Bikin Risi, 5 Fakta tentang Fenomena Beg-Packer yang Sedang Marak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Akhir-akhir ini, istilah beg-packer jadi lumayan populer. Istilah itu adalah kombinasi kata-kata bahasa Inggris beg dan backpacker. Jadi, beg-packer adalah orang-orang yang traveling ke negara berkembang untuk liburan tanpa uang yang cukup.
Mereka sering mengamen bahkan mengemis dengan niat bahwa penduduk lokal akan mau membantu membiayai perjalanan mereka keliling dunia. Bagaimana itu bisa terjadi? Simak ulasannya!
1. Mereka tidak punya cukup uang
Tujuan bisnis pariwisata adalah agar turis datang membawa uang ke negara tujuan untuk menikmati liburan, dengan harapan ekonomi penduduk setempat tumbuh. Hal tersebut yang jadi alasan banyak negara, termasuk Indonesi, memberi akses yang mudah pada turis dari negara maju.
Dengan kebijakan tersebug, pemerintah ingin jumlah turis akan meningkat dan menambah pemasukan negara tujuan. Sayangnya, hal itu sering dimanfaatkan beg-packer yang tidak punya uang memenuhi keinginan pribadi dan menjadi beban negara tujuan mereka.
2. Mereka menganggap warga kulit putih punya derajat yang lebih tinggi
Jika kita melihat dari sudut pandang pasca-kolonialisme, laki-laki atau perempuan kulit putih yang mengamen dan mengemis untuk membiayai liburan adalah contoh privilese kulit putih.
Banyak pemuda kulit putih, baik laki-laki atau perempuan yang masih sehat mengenakan penutup mata dan menawarkan "pelukan" supaya diberi sumbangan.
Mereka mencoba mengambil keuntungan dari fakta bahwa banyak penduduk Asia, termasuk Indonesia, masih punya mental minder, hasil kolonialisme beratus-ratus tahun.
3. Tidak adil untuk penduduk lokal
Editor’s picks
Saat banyak orang-orang dari negara barat bisa dengan bebas masuk negara Asia, termasuk Indonesia, selagi mereka punya paspor dan tiket pulang-pergi, tapi penduduk lokal tidak punya privilese yang sama.
Jika orang Indonesia ingin masuk negara barat, mereka perlu mengajukan visa dan tidak gratis. Mereka juga harus menunjukkan uang yang dimiliki, tiket pulang-pergi, dan reservasi hotel. Tidak ada yang mudah dan sederhana tentang hal tersebut.
Baca Juga: 5 Tips Persiapan Dokumen untuk Traveling ke Luar Negeri
4. Kegiatan beg-packer melanggar hukum
Kegiatan beg-packer memang melanggar hukum. Pertama, banyak pemerintah coba menghapus praktik mengemis karena jadi masalah sosial. Tapi turis asing negara maju melakukan hal itu dan membebani negara tujuan.
Kedua, orang-orang yang datang dengan visa turis tidak diperkenankan mencari uang di negara tujuan. Selain itu, selama ini negara barat dianggap punya kesejahteraan lebih baik dibanding negara berkembang di Asia.
5. Para beg-packer punya mentalitas rendah
Banyak beg-packer menganggap keren jika traveling ke berbagai belahan dunia tanpa menghabiskan uang mereka sendiri. Mereka merasa itu adalah mentalitas milenial yang harus didukung. Tapi salah, pemerintah di negara tujuan mereka memang sepatutnya melarang praktik beg-packer.
Itulah lima fakta tentang fenomena beg-packer yang sedang marak akhir-akhir ini. Perlu kita ketahui agar tidak terseret dampak negatif yang ditimbulkannya.
Baca Juga: 10 Negara Ini Ternyata Cocok untuk Solo Traveling, Kapan Mau Pergi?
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.