3 Tradisi Unik Peringatan Isra Mikraj di Lombok, Meriah!

Isra Mikraj merupakan peristiwa bersejarah yang penting dalam perjalanan Nabi Muhammad SAW. Peristiwa tersebut kemudian diperingati dan dirayakan oleh umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Masyarakat Indonesia sendiri punya tradisi unik, sesuai dengan daerahnya masing-masing. Salah satu contohnya adalah masyarakat Lombok maupun suku Sasak memiliki rangkaian tradisi unik untuk memperingati Isra Mikraj. Kira-kira seperti apa tradisi tersebut? Berikut ulasan selengkapnya.
1. Dulang pesaji dan dulang penamat

Kalau di Jawa ada tradisi ambengan, masyarakat Lombok punya dulang pesaji dan dulang penamat. Dulang merupakan baki atau nampan, sedangkan pesaji diperkirakan berasal dari kata ‘saji’ yang berarti sajian atau jamuan.
Dulang pesaji berupa nampan berisi nasi dan lauk pauk untuk dimakan bersama. Sedangkan dulang penamat merupakan sajian penutup yang kerap kali berisi jajanan tradisional Sasak dan buah-buahan. Berbeda dengan dulang pesaji yang dimakan bersama di tempat, dulang penamat sengaja untuk dibawa pulang. Tentunya diberikan setelah rangkaian acara Isra Mikraj selesai.
Tradisi tersebut sebagai simbol rasa syukur atas limpahan rezeki dari Tuhan. Tradisi turun-temurun ini mudah kamu dapati di sejumlah masjid saat perayaan Isra Mikraj maupun hari penting umat Islam. Biasanya, dulang pesaji maupun penamat akan diberikan setelah acara pengajian.
Selain tetap melakukan tradisi ini, masyarakat Lombok juga kerap menggelar lomba dulang pesaji untuk berbagai tingkatan untuk melestarikannya. Hal yang lumrah di kalangan instansi pemerintah maupun sekolah. Apakah kamu pernah menjumpainya?
2. Pembacaan hikayat

Tradisi lain untuk merayakan Isra Mikraj yang masih lestari di Lombok, yakni pembacaan hikayat. Hikayat merupakan karya sastra lama Melayu, berupa prosa yang berisi cerita, undang-undang, biografis, keagamaan maupun gabungan dari semua itu. Kalau kamu pikir budaya Melayu yang kental hanya di Pulau Sumatra dan sekitarnya, lantas bagaimana dengan masyarakat Sasak?
Mengutip dari jurnal yang ditulis Saharudin berjudul Bekayat: Sastra Lisan Islamisasi Sasak dalam Bayang Kepunahan, masyarakat Islam Sasak telah mengenal tradisi bekayat ‘pembacaan hikayat’ sejak kerajaan Hindu-Buddha berkuasa di Lombok. Dahulu, bekayat digunakan untuk menyiarkan agama Islam. Oleh sebab itu, wajar jika kitab-kitab yang digunakan dalam tradisi ini berisi tentang perjalanan spiritual Nabi Muhammad, risalah kematian, hingga sejarah masuknya Islam di Nusantara, khususnya Lombok.
Hikayat yang digunakan bertuliskan Huruf Jawi atau Arab Melayu. Sedangkan pembacaan hikayat biasanya dilakukan dua orang. Satu orang membacakan naskahnya dengan langgam –perpaduan cengkok khas Melayu dan tembang Sasak. Satu orang lainnya menerjemahkannya ke dalam bahasa Sasak.
Pembacaan hikayat menggunakan kitab yang sudah pakem, setidaknya ada lima kitab berbeda. Sesuai dengan tema Isra Mikraj, maka bekayat menggunakan Kitab Kifayatul Muhtaj. Baru-baru ini juga digunakan Kitab Az-Zahrul Basim yang mengisahkan maulud dan mikraj serta segala perilaku Rasulullah.
Tradisi pembacaan hikayat ini juga ada rangkaiannya, lho. Biasanya diawali dengan pembacaan zikir dan doa. Setelah itu, membaca shalawat, Al-Fatihah, hikayat, dan diakhiri dengan zikir serta doa keselamatan.
3. Ngurisan

Satu lagi nih tradisi unik peringatan Isra Mikraj yang dilakukan masyarakat Lombok, yakni ngurisan. Tradisi ini berupa upacara cukur rambut bayi pada usia di bawah 6 bulan supaya rambutnya tumbuh lebih lebat. Tidak hanya itu, konon mengandung harapan lebih kuat dan tidak rentan sakit.
Pemotongan rambut itu tidak dilakukan sembarangan, tapi melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Biasanya dilaksanakan di musala atau masjid. Puluhan bayi akan digendong oleh orang tua atau kerabat masing-masing. Kemudian disodorkan kepada tokoh yang dianggap penting untuk didoakan dan digunting rambutnya.
Ngurisan berkaitan dengan dua tradisi sebelumnya, sebab biasanya dibarengi ngaji kayat atau pembacaan hikayat. Sedangkan dulang pesaji, dulang penamat, dan tahlilan membuat Isra Mikraj semakin meriah. Selain itu, dapat mempererat tali silaturahmi dan memelihara kerukunan sesama masyarakat.
Ketiga tradisi di atas membuat peringatan Isra Mikraj di Lombok meriah. Tidak hanya menikmati kemeriahannya, tapi juga dapat dimaknai sebagai rasa syukur dan memelihara kerukunan. Yuk, jaga tradisi tersebut supaya tidak punah!