Kominfo: Hanya 30 Persen ASN yang Siap Transformasi Digital

- ASN di Indonesia hanya 30% yang siap hadapi transformasi digital
- Panduan diperlukan untuk pengembangan teknologi inklusif dan mendorong AI
- Pesatnya perkembangan AI akan menggeser kebutuhan skill dan jenis pekerjaan
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi menyebut bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia hanya 30 persen yang siap menghadapi transformasi digital.
"Data ini agak menyedihkan, karena ASN kita hanya 30 persen yang siap beradaptasi dengan transformasi digital. Jadi masih banyak pekerjaan yang harus kita benahi," ujarnya dalam acara "Google AI untuk Indonesia Emas 2045" yang digelar di Jakarta, pada Senin (03/06/2024).
Dorong pengembangan teknologi
Menurut Budi Arie, panduan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan teknologi yang inklusif dan memberdayakan, sangat penting untuk memajukan visi Indonesia Emas 2045.
Transformasi digital berpotensi mendorong negara kita keluar dari middle income trap menuju Indonesia Emas, di mana teknologi yang harus dioptimalkan untuk mendorong transformasi digital adalah Artificial Intelligence (AI/kecerdasan buatan).
Survei global 2023 menemukan bahwa 79 persen koresponden telah terekspos dengan AI generatif. Kemudian sebanyak 55 persen merupakan perusahaan global yang telah menggunakan AI pada bisnis, mulai dari layanan kesehatan, manufaktur, pertanian hingga pendidikan.
Besarnya potensi AI juga dapat dilihat dari kontribusinya pada produk domestik bruto (PDB) global yang diprediksi mencapai USD13 triliun di tahun 2030, di mana USD1 triliun dikuasai ASEAN pada 2030.
"Indonesia berada pada peringkat keempat dalam indeks kesiapan integrasi AI pada layanan AI, menurut laporan Oxford Economics dan Huawei tahun 2023. Jadi, lumayan juga nih kesiapan kita," lanjut Menkominfo.
Bangun keterampilan AI

Tidak dapat dipungkiri bahwa pesatnya perkembangan AI akan menggeser kebutuhan skill dan jenis pekerjaan, terlihat dari proyeksi hilangnya 83 juta pekerjaan dan kemunculan 69 juta pekerjaan baru, karena AI dan mesin learning serta kebutuhan literasi teknologi yang semakin krusial.
"Oleh karenanya penting untuk membangun keterampilan AI dan kemampuan berpikir kritis, baik melalui pelatihan keterampilan mapun platform pembelajaran online, workshop dan kolaborasi antara lembaga pendidikan dan industri," kata Budi Arie.
Merespons kondisi tersebut, berbagai organisasi internasional dan negara telah mulai menyusun tata kelola AI, termasuk negara kita. Indonesia percaya bahwa tata kelola pengembangan AI harus berdasarkan prinsip transfer teknologi dan knowledge. Hal ini memungkinkan Indonesia dan negara berkembang lainnya untuk berpartisipasi aktif dalam rantai pasokan AI global.
"Jadi tidak hanya terbatas sebagai pengguna atau followers saja. Karena itu lah pengembangan AI perlu berlandasakan pada tiga aspek, yaitu people yang menekankan pada penyiapan SDM ahli untuk pemberdayaan kemajuan masyarakat, policy berupa kebijakan untuk memastikan ekosistem AI yang aman dan produktif serta platform yang mendorong kolaborasi bagi para pemangku kepentingan untuk menghadirkan ekosistem AI yang inklusif," imbuh Budi Arie.
Dia juga turut mengapresiasi berbagai inisitif kerja sama Google. Budi Arie berharap ada lebih banyak lagi kerja sama dan inisiatif dalam pengembangan kapasitas serta produksi pengetahuan antar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Google.