5 Bulan Berturut RI Deflasi akibat Daya Beli Kelas Menengah Turun?

- Deflasi mencapai 0,12 persen pada September 2024, terendah sepanjang tahun
- Terakhir kali deflasi lebih dari tiga bulan berturut-turut terjadi pada 1999 setelah krisis keuangan di Asia
Jakarta, IDN Times - Indonesia mencatatkan deflasi selama lima bulan berturut-turut. Pada September 2024, deflasi mencapai 0,12 persen secara bulanan alias month-to-month (mtm).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi pada September merupakan yang terdalam sepanjang 2024. Jika dirunut, pada Mei 2024 terjadi deflasi sebesar 0,03 persen, kemudian Juni 0,08 persen, Agustus 0,03 persen, dan September 0,12 persen.
1. RI alami deflasi lebih dari 3 bulan berturut-turut terakhir kali pada 1999

Secara historis, terakhir kali Indonesia mengalami deflasi lebih dari tiga bulan berturut-turut ialah pada 1999, setelah krisis keuangan di Asia.
“Pada tahun 1999, setelah krisis finansial Asia, Indonesia pernah mengalami deflasi 7 bulan berturut-turut selama bulan Maret 1999 sampai September 1999 akibat dari penurunan harga beberapa barang pada saat itu, setelah diterpa inflasi yang tinggi,” kata Plt Kepala BPS, Amalia Widyasanti dalam konferensi pers, Selasa (1/10/2024).
Namun, deflasi selama 2-3 bulan berturut-turut pernah terjadi pada Desember 2008-Januari 2009, dan Juli-September 2020.
“Kalau kita melihat deflasi yang berturut-turut selama lima bulan di tahun ini, tentunya kita bisa mencermati secara jelas faktor yang mempengaruhi deflasi atau penurunan harga. Jadi deflasi itu dibentuk karena adanya harga yang turun,” ucap Amalia.
2. Kaitannya dengan penurunan kelas menengah

Menurut Amalia, jika deflasi lima bulan berturut-turut ini dikaitkan dengan penurunan kelas menengah, maka BPS harus melakukan studi lebih lanjut.
“Ini perlu studi yang lebih lanjut. Karena untuk menentukan apakah ada penurunan daya beli, kita harus melihat berbagai aspek, tak hanya inflasi,” tutur Amalia.
3. Konsumsi kelas menengah turun sejak 2018

Sebelumnya, Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengungkapkan penurunan konsumsi dari kelompok kelas menengah mulai terjadi sejak 2018.
Kondisi ini pun dikhawatirkan bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi karena peranan dari kelompok ini cukup besar terhadap PDB.
"Porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9 persen pada periode yang sama. Penurunan tersebut menunjukkan berkurangnya konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli," tulis LPEM UI dalam laporannya, dikutip Sabtu (31/8).
Sementara itu, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah pada 2023 sebesar 82,3 persen dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia.
"Calon kelas menengah menyumbang 45,5 persen, dan kelas menengah menyumbang 36,8 persen. Ini menandai peningkatan dari tahun 2014, di mana kelompok-kelompok ini masing-masing menyumbang 41,8 persen dan 34,7 persen dari konsumsi. Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir," tulis laporan tersebut.
Tren tersebut mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4 persen pada 2018.