Jajaki Regulasi AI, Kominfo Cari yang Terbaik untuk Masyarakat

- Kementerian Kominfo menerbitkan SE etika penggunaan AI sebagai respon terhadap penggunaan teknologi yang masif.
- Regulasi tersebut masih belum cukup, namun Kominfo menjajaki dua pendekatan untuk membuat kebijakan yang lebih baik.
- Kontribusi AI pada ekonomi di Indonesia masih tertinggal, perlu strategi nasional dan aturan yang mengatur penggunaannya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diketahui telah menerbitkan surat edaran mengenai etika penggunaan dan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada akhir tahun lalu sebagai respon atas masifnya penggunaan dari teknologi tersebut.
Nyatanya setelah penerbitan SE, regulasinya masih belum cukup. Lembaga tersebut punya banyak permintaan untuk meningkatkannya ke level yang lebih tinggi.
Hal ini didiskusikan dalam Seri Diskusi Media dengan tema "AI: Sekadar Tren atau Sudah Menjadi Kebutuhan?" di Jakarta, pada Senin (09/09/2024).
Permintaan regulasi

Diakui oleh Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana meski banyak permintaan ke level yang lebih tinggi, Kominfo juga tengah menjajaki dua pendekatan untuk membuat kebijakan.
"Ada kebijakan yang sifatnya vertikal dan horizontal, apa itu kebijakan vertikal? Artinya itu kebijakan yang sifatnya sektoral yang berlaku pada sektor-sektor tertentu," ungkapnya.
Sementara yang horizontal, sifatnya lebih tinggi lagi untuk lintas kementerian.
"Indonesia harus mencari yang terbaik untuk kepentingan bangsa. Saat ini kita lihat yang paling utama adalah menerbitkan aturan sebagai pedoman. Salah satu pedoman mengenai etika AI adalah jangan sampai AI mengabaikan peran manusia," kata Wijaya.
Potensi ekonomi
Pada sektor ekonomi, Wijaya mengatakan kontribusi AI untuk pendapatan domestik bruto pada 2030 mendatang secara global mencapai USD13 triliun, di ASEAN USD1 triliun dan Tanah Air yang mencapai USD366 miliar. Potensi ini wajib dimanfaatkan para pelaku usaha, tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga industri lainnya.
Di Indonesia sendiri, penerapan AI masih tertinggal, bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Kita berada di posisi keempat dengan overall index 61,03, di bawah Singapura (81,97), Malaysia (68,71) dan Thailand (63,03). Untuk mengejar ketertinggalan, harus ada strategi nasional untuk penerapan AI di Indonesia.
Diperlukan Stranas

Isu ini juga perlu didorong dengan strategi nasional (Stranas). Misalnya pada 2020, negara kita mempunyai Stranas AI dengan lima bidang prioritas dengan empat area fokus, baik di riset dan inovasi, infrastruktur dan data, perkembangan talenta juga etika serta kebijakan.
"Nah ini terus kita dorong. Dan kita sering mendengarkan masukan dari publik, baik dari tokoh masyarakat, kalangan akademisi, media juga," ujar Wijaya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputy EVP Digital Technology and Platform Business Telkom Indonesia, Ari Kurniawan menyebut bahwa strategi ini harus ada sasarannya. Ada sejumlah sasaran kunci yang juga bisa menjadi Stranas, seperti:
- Layanan kesehatan: Peningkatan penyampaian melalui solusi yang mendukung AI.
- Reformasi birokrasi: Menyederhanakan operasional pemerintah melalui AI;
- Pendidikan dan penelitian: Inovasi dan tenaga kerja terampil.
- Ketahanan pangan: Meningkatkan hasil, mengoptimalkan rantai pasokan melalui AI.
- Mobilitas dan kota cerdas: Perkotaan yang lebih cerdas dan berkelanjutan.
Sehingga menurutnya, tidak hanya hanya sekadar Stranas yang harus diperhatikan, tetapi juga perlu adanya aturan atau regulasi yang mengatur penggunaan AI di negara kita, seperti aturan terkait investasi, kompetisi hingga keberlangsungan bisnis AI. Aturan ini juga untuk mengukur dampak positif dan menghindari dampak negatif dari pemanfaatan teknologi tersebut.