Reportase Jalur Pansela 2025: Cilacap-Pacitan

- Tim Jalan Pulang 2025 mengunjungi Masjid Agung Darussalam Cilacap dan Benteng Pendem
- Masjid Agung Darussalam Cilacap memiliki arsitektur kuno dan keunikan jumlah tiang serta bedug kuno
- Benteng Pendem adalah peninggalan Pemerintah Belanda dengan sejarah yang panjang, luas 10,5 hektare, dan terdapat banyak menjangan di dalamnya
Cilacap, IDN Times - Pada hari keempat, Tim Jalan Pulang 2025 bergerak dari Cilacap di Jawa Tengah menuju Pacitan di Jawa Timur. Tim berangkat sekitar pukul 09.00 WIB dan langsung memacu Chery Tiggo 8 untuk menuju Alun-Alun Cilacap untuk mengunjungi Masjid Agung Darussalam yang ikonik.
Selain menjadi lokasi keberadaan Masjid Agung Darussalam, Alun-Alun Cilacap juga menjadi tempat berdirinya Kantor Bupati Cilacap dan juga Lapas Kelas IIB. Tak mengherankan jika kemudian Alun-Alun Cilacap jadi salah satu lokasi favorit masyarakat di sana untuk berkumpul dan nongkrong bersama keluarga atau teman-teman.
Selain Masjid Agung Darussalam, kami juga mengujungi Benteng Pendem, salah satu peninggalan Pemerintahan Hinda Belanda yang penuh sejarah. Seperti apa lika-liku perjalanan ini? Yuk, simak artikel berikut!
1. Masjid Agung Darussalam dibangun oleh keturunan Sunan Kalijaga

Saat melihat arsitektur Masjid Agung Darussalam Cilacap, Tim Jalan Pulang 2025 langsung teringat dengan Masjid Agung Demak lantaran desain eksteriornya yang hampir mirip.
Kemiripan Masjid Agung Darussalam Cilacap dan Masjid Agung Demak dapat dilihat dari bentuk atapnya. Hal itu terjadi lantaran pendiri Masjid Agung Darussalam Cilacap merupakan cucu sekaligus murid dari Sunan Kalijaga yang mendirikan Masjid Agung Demak.
Berdiri sejak dua abad lalu, Masjid Agung Darussalam Cilacap masih berdiri kukuh di Alun-Alun Cilacap lewat banyaknya proses rehabilitasi dan renovasi yang dilakukan pengurus.
Masuk ke dalam masjid, Tim Jalan Pulang 2025 merasakan suasana nyaman dan sejuk lantaran sirkulasi udaranya yang begitu baik. Di sisi lain, Masjid Agung Darussalam Cilacap juga punya keunikan dari jumlah tiang lebih banyak dari masjid pada umumnya.
Jika pada masjid biasa terdapat empat tiang saka guru, maka Masjid Agung Darussalam Cilacap memiliki total 36 tiang yang menopangnya. Keunikan lainnya adalah keberadaan bedug kuno yang memiliki tulisan 1776. Adapun 1776 menunjukkan tahun awal pembangunan masjid yang kini telah menjadi cagar budaya Cilacap.
2. Napak tilas jejak pemerintahan Hindia Belanda di Benteng Pendem

Setelah puas menikmati arsitektur Masjid Agung Darussalam Cilacap, Tim Jalan Pulang 2025 kembali memacu Chery Tiggo8 yang memiliki mesin bensin 1.6 TGDI dengan keluaran tenaga maksimum 186 PS dan torsi 290 Nm untuk berpindah ke destinasi berikutnya, yakni Benteng Pendem.
Benteng Pendem hanya berjarak 3,5 kilometer atau sekitar 7 menit dari Masjid Agung Darussalam yang ada di Alun-Alun Cilacap. Benteng Pendem sendiri berlokasi di kawasan Pantai Teluk Penyu Cilacap.
Benteng Pendem merupakan peninggalan Pemerintah Belanda saat berkuasa di Indonesia. Benteng Pendem dikenal memiliki peran penting bagi Pemerintah Belanda saat melawan Jepang.
Benteng Pendem memiliki nama asli Kusbatterij Op De lantong Te Tjilatjap yang artinya tempat pertahanan pantai di atas tanah menjorok ke laut menyerupai bentuk lidah. Tentara Kerajaan Belanda membangun benteng ini pada tahun 1861-1879.
Tujuan pembangunan Benteng Pendem adalah untuk perlindungan di bagian selatan Jawa. Selain itu, Cilacap dipandang sangat strategis untuk pendaratan dan memiliki perlindungan alami yaitu Pulau Nusa Kambangan. Saat penjajah Jepang datang ke Indonesia, mereka berhasil menguasai Benteng Pendem pada 1942 hingga 1945. Setelah Jepang dikalahkan sekutu, Benteng Pendem kembali dikuasai tentara Hindia Belanda (KNIL) hingga 1950.
Pasukan Benteng Loreng dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) pernah menggunakan Benteng Pendem sebagai markasnya pada 1952 hingga 1965. Selain itu, Pasukan RPKAD yang kini bernama KOPASSUS pernah juga memanfaatkan lokasi benteng sebagai tempat latihan lintas hutan, gunung, rawa, dan laut. Dari tahun 1965 hingga 1986, Benteng Pendem tidak digunakan lagi sehingga tak terawat.
Pada November 1986, seorang warga bernama Adi Wardoyo menggali lingkungan benteng yang sempat tertimbun tanah akibat pergesekan dan pergeseran lapisan bumi. Masyarakat setempat kemudian membantu menata kawasan benteng yang sudah digali. Benteng ini kemudian diberi nama Benteng Pendem karena sebagian bangunan tertimbun tanah (pendem). Benteng Pendem resmi dapat dikunjungi pada 28 April 1987.
Benteng Pendem bersebelahan dengan tangki-tangki penampungan minyak Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap. Benteng yang memiliki luas 6,5 hektare ini juga berdiri tak jauh dari Pantai Teluk Penyu. Sehingga, selain bisa menikmati bangunan benteng, kami juga bisa bersantai di tepi pantai.
Daya tarik lain dari Benteng Pendem adalah keberadaan menjangan yang berkeliaran secara bebas di dalamnya. Pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan mereka dengan cara memberikan makan. Oleh karena itu, ada baiknya pengunjung membawa sayuran seperti wortel untuk memberi makan menjangan ketika berada di Benteng Pendem.
Untuk masuk ke Benteng Pendem, pengunjung hanya dikenakan biaya Rp 7.500 per orang. Jangan lupa untuk membawa uang tunai atau cash yang cukup ya sebelum berkunjung ke Benteng Pendem. Benteng Pendem buka dari jam 08.00 hingga 18.00 WIB.
3. Perjalanan Cilacap-Pacitan

Kunjungan ke Benteng Pendem mengakhiri eksplorasi Tim Jalan Pulang 2025 di Cilacap. Selanjutnya, sekitar pukul 13.00 WIB, Tim Jalan Pulang 2025 melanjutkan perjalanan menggunakan Chery Tiggo8 untuk menuju Pacitan, Jawa Timur.
Jalan Pantai Selatan Jawa dari Cilacap menuju Pacitan relatif mulus dan tidak banyak ditemui lubang. Kondisi Jalan Daendels yang menjadi bagian Pantai Selatan Jawa juga relatif mulus, tetapi begitu masuk wilayah Brosot-Ngantakrejo, ada banyak lubang dan tambalan, sehingga diperlukan kewaspadaan ekstra ketika melintasinya.
Saran kami, usahakan mengisi bahan bakar di SPBU yang berada di Jalan Daendels. Sebab di wilayah ini terdapat beberapa SPBU Pertamina besar, seperti SPBU Tegalretno yang berlokasi di kanan jalan dan SPBU Daendels di kiri jalan. Mengisi bahan bakar sangat penting karena ketersediaan SPBU di Jalur Pansela tidak sebanyak di Jalur Pantura.
Tim Jalan Pulang 2025 tiba di Bantul, Jawa Tengah, ketika hari telah gelap. Hal itu menjadi tantangan yang lumayan besar karena mesti melewati Jalan Panggang-Parangtritis yang agak sempit dan minim pencahayaan serta minim keberadaan mata kucing.
Namun, begitu masuk Jalan Raya Panggang Wonosari-Legundi-Saptosari, jalan jadi lebar dan memiliki marka yang jelas sehingga sedikit memudahkan Tim Jalan Pulang 2025 melintas di tengah pencahayaan yang masih minim.
Tim Jalan Pulang 2025 tidak menemukan SPBU besar di sepanjang perjalanan dari Bantul menuju Pacitan. Namun ada beberapa Pertashop, salah satunya di Girimulyo, Gunungkidul, yang bisa dijadikan tempat untuk mengisi bensin.
Oleh karena itu, ada baiknya bagi para pemudik yang ingin mencapai Pacitan via Jalur Pansela untuk terlebih dahulu mengisi bensin secara full di area sebelum Bantul. Selain itu, penting bagi pemudik untuk selalu menyediakan uang cash atau tunai untuk kebutuhan beli bensin, makan, dan lainnya selama perjalanan menuju Pacitan dari Bantul via Jalur Pansela.
Program Jalan Pulang IDN Times kali ini bertujuan mengeksplorasi Pantai Selatan (Pansela) untuk mereportase jalur mudik 2025, mulai dari kondisi jalan, keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), rest area, hingga titik-titik rawan yang ada di sepanjang perjalanan menuju Banyuwangi. Tahun ini kami menyusuri jalur Pansela dari Anyer menuju Banyuwangi selama 12 hari, sejak 28 Januari hingga 8 Februari 2025.
Program Jalan Pulang 2025 Anyer-Banyuwangi via Pansela ini dipersembahkan oleh Pertamina, Energizing You."