Ketika Minimalisme Merambah Sepak Bola

Dahulu, sepak bola identik dengan logo rumit dan jersey bercorak. Coba ingat jersey kiper Jepang di Piala Dunia 2002 yang diwarnai pola menyerupai bara api dan jersey bermotif chevron Timnas Belanda di Piala Eropa 1988. Namun, sejak 2010-an, transformasi terjadi dengan masifnya.
Klub-klub sepak bola mulai mengubah brand mereka. Logo-logo didesain ulang jadi lebih minimalis, jersey terkini pun lebih sering polosan tanpa detail corak dan dekorasi. Juventus, AFC Ajax, Hellas Verona, Wolverhampton Wanderers, sampai West Ham United adalah kasus terjelas dari merasuknya aliran minimalisme dalam sepak bola.
Lantas, apa perlunya adaptasi ini dilakukan? Bagaimana pula tanggapan dan dampak dari invasi minimalisme dalam industri sepak bola?
1. Keinginan berubah sesuai tren adalah bukti kalau klub sepak bola adalah komoditas ekonomi
Keputusan tim-tim sepak bola mengikuti tren minimalisme yang sedang digandrungi sebenarnya bukti kuat terjadinya pergeseran peran dan posisi. Dari perwakilan komunitas, tim sepak bola kini memosisikan diri sebagai komoditas ekonomi. Dengan pola pikir itu, sudah jadi sifat alamiah bagi mereka untuk siap beradaptasi dengan perubahan.
Perubahan logo jadi lebih sederhana sebenarnya tak hanya menjangkiti sepak bola. Ini banyak dilakukan berbagai jenama lain dengan tujuan meningkatkan versatilitas, efisiensi, dan tingkat keterbacaan sebuah logo. Begitu pula jersey yang dibikin tanpa corak-corak mencolok guna memberikan kesan modern dan kekinian.
Dengan begitu, harapannya klub sepak bola tak lagi hanya jadi pemersatu penikmat olahraga, tetapi juga bagian dari kultur pop yang lebih luas. Harapannya dengan desain modern itu, klub sepak bola bisa menggaet generasi muda, nonpenggemar, bahkan membuka potensi kolaborasi dengan perusahan-perusahaan lain di luar sektor olahraga. Alasan lain juga bisa berupa penghematan dana mengingat simplifikasi desain logo dan jersey bisa mempercepat dan menyederhanakan proses produksi merchandise serta isu operasional lainnya.
2. Tuai pro dan kontra di mata penggemar
Keputusan mengadopsi minimalisme jelas menuai pro dan kontra di kalangan penggemar. Klub sepak bola dengan sejarah panjang dan warisan budaya yang kaya akan mengalami banyak tantangan saat hendak melakukan perubahan dalam visual branding mereka. AFC Ajax, misalnya, akhirnya mengumumkan kembalinya logo klasik mereka per 2025/2026 setelah mengevaluasi performa dan penerimaan audiens soal logo baru mereka yang minimalis itu.
Dengan risiko yang lumayan besar, tak sedikit klub yang memilih tidak melakukan perubahan sama sekali. Real Madrid, Bayern Muenchen, sampai Manchester United adalah beberapa klub besar yang menolak mengadopsi minimalisme. Namun, ada pula yang mengambil jalan tengah dengan melakukan perubahan minor seperti yang dilakukan Atletico Madrid, Sevilla FC, dan FC Barcelona.
Namun, seperti disrupsi teknologi yang tak bisa dihindari, simplifikasi logo justru makin marak dilakukan. Per 2024/2025 ini, Arsenal, AS Roma, dan Liverpool kompak memperkenalkan logo baru mereka yang lebih minimalis. Ketiganya menanggalkan emblem perisai yang membingkai ikon klub masing-masing. Lagi-lagi, ini menuai pro dan kontra di kalangan penggemar mengingat mereka punya akar sejarah yang kuat.
3. Desain jersey vintage jadi punya kultusnya sendiri
Tak dapat dimungkiri invasi minimalisme dalam industri sepak bola membawa berkah bagi kaum oportunis dan kapitalis. Dengan makin sederhananya desain jersey masa kini, jersey-jersey lawas jadi punya nilai seni dan historis tinggi. Ini menciptakan kultus sendiri di kalangan kolektor dan penggemar sepak bola.
Jersey lawas dengan corak dan logo lama sebuah tim sepak bola bisa dibanderol dengan harga fantastis gara-gara kelangkaan dan keunikannya di tengah gempuran minimalisme. Ini jadi pengingat kalau klub sepak bola memang bukan lagi sekadar komunitas olahraga, melainkan juga komoditas komersial. Mereka tahu betul kalau gebrakan yang mereka lakukan pada akhirnya akan berakhir jadi sesuatu yang bernilai ekonomi.
Ada yang suka dan tidak, tetapi minimalisme memang aliran yang sedang digandrungi dan mau tak mau diadaptasi banyak pegiat bisnis, termasuk tim olahraga. Belum tertebak sampai kapan, tetapi mereka adalah pengingat kalau tren itu punya implikasi langsung dan tak langsung dalam hidup kita. Tak peduli seberapa giat dan gigih upayamu menghindarinya.