7 Browser AI selain Atlas dari OpenAI, Punya Fitur Unik Tersendiri

- Perplexity Comet: Browser AI dengan pendekatan "answer-first" dan fitur Comet Assistant di sidebar.
- Dia: Browser "AI-first" dengan sistem @-mention yang intuitif dan fitur Skills untuk tugas berulang.
- Google Chrome Gemini: Upgrade besar Chrome menjadi AI-integrated browser dengan kekuatan integrasi ekosistem Google.
OpenAI baru-baru ini merilis Atlas untuk meramaikan pasar browser berbasis kecerdasan buatan (AI). Integrasi AI membuat browser kini tidak lagi hanya menjadi alat pasif untuk melihat informasi, tetapi bertransformasi menjadi asisten AI yang mampu mengeksekusi berbagai tugas. Tren ini memperkenalkan sebuah konsep baru yang dikenal sebagai agentic browser.
Meskipun Atlas berhasil mencuri perhatian, sebenarnya OpenAI bukan yang pertama dalam panggung ini. Sebelumnya, berbagai browser serupa telah lebih dulu meluncur ke pasar dan menggaet cukup banyak pengguna. Bagi kamu yang tertarik mencari alternatif browser AI selain Atlas dari OpenAI, berikut tujuh pilihannya.
1. Perplexity Comet
Perplexity Comet adalah browser AI dari Perplexity AI yang diposisikan sebagai asisten pribadi bagi para pekerja profesional, mahasiswa, dan peneliti. Browser ini mengusung pendekatan "answer-first", yang memberikan jawaban terangkum beserta beserta kutipan sumber yang jelas untuk setiap responsnya. Pendekatan ini diambil untuk mengatasi masalah halusinasi atau misinformasi yang masig menghantui berbagai chatbot AI.
Browser ini dilengkapi dengan Comet Assistant di sidebar yang mampu merangkum artikel dan video YouTube dengan cepat. Comet juga mampu melakukan analisis lintas-tab, yang memungkinkan pengguna untuk membandingkan informasi dari beberapa tab sekaligus. Selain itu, fitur organisasi tab otomatis berbasis AI juga sangat membantu dengan mengelompokkan tab berdasarkan topik terkait. Comet dibangun di atas platform Chromium dan saat ini tersedia untuk pengguna macOS serta Windows secara gratis.
2. Dia buatan perusahaan pengembang Arc
Dia adalah browser "AI-first" yang dikembangkan oleh The Browser Company, perusahaan yang juga dikenal sebagai pembuat browser Arc. Browser ini bisa digunakan dengan bahasa natural sehingga mengurangi beban alur kerja pengguna sehari-hari. Salah satu fitur unggulan Dia adalah sistem @-mention yang sangat intuitif, yang memungkinkan pengguna untuk mereferensikan tab yang sedang terbuka (misalnya, @Gmail) langsung di dalam prompt AI. Fitur ini berguna untuk menyederhanakan tugas-tugas yang melibatkan banyak tab, seperti membandingkan spesifikasi produk, tanpa perlu lagi melakukan salin-tempel manual.
Selain itu, Dia juga memiliki fitur Skills yang berfungsi seperti shortcut untuk tugas-tugas berulang. Fitur-fitur dasar dari browser ini dapat diakses secara gratis, dengan versi Pro seharga 20 dolar AS (sekitar Rp330r ribu) per bulan. Namun, perlu dicatat, saat ini Dia masih dalam tahap beta.
3. Google Chrome yang dilengkapi Gemini

Berbeda dengan Comet atau Dia, Google tidak membangun dari browser baru dari nol. Mereka lebih memilih untuk menyuntikkan kecerdasan Gemini langsung ke Chrome sebagai sebuah upgrade besar. Kehadiran Gemini ini mengubah Chrome menjadi AI-integrated browser.
Keunggulan kompetitif utama Chrome terletak pada kekuatan integrasi ekosistem Google. Dengan akses ke seluruh kehidupan digital pengguna, mulai dari Gmail, Maps, hingga Docs, Gemini mampu memberikan pengalaman yang lebih personal untuk penggunanya. Sama seperti Comet, Chrome juga kini memiliki Gemini sebagai asisten AI-nya di sidebar. Rencananya, Google juga akan menambahkan fitur-fitur agentic ke dalam Chrome untuk melakukan lebih banyak tugas bagi penggunanya.
4. Microsoft Edge dan Copilot

Microsoft mengambil langkah yang mirip dengan Google. Perusahaan ini telah mengintegrasikan Copilot AI ke dalam browser Edge, memposisikannya sebagai pendamping sehari-hari (everyday AI companion) bagi penggunanya. Dengan kehadiran Copilot, Edge mungkin bisa menjadi pilihan menarik bagi kalangan profesional. Pasalnya, Copilot kini dapat terhubung dengan Microsoft 365. Integrasi ini memungkinkan Copilot untuk dapat mengakses dan menganalisis data internal, seperti email, percakapan di Teams, dan dokumen melalui Microsoft Graph. Pengalaman standar Copilot di Edge sudah dapat dinikmati secara gratis, tapi fitur-fitur enterprise yang canggih memerlukan lisensi Microsoft 365 Copilot.
5. Fellou untuk automasi tugas kompleks
Fellou secara agresif memasarkan dirinya sebagai browser agentic pertama di dunia. Fokus utamanya adalah automasi end-to-end untuk tugas-tugas web yang rumit. Hal ini membuat Fellou lebih terasa seperti alat eksekusi daripada sekadar peramban internet biasa. Fellou mampu melakukan berbagai tugas kompleks, misalnya, membuat laporan sentimen dari berbagai media sosial lalu menyusun hasilnya di Notion.
Menurut situs resminya, browser ini menyediakan fitur rencana aksi transparan yang memungkinkan pengguna meninjau dan menyetujui setiap langkah AI sebelum dieksekusi. Batasan ini memastikan pengguna tetap memegang kendali penuh sehingga tidak ada aksi yang tidak diinginkan oleh AI. Fellou juga memiliki kemampuan untuk menjadwalkan tugas dan mengakses aplikasi lokal di komputer. Namun, aksesnya saat ini masih bersifat undangan (invite-only).
6. Brave dan Leo

Brave telah lama dikenal sebagai browser yang sangat mengutamakan privasi, dan kehadiran asisten AI-nya, Leo, adalah perpanjangan dari filosofi tersebut. Perusahaan tersebut menjelaskan bahwa nilai jual utama Leo adalah menawarkan kemampuan AI canggih tanpa mengorbankan data pribadi pengguna. Pendekatannya ini menjadi angin segar di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang privasi di era perkembangan AI.
Arsitektur privasinya dirancang dengan sangat hati-hati. Semua permintaan pengguna dialihkan melalui server anonim untuk menghapus informasi identitas seperti alamat IP. Brave juga menegaskan bahwa mereka tidak menyimpan riwayat percakapan pengguna atau menggunakannya untuk melatih model AI mereka. Namun, pendekatan ini memiliki konsekuensi, seperti potensi ketidakakuratan fakta dan informasi yang usang karena AI tidak terhubung langsung ke internet.
7. Opera dan Aria
Opera, sebagai browser veteran, mengintegrasikan asisten AI bernama Aria dengan strategi unik menggunakan mesin multi-LLM. Opera mengombinasikan model bahasa dari OpenAI dan Google secara cerdas untuk memastikan setiap respons yang diberikan selalu relevan dan sesuai dengan informasi terkini di internet. Aria menyediakan serangkaian alat AI, mulai dari perangkum halaman hingga pembuat konten dan gambar, yang sepenuhnya gratis. Pengguna bahkan tidak perlu membuat akun untuk mulai menggunakan semua fitur canggih tersebut.
Kehadiran browser AI selain Atlas dari OpenAI menjadi angin segar karena memberi konsumen lebih banyak pilihan. Namun, browser semacam ini masih dipertanyakan keamanannya mengingat sifatnya yang lebih proaktif dari browser konvensional. Oleh karena itu, pastikan untuk riset mendalam terlebih dulu, sebelum memilih browser AI yang sesuai dengan standar dan keperluanmu.



















