Kenapa Karier Jack Grealish Cenderung Flop di Manchester City?

- Jack Grealish tidak cocok dengan gaya permainan Manchester City asuhan Pep Guardiola.
- Jack Grealish tidak mampu mengatasi tekanan dan ekspektasi publik setelah dibeli mahal Manchester City.
- Gaya hidup Jack Grealish yang buruk memengaruhi kebugaran fisik dan performanya.
Karier Jack Grealish bersama Manchester City bisa disebut sudah berakhir. Ia meninggalkan The Citizens dan bergabung dengan Everton dengan status pinjaman selama setahun pada 2025/2026. Langkah tersebut merupakan sinyal kuat kiprah Grealish di Manchester City berakhir dengan kurang baik.
Sebelumnya, ia tidak masuk daftar pemain Manchester City yang berlaga di Piala Dunia Antarklub 2025. Manajemen The Citizens bahkan sudah membeli beberapa penyerang sayap baru, seperti Omar Marmoush dan Rayan Cherki, pada bursa transfer musim dingin dan panas 2025. Hal tersebut menegaskan Grealish sudah tidak mendapat tempat di tim utama Manchester City asuhan Pep Guardiola.
Padahal, ia merupakan pemain Inggris termahal ketika Manchester City mendatangkannya dari Aston Villa dengan harga 100 juta pound sterling Rp2,1 triliun pada Agustus 2021. Akan tetapi, Grealish kesulitan beradaptasi dengan gaya permainan kolektif Manchester City. Lantas, kenapa karier Jack Grealish di Manchester City berakhir flop?
1. Jack Grealish tidak cocok dengan gaya permainan Manchester City asuhan Pep Guardiola
Dilansir Goal, legenda Manchester City, Paul Dickov, mengatakan gaya permainan yang ditunjukkan Jack Grealish saat di Aston Villa tidak cocok dengan Pep Guardiola. Sebelumnya, pemain asal Inggris itu mampu mencetak 32 gol dan 43 assist dalam 213 penampilan di semua kompetisi pada 2014--2021. Secara permainan, Grealish bermain sebagai penyerang sayap kiri yang eksplosif dengan kemampuan dribel, tusukan ke kotak penalti, memanfaatkan ruang, dan melakukan tembakan dari luar kotak penalti.
Akan tetapi, Guardiola menuntut para penyerang sayapnya untuk tidak mendribel bola terlalu lama. Ia menekankan kerja sama antarpemain, seperti membuat kombinasi dengan operan-operan pendek dan disiplin dalam menempatkan diri di tiap posisi. Gaya permainan seperti itu tidak cocok dengan Grealish. Alhasil, sang pemain kesulitan menampilkan performa terbaiknya selama berseragam Manchester City.
2. Jack Grealish tidak mampu mengatasi tekanan dan ekspektasi publik setelah dibeli mahal Manchester City
Jack Grealish pernah mengungkapkan rasa frustasi terkait ekspektasi publik terkait harga transfer dan gajinya yang mahal serta performa di atas lapangan. Ia sendiri menerima gaji sebesar 300.000 pound sterling atau Rp6,5 miliar per pekan. Namun, fans dan media-media Inggris menilai performa Grealish inkonsisten karena tidak mencetak gol atau assist tiap pekan sejak musim pertamanya pada 2021/2022.
Menanggapi hal tersebut, Grealish menegaskan harga 100 juta pound sterling atau Rp2,1 triliun yang Manchester City bayarkan ke Aston Villa merupakan klausul pelepasannya. Sejak awal, ia bukan pemain yang rutin mencetak gol dan assist tiap pekan selama membela Aston Villa. Meski begitu, tidak bisa dipungkiri harga dan gaji mahal memberikan beban tambahan kepada Grealish. Sayangnya, ia tidak bisa mengatasi tekanan tersebut dan penampilannya inkonsisten selama 4 musim bersama Manchester City. Grealish mencetak total 17 gol dan 23 assist dalam 157 pertandingan di berbagai ajang pada 2021--2025.
3. Gaya hidup Jack Grealish yang buruk memengaruhi kebugaran fisik dan performanya
Jack Grealish dikenal sebagai pesepak bola yang gemar pesta malam dan mabuk-mabukan. Salah satunya terlihat ketika parade perayaan raihan treble winner Manchester City usai menjuarai English Premier League (EPL), Piala FA, dan Liga Champions Eropa (UCL). Grealish minum alkohol sampai mabuk ketika berada di atas bus parade. Selain itu, ia terlihat mabuk di tengah-tengah kerumunan penonton saat konser Oasis pada Juli 2025.
Gaya hidup seperti itu mempengaruh mentalitas, kebugaran fisik, dan performanya di atas lapangan. Meski terbilang jarang menderita cedera, penampilan Grealish tidak menunjukkan peningkatan selama 4 musim bersama Manchester City. Ia kesulitan bersaing dengan penyerang sayap lain, macam Jeremy Doku, Savinho, dan Omar Marmoush. Pep Guardiola sendiri tidak menyukai gaya hidup pemainnya yang kurang disiplin dan bersikap tidak profesional.
Grealish masih memiliki peluang untuk memulihkan reputasinya sebagai salah satu penyerang sayap top Inggris jika mampu tampil apik secara konsisten bersama Everton pada 2025/2026. Ia tentu tidak ingin kegagalannya menembus Timnas Inggris pada Euro 2024 terulang lagi pada Piala Dunia 2026. Grealish perlu mengubah pola pikir, gaya hidup, dan kedisplinan untuk bisa bersinar lagi di EPL.