tanya sama beliau, 'Pak, saya besok rencana serius kita mau pergi audisi PB Djarum. Saya mau naik kapal Bapak saja biar gratis.' Dia bilang, 'Oh siap, saya akan bantu'. Dia bilang itulah jalan saya mau membantu Rofiqi,” cerita Zaelan panjang lebar.
Mereka lalu naik kapal jam empat sore dan tiba di Tanjung Perak kisaran jam tiga sore keesokan harinya.
“Sampai sini ke kos Jati Kudus, Fatimah itu, Klinik Fatimah, jam 10 malam. Memang kita ada istirahat makan, terus sempat masuk sebentar ke Sunan Giri. Jadi pada itu, hari Sabtu kan itu tidak ada aktivitas, masih istirahat, kita jalan-jalan ke sini,” kata Zaenal.
Zaenal mengaku hanya membawa uang total tiga juta untuk berangkat, bertahan di Kudus, hingga akhirnya pulang ke Lombok lagi nantinya. Zaenal bercerita, bahkan istrinya membekali mereka dengan makanan dan camilan agar bisa menghemat selama di perjalanan dan di Kudus.
“Kemarin kita persiapan ke sini tiga juta. Sampai saat itulah kita masih belanja dengan uang tiga juta itu,” kata Zaenal. Pedihnya, uang itu pun didapatkan Zaenal dengan tidak mudah.
“Tiga juta itu kita pinjam lah. Kita pinjam dengan bayaran cicilan,” kata Zaenal. Tapi semua dilakukannya demi mewujudkan mimpi sang buah hati.
7. Super Tiket tidak menjadi patokan kebanggaan

Zaenal berharap Rofiqi bisa lolos Audisi Umum PB Djarum 2025. Pun tidak, Zaenal mengaku sudah merasa bangga pada buah hatinya.
“Saya sampai pinggir jalan saja di situ sudah merasa bangga. Merasa bangganya kenapa? Ya Alhamdulillah, mimpi anak saya dan saya sendiri dulu sebelum anak saya ada, kalau saya punya anak, saya bilang saya mau ikutkan audisi Djarum,” kata Zaenal.
Apalagi, Rafiqi sempat diremehkan oleh beberapa orang jelang keberangkatannya.
“Kita memang sempat diremehkan, Rofiqi anak saya ini, (kata orang) kenapa pergi ke Djarum? Karena di Lombok saja tidak pernah naik podium, tidak dapat juara. Bertanding sekali, kalah. Main sekali, kalah. Main dua kali, kalah,” kata Zaenal.
“Tetapi saya cuma menjalankan niat anak, saya nekat karena kemauannya begitu keras, mau ikut audisi, ingin jadi pemain bulu tangkis dunia. Di situlah ya sebagai orang tua hanya support saja. Anak mau, orang tua tinggal memfasilitasi saja dengan keterbatasan ekonomi,” sambung dia.
Apapun hasil dari Audisi Umum PB Djarum 2025, perjuangan bocah Lombok ini sudah menunjukkan arti sejati dari tekad, cinta, dan harapan.