Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Jalur Pendakian Gunung Bisa Ditutup Mendadak?

ilustrasi mendaki gunung
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Eric Sanman)

Banyak pendaki menyiapkan rencana naik gunung jauh sebelum hari keberangkatan, mulai dari mengurus SIMAKSI, menata perlengkapan, sampai menyesuaikan jadwal dengan teman satu tim. Namun ada kalanya jalur pendakian justru ditutup tepat ketika hari keberangkatan sudah dekat. Situasi ini sebenarnya tidak muncul begitu saja, karena keputusan tersebut biasanya diambil setelah kondisi gunung berubah lebih cepat dari perkiraan.

Gunung sendiri merupakan lingkungan yang terus berubah dan sulit untuk ditebak. Cuaca dapat berganti dalam hitungan menit, jalur bisa rusak, dan aktivitas vulkanik yang baru menunjukkan tanda. Oleh karena itu, kebijakan penutupan dadakan justru merupakan bentuk perlindungan agar pendaki tidak terjebak risiko yang sulit diprediksi. Yuk, simak beberapa faktor yang menjadi pertimbangan ketika jalur pendakian gunung bisa ditutup secara mendadak.

1. Aktivitas vulkanik yang tiba-tiba meningkat

ilustrasi gunung berapi
ilustrasi gunung berapi (unsplash.com/Paweł Wielądek)

Gunung berapi memiliki ritme sendiri yang tidak selalu mudah dipahami. Peningkatan tremor kecil, perubahan suhu di sekitar kawah, atau kenaikan kadar gas bisa menjadi sinyal bahaya. Ketika indikator ini muncul, tim pemantau seperti PVMBG sering memberikan rekomendasi penutupan lebih cepat daripada perkiraan demi menjaga situasi tetap terkendali.

Ada kalanya aktivitas ini muncul tanpa pola yang jelas. Semburan gas beracun, letusan minor, atau lontaran material bisa terjadi mendadak dan langsung mengancam keselamatan pendaki yang berada di jalur manapun. Dalam situasi seperti itu, penutupan jalur menjadi tindakan pencegahan yang wajib dilakukan agar tidak ada risiko berkembang menjadi insiden yang lebih serius.

2. Cuaca ekstrem di jalur pendakian

ilustrasi mendaki gunung
ilustrasi mendaki gunung (freepik.com/wirestock)

Gunung dikenal memiliki cuaca yang sangat cepat berubah, terutama pada ketinggian di atas 2.000 mdpl. Hujan lebat, kabut tebal, atau angin kencang dapat membuat jarak pandang turun drastis dan menyulitkan pendaki mengambil keputusan. Dalam kondisi tersebut, navigasi makin sulit dan risiko tersesat meningkat meski jalur sebenarnya sudah cukup familiar.

Selain itu, hujan deras dapat membuat jalur licin, rapuh, atau mengakibatkan tanah longsor di titik yang sebelumnya aman. Ancaman ini membuat perjalanan menjadi tidak stabil dan rawan kecelakaan bagi siapa pun yang sedang berada di tengah pendakian. Ketika kondisi cuaca mencapai kategori ekstrem, pengelola biasanya memilih menutup jalur untuk sementara agar tidak ada pendaki terjebak situasi yang memburuk.

3. Kerusakan jalur atau infrastruktur pendukung

ilustrasi mendaki gunung
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/RAVI FRANCO LAGES)

Jalur pendakian bukan sekadar rute tanah, karena ada banyak elemen buatan yang menjaga perjalanan tetap aman dan terarah. Papan penanda, jembatan kayu, hingga pagar pembatas membantu pendaki mengenali arah dan menghindari titik yang berbahaya tanpa harus menebak jalur. Jika salah satu komponen mengalami kerusakan, risiko langsung bertambah dan kondisi pendakian bisa berubah jauh lebih berbahaya.

Kerusakan jalur bisa disebabkan hujan berkepanjangan, pohon tumbang, atau erosi yang baru terlihat setelah beberapa hari kondisi ekstrem. Pada situasi tertentu, proses perbaikan tidak bisa dilakukan cepat karena medan yang sulit dijangkau serta keterbatasan peralatan. Penutupan sementara memberi ruang bagi pengelola untuk memastikan jalur kembali layak digunakan dan tidak menimbulkan masalah baru bagi pendaki.

4. Lonjakan jumlah pendaki yang melebihi kapasitas

ilustrasi mendaki gunung
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Guduru Ajay bhargav)

Setiap gunung memiliki batas daya tampung harian untuk menjaga ekosistem tetap sehat dan tidak tertekan oleh aktivitas manusia. Jika jumlah pendaki melewati batas tersebut, dampaknya bukan hanya pada lingkungan tetapi juga pada keselamatan seluruh rombongan. Jalur yang terlalu padat membuat perjalanan lebih lambat dan meningkatkan kemungkinan insiden kecil yang berpotensi lebih berbahaya.

Pada musim liburan atau akhir pekan panjang, kuota sering habis lebih cepat dari perkiraan karena tingginya minat pengunjung. Ketika situasi sudah tidak terkendali, penutupan jalur menjadi opsi untuk stabilisasi agar tekanan terhadap kawasan tidak semakin besar. Selain menjaga kondisi alam, kebijakan ini membantu memastikan pengalaman mendaki tetap teratur dan aman bagi pendaki yang telah berada di kawasan tersebut.

Penutupan jalur dibuat untuk menjaga keselamatan dan kondisi alam yang menjadi tujuan utama para pendaki. Meski terasa mengganggu rencana, keputusan itu justru memastikan tidak ada pendaki yang terjebak situasi berbahaya di tengah gunung. Dengan memahami alasan-alasan di balik kebijakan tersebut, kita bisa lebih siap menghadapi kemungkinan perubahan dan menjadikan keselamatan sebagai prioritas utama dalam setiap perjalanan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us

Latest in Travel

See More

4 Tips Memulai Pendakian di Pagi Hari biar Gak Berantakan

14 Des 2025, 18:50 WIBTravel