Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Faktor Psikologis Marketing yang Bisa Membuatmu Tertarik Belanja

ilustrasi belanja sepatu (pexels.com/MART PRODUCTION)

Mungkin kamu pernah mengalami tiba-tiba merasa ingin membeli sesuatu padahal sebelumnya gak ada niatan sama sekali? Atau mungkin kamu lebih memilih satu merek dibanding merek lainnya tanpa alasan yang jelas? Nah, ini semua bisa jadi karena faktor psikologis dalam marketing, lho.

Para pemasar tahu betul bahwa perilaku belanja seseorang enggak cuma dipengaruhi oleh harga atau kualitas produk, tapi juga oleh faktor psikologi yang lebih dalam. Dengan memahami bagaimana pikiran dan emosi konsumen bekerja, brand bisa merancang strategi pemasaran yang lebih efektif.

Bukan cuma tentang iklan yang menarik, tapi juga bagaimana produk tersebut bisa sesuai dengan kebutuhan psikologismu. Yuk, kita bahas tujuh faktor psikologis yang bikin kamu tertarik belanja!

1. Motivasi

ilustrasi belanja furnitur (pexels.com/Antoni Shkraba)

Motivasi adalah salah satu faktor utama yang membuat seseorang mengambil keputusan pembelian. Setiap orang punya kebutuhan dan keinginan yang berbeda, dan ketika sebuah produk bisa memenuhi motivasi ini, kemungkinan besar produk tersebut akan dibeli.

Menurut teori Hierarki Kebutuhan Maslow, ada lima tingkatan kebutuhan manusia, mulai dari yang paling dasar seperti makanan dan tempat tinggal, hingga kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Kalau sebuah produk bisa menyentuh salah satu dari kebutuhan ini, maka kemungkinan besar orang akan lebih tertarik membelinya.

2. Pembelajaran

ilustrasi toko skincare (pexels.com/RDNE Stock project)

Saat hendak membeli sesuatu, biasanya kamu gak asal pilih, kan? Kamu mungkin mencari review, membaca pengalaman orang lain, atau bahkan mencoba sendiri produk tersebut. Ini disebut dengan proses pembelajaran dalam psikologi konsumen.

Brand yang bisa memberikan edukasi tentang produknya dengan cara yang menarik dan informatif biasanya lebih mudah mendapatkan perhatian. Contohnya, banyak brand skincare yang menggunakan metode ini dengan memberikan edukasi tentang cara perawatan kulit sebelum menawarkan produk mereka.

3. Penguatan (reinforcement)

ilustrasi penjual dan pembeli di toko (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kalau kamu pernah membeli produk dari suatu brand dan merasa puas, besar kemungkinan kamu akan membeli lagi di lain waktu. Ini karena adanya proses penguatan atau reinforcement.

Sebaliknya, kalau pengalamanmu buruk, kamu mungkin gak akan mau beli lagi. Oleh karena itu, brand harus memastikan bahwa pengalaman konsumennya selalu positif, misalnya dengan memberikan pelayanan pelanggan yang baik atau menawarkan garansi untuk meningkatkan kepercayaan.

4. Sosialisasi

ilustrasi influencer (pexels.com/Kaboompics.com)

Kebiasaan dan pola pikir seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Teman, keluarga, dan bahkan influencer di media sosial bisa sangat berpengaruh terhadap keputusan belanja seseorang.

Makanya, banyak brand menggandeng influencer atau selebriti untuk mempromosikan produknya. Ketika seseorang melihat banyak orang di sekitarnya menggunakan produk tertentu, ia akan lebih tertarik untuk mencoba.

5. Modeling

ilustrasi belanja pakaian (pexels.com/Arina Krasnikova)

Modeling adalah ketika seseorang meniru perilaku orang lain yang mereka kagumi. Dalam dunia marketing, ini sering terlihat dalam endorsement oleh tokoh terkenal.

Misalnya, kalau kamu melihat atlet favoritmu memakai sepatu dari brand tertentu, kemungkinan besar kamu juga ingin memilikinya. Strategi ini sering digunakan dalam industri fashion, teknologi, hingga makanan dan minuman.

6. Persepsi

ilustrasi packaging produk (pexels.com/Kaboompics.com)

Setiap orang punya cara sendiri dalam memandang suatu produk. Ada yang melihat produk sebagai barang mewah, sementara yang lain menganggapnya biasa saja.

Persepsi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk branding, packaging, dan cara produk itu dipromosikan. Sebuah produk bisa tampak lebih premium hanya karena desain kemasannya yang eksklusif, padahal kualitasnya bisa saja sama dengan produk lain yang lebih murah.

7. Sikap dan kepercayaan

ilustrasi beli mobil (pexels.com/Antoni Shkraba)

Sikap dan kepercayaan yang sudah terbentuk di benak seseorang juga sangat berpengaruh terhadap keputusan belanja. Kalau seseorang percaya bahwa suatu brand selalu mengutamakan kualitas, maka ia cenderung lebih setia pada brand tersebut.

Namun, kalau ada pengalaman buruk atau berita negatif tentang brand itu, sikap konsumen bisa langsung berubah. Oleh karena itu, brand harus selalu menjaga reputasinya agar tetap dipercaya oleh konsumennya.

Marketing bukan hanya soal menawarkan produk, tapi juga memahami psikologi konsumen. Dengan mengetahui apa yang memotivasi seseorang untuk membeli, bagaimana mereka belajar tentang produk, serta faktor sosial dan emosional yang memengaruhi keputusan mereka, brand bisa membuat strategi yang lebih efektif.

Jadi, lain kali saat kamu merasa "kok tiba-tiba pengen beli ini, ya?", coba ingat kembali tujuh faktor psikologis ini. Bisa jadi, kamu sedang terpengaruh strategi marketing yang dirancang dengan sangat baik!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Milawati .
EditorMilawati .
Follow Us