Mobil Listrik vs Mobil Hidrogen: Mana Lebih Unggul?

- Mobil listrik dan mobil hidrogen menawarkan solusi ramah lingkungan tanpa emisi knalpot.
- Mobil listrik tergantung pada sumber listrik, sedangkan hidrogen masih diproduksi secara konvensional.
- Mobil listrik lebih unggul dari segi infrastruktur pengisian daya dan ketersediaan model.
Dunia otomotif sedang mengalami transformasi besar. Kesadaran terhadap perubahan iklim dan kebutuhan akan energi bersih membuat banyak produsen mobil berlomba menciptakan kendaraan yang ramah lingkungan.
Dua teknologi paling menonjol saat ini adalah mobil listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle atau BEV) dan mobil berbahan bakar hidrogen (Fuel Cell Electric Vehicle atau FCEV). Keduanya menawarkan solusi tanpa emisi dari knalpot, tetapi keduanya menempuh jalan yang sangat berbeda.
Mobil listrik menggunakan baterai yang diisi ulang dengan listrik dari sumber eksternal. Sementara itu, mobil hidrogen mengandalkan reaksi kimia dalam fuel cell untuk mengubah hidrogen menjadi listrik langsung di dalam kendaraan.
Hasil akhirnya sama: tenaga listrik untuk menggerakkan motor. Hanya saja prosesnya memberikan dampak lingkungan yang berbeda, tergantung dari sumber energi yang digunakan, efisiensi, dan infrastruktur yang tersedia.
Jadi, mana di antara keduanya yang lebih unggul?
1. Siapa lebih bersih?

Kalau dilihat dari knalpotnya saja, keduanya nol emisi. Namun, kalau ditelusuri ke hulu, perbedaannya mulai terlihat. Emisi dari mobil listrik sangat tergantung pada sumber listrik yang digunakan untuk mengisi dayanya. Jika listrik berasal dari energi terbarukan seperti matahari atau angin, maka emisi sangat rendah. Tapi jika listrik masih didominasi batu bara atau gas, maka secara tak langsung mobil ini tetap menyumbang emisi karbon.
Sementara itu, hidrogen juga punya tantangan serupa. Sebagian besar hidrogen saat ini dihasilkan melalui proses steam methane reforming yang menggunakan gas alam dan menghasilkan karbon dioksida. Proses ini dikenal sebagai gray hydrogen. Jika ingin benar-benar ramah lingkungan, hidrogen harus diproduksi lewat elektrolisis air menggunakan energi terbarukan, yang disebut green hydrogen. Sayangnya, proses ini masih mahal dan belum banyak digunakan secara massal.
Menurut laporan dari International Energy Agency (IEA), efisiensi mobil listrik dari sumber ke roda (well-to-wheel) bisa mencapai sekitar 70–80 persen, sedangkan untuk mobil hidrogen hanya sekitar 30–40 persen. Artinya, lebih banyak energi hilang di sepanjang proses konversi pada kendaraan hidrogen.
2. Pengisian Ulang: Siapa lebih praktis?

Pengisian daya menjadi faktor penting dalam penggunaan sehari-hari. Mobil listrik unggul karena bisa diisi di rumah, kantor, atau tempat umum dengan colokan biasa, walau waktu pengisian bisa memakan waktu beberapa jam jika tidak menggunakan fast charging. Infrastruktur pengisian cepat juga terus berkembang, terutama di negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok.
Sementara itu, keunggulan utama mobil hidrogen adalah kecepatan pengisian: hanya sekitar 3–5 menit seperti mobil bensin. Ini sangat ideal untuk kendaraan jarak jauh atau kendaraan berat seperti bus dan truk. Namun, stasiun pengisian hidrogen masih sangat langka dan mahal untuk dibangun. Di Jepang dan Korea Selatan, teknologi ini lebih maju, tapi di negara seperti Indonesia, bisa dibilang belum tersedia sama sekali.
Karena itu, untuk saat ini, mobil listrik masih jauh lebih unggul dari sisi ketersediaan infrastruktur.
3. Performa, biaya, dan varian model

Mobil listrik sudah tersedia dalam banyak pilihan, dari mobil kecil seperti Wuling Air EV sampai mobil performa tinggi seperti Tesla Model S atau Hyundai Ioniq 5 N. Akselerasi motor listrik yang instan membuat banyak mobil listrik terasa lebih cepat dari mobil konvensional.
Dari segi biaya operasional, mobil listrik juga lebih hemat karena tidak perlu ganti oli, punya lebih sedikit komponen bergerak, dan biaya per kWh listrik jauh lebih murah dibandingkan bensin atau hidrogen. Selain itu, banyak negara memberikan insentif pembelian seperti potongan pajak dan bebas ganjil-genap.
Mobil hidrogen, di sisi lain, masih terbatas modelnya. Contohnya adalah Toyota Mirai atau Hyundai Nexo, yang dipasarkan terbatas di beberapa negara saja. Harganya pun masih tinggi karena belum diproduksi massal, dan biaya isi ulang hidrogen bisa lebih mahal daripada listrik per kilometer.
5. Mobil listrik bukan rival mobil hidogren

Banyak analis industri percaya bahwa mobil listrik dan mobil hidrogen bukanlah rival mutlak, melainkan saling melengkapi. Mobil listrik cocok untuk penggunaan harian, jarak pendek-menengah, dan lingkungan urban. Sementara mobil hidrogen berpotensi besar di sektor kendaraan berat, logistik, dan jarak jauh, sebab waktu isi ulang lebih cepat dan jarak tempuh panjang lebih dibutuhkan.
Di masa depan, kunci utama adalah pengembangan infrastruktur dan transisi ke energi terbarukan. Baik listrik maupun hidrogen baru akan benar-benar ramah lingkungan jika didukung oleh sumber energi yang bersih. Pemerintah, industri, dan konsumen semua punya peran dalam membentuk ekosistem ini.