7 Skandal Terbesar yang Pernah Dialami Facebook, Ada Kebocoran Data!

- Skandal Cambridge Analytica 2018: Data pribadi jutaan pengguna Facebook digunakan untuk profiling psikometrik iklan politik AS 2016.
- France Haugen bocorkan dokumen: Facebook memprioritaskan engagement daripada keamanan, Instagram berdampak buruk pada kesehatan mental kaum muda.
- Penyebaran ujaran kebencian dan misinformasi: Memicu kekerasan etnis di Myanmar dan Sudan Selatan, serta kesulitan mengendalikan misinformasi COVID-19.
Facebook telah menjadi pusat dari berbagai kontroversi, di mana masing-masing membawa pelajaran penting tentang privasi, etika dan tanggung jawab perusahaan milik Mark Zuckerberg itu. Skandal demi skandal yang dihadapi Facebook mengubah platform ini sendiri dan persepsi publik tentang bagaimana media sosial harusnya beroperasi. Berikut 7 skandal terbesar yang pernah dialami Facebook.
1.Skandal Cambridge Analytica (2018)

Skandal Cambridge Analytice pada tahun 2018 mengungkap bahwa firma konsultan politik itu mengumpulkan data pribadi jutaan pengguna Facebook. Cambridge Analytica kemudian menggunakan data tersebut untuk melakukan profiling psikometrik untuk iklan politik yang berdampak besar pada pemilihan presiden AS di tahun 2016. Skandal ini menyoroti betapa mudahnya aplikasi pihak ketiga dapat mengeksploitasi kebijakan privasi dan ketentuan penggunaan Facebook.
2.Bocoran dokumen dari Frances Haugen (2021)
France Haugen, mantan karyawan Facebook, membocorkan dokumen pada tahun 2021 yang menunjukkan bahwa Facebook menyadari dampak buruk dari platform-nya. Meskipun begitu, Haugen menyebut bahwa Facebook malah memprioritaskan engagement dan keuntungan dibanding keamanan pengguna mereka sendiri. Dokumen tersebut juga menunjukkan bahwa Instagram memberi dampak negatif terhadap kesehatan mental kaum muda, namun Facebook tiadk mengambil tindakan apapun untuk mengatasi dampak buruk tersebut.
3.Peran Facebook dalam kekerasan etnis di Myanmar dan Sudan Selatan (2017-2018)
Diantara tahun 2017 hingga 2018, Facebook dikritik karena perannya dalam memungkinkan penyebaran ujaran kebencian dan misinformasi, yang kemudian memicu kekerasan etnis di Myanmar dan Sudan Selatan. Di Myanmar, Facebook digunakan untuk memantik kekerasan terhadap minoritas muslim Rohingya. Sudan Selatan pun juga seperti itu di mana Facebook digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan menghasut yang pada akhirnya memperburuk perseteruan antar etnis.
4.Penanganan misinformasi terkait COVID-19 (2020-2021)

Selama pandemik COVID-19, Facebook kesulitan dalam mengendalikan penyebaran misinformasi terkait vaksin dan virus itu sendiri. Informasi palsu mengenai penanganan dan teori konspirasi COVID-19 tersebar luas di Facebook, membuat banyak pengguna jadi meremehkan virus tersebut. Skandal ini menggarisbawahi peran penting platform sebesar Facebook dalam menyebarkan informasi yang akurat, khususnya dalam hal kesehatan masyarakat.
5.Kebocoran data yang mengekspos jutaan akun (2018-2020)

Diantara tahun 2018 dan 2020, Facebook mengalami beberapa masalah kebocoran data yang mengekspos informasi jutaan pengguna mereka. Masalah ini menimbulkan kekhawatiran signifikan tentang keamanan data pengguna dan kemampuan Facebook dalam melindungi penggunanya dari para hacker. Masalah ini menunjukkan pentingnya platform seperti Facebook menganggap serius keamanan siber. Facebook sendiri jadi harus menghadapi kemarahan publik sekaligus konsekuensi hukum karena gagal mengamankan informasi pribadi pengguna.
6.Manipulasi topik yang sedang trending (2016)
Pada tahun 2016, Facebook dituduh memanipulasi fitur Trending Topics atau topik yang sedang trending untuk mendukung kelompok politik tertentu sembari mengaburkan kelompok politik lainnya. Hal ini memicu perdebatan tentang adanya bias dalam kurasi konten dan perlu transparansi algoritma. Facebook kemudian menghapus fitur Trending Topics, namun kasus ini menyoroti perlunya platform seberpengaruh Facebook untuk memastikan keadilan dalam cara mereka menyajikan informasi.
7.Kontroversi kebijakan nama asli (2014)
Kebijakan nama asli Facebook yang mengharuskan pengguna untuk menggunakan nama asli, memicu kontroversi terutama di kalangan kelompok yang terpinggirkan seperti individu LGBTQ+, aktivitis dan korban pelecehan. Para kritikus berpendapat bahwa kebijakan tersebut membahayakan pengguna karena membuat mereka jadi lebih rentan terhadap pelecehan atau kekerasan. Facebook akhirnya melakukan perubahan dengan memungkinkan pengguna untuk memberikan penjelasan tentang penggunaan nama samaran.
Itulah tadi ulasan mengenai beberapa skandal terbesar yang pernah dialami Facebook. Skandal-skandal di atas menawarkan pelajaran penting tentang tanggung jawab perusahaan teknologi terhadap privasi, keselamatan dan keadilan pengguna.