Benarkah Mobil Autonomous Rentan Diretas?

- Kompleksitas sistem membuka celah keamananMobil autonomous terdiri dari berbagai sistem digital yang rumit, memungkinkan celah keamanan yang dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab.
- Konektivitas tinggi jadi pedang bermata duaTingginya tingkat konektivitas mobil autonomous meningkatkan risiko peretasan dari jarak jauh dalam berbagai bentuk serangan siber.
- Bukti nyata dan upaya pencegahanKasus nyata pernah terjadi pada 2015, namun produsen otomotif kini terus meningkatkan lapisan keamanan digital untuk mencegah ancaman peretasan.
Perkembangan teknologi mobil autonomous atau mobil tanpa pengemudi dianggap sebagai salah satu inovasi terbesar di industri otomotif modern. Mobil ini mengandalkan sistem cerdas berbasis sensor, radar, kamera, GPS, hingga kecerdasan buatan (AI) untuk menggantikan peran manusia dalam mengemudi. Dengan kemampuan tersebut, banyak orang percaya bahwa mobil autonomous akan membuat perjalanan lebih aman, efisien, dan ramah lingkungan.
Namun di balik kecanggihannya, ada pertanyaan besar yang muncul: apakah mobil autonomous benar-benar aman dari ancaman peretasan? Sebab, sama seperti komputer atau perangkat pintar lain, mobil jenis ini juga bekerja dengan kode digital yang bisa menjadi target empuk bagi para peretas. Jika sistemnya dibobol, bukan hanya data yang terancam, tetapi juga keselamatan penumpang di dalamnya.
1. Kompleksitas sistem membuka celah keamanan

Mobil autonomous merupakan gabungan dari berbagai sistem digital yang rumit. Sensor LiDAR, radar, kamera, hingga GPS terhubung dalam satu jaringan yang diatur oleh ribuan baris kode program. Kompleksitas ini memang memungkinkan mobil membaca kondisi jalan, mengenali rambu lalu lintas, dan mengambil keputusan secara mandiri. Namun, semakin rumit sistemnya, semakin besar pula potensi celah keamanan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab.
Selain itu, mobil autonomous tidak berdiri sendiri. Banyak komponennya harus terus menerima pembaruan software, baik untuk meningkatkan performa maupun memperbaiki bug. Proses update ini sering kali dilakukan melalui koneksi internet, dan jika tidak diamankan dengan baik, bisa menjadi pintu masuk hacker.
2. Konektivitas tinggi jadi pedang bermata dua

Salah satu alasan mobil autonomous rawan diretas adalah tingginya tingkat konektivitas. Mobil jenis ini biasanya selalu terhubung ke jaringan internet untuk navigasi, komunikasi antar kendaraan (V2V), hingga integrasi dengan infrastruktur kota pintar (V2X). Dengan koneksi yang begitu terbuka, risiko peretasan dari jarak jauh menjadi nyata.
Serangan siber bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Hacker dapat mengambil alih kontrol kendaraan, seperti sistem kemudi atau rem, mengacaukan navigasi GPS, bahkan menyusup ke sistem hiburan untuk mencuri data pribadi pengguna. Ada pula skenario lebih ekstrem berupa ransomware, di mana mobil tidak bisa digunakan sampai pemilik membayar tebusan digital. Semua ini bukan sekadar teori, karena sejumlah peneliti keamanan siber sudah pernah mendemonstrasikan kemampuan meretas mobil modern.
3. Bukti nyata dan upaya pencegahan

Kasus nyata pernah terjadi pada 2015, ketika Jeep Cherokee berhasil diretas dari jarak jauh oleh peneliti keamanan. Wired melaporkan, para peneliti keamanan, terdiri atas Charlie Miller dan Chris Valasek, saat itu berhasil mengendalikan AC, radio, wiper, dan bahkan mematikan transmisi di Jeep Cherokee yang mereka retas. Bayangkan kamu berada di dalam mobil yang dikendalikan hacker!
Namun produsen otomotif kini tidak tinggal diam. Mereka terus meningkatkan lapisan keamanan digital, mulai dari enkripsi data, sistem autentikasi berlapis, hingga pembaruan software yang lebih aman. Beberapa perusahaan juga bekerja sama dengan pakar keamanan siber untuk menguji sistem mereka melalui simulasi serangan. Meski begitu, ancaman tetap ada karena peretas selalu mencari cara baru untuk menembus pertahanan.