Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Airlangga: Produk Tekstil dan Alas Kaki Masih Bisa Dinegosiasi ke AS

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional di Menara Mandiri . (Dok/Istimewa).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional di Menara Mandiri . (Dok/Istimewa).
Intinya sih...
  • Komoditas alas kaki dan pakaian masih bisa dinegosiasikan dengan AS untuk turunkan tarif impor sebesar 32 persen.
  • Nike dan perusahaan besar lainnya meminta pertemuan daring dengan pemerintah Indonesia untuk membahas tarif impor.

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato menyatakan, komoditas alas kaki dan pakaian masih bisa dinegosiasikan dengan Amerika Serikat (AS). Ini berkenaan dengan kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

Dengan demikian harapannya tarif impor terhadap berbagai produk Indonesia yang diekspor ke AS bisa turun dari yang telah ditetapkan Trump ke Indonesia sebesar 32 persen. 
 
“Pakaian dan alas kaki, ini bukan sesuatu yang strategis bagi Amerika. Jadi masih terbuka ruang untuk negosiasi,” ungkap Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025). 

1. Perusahaan Nike ajak komunikasi dengan pemerintah

ilustrasi pabrik tekstil (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi pabrik tekstil (pexels.com/Pixabay)

Menurutnya, sejumlah perusahaan besar seperti Nike disebut telah meminta pertemuan daring dengan pemerintah Indonesia. 

“Kemarin Nike dan beberapa perusahaan sudah minta untuk Zoom langsung dengan kami. Kami akan respons,” tutur Airlangga.

Ada peluang bagi Indonesia untuk mengambil alih pangsa pasar dari negara pesaing seperti China, Vietnam, Kamboja, dan Bangladesh. Sebab, tarif yang dikenakan AS ke negara-negara tersebut lebih tinggi dibanding Indonesia.
 
“Vietnam lebih tinggi, jadi ada alasan kita replace. Dengan tawaran kita, ini jadi peluang dan harus cepat tingkatkan kapasitas dan efisiensi,” ujarnya.

2. Furnitur tidak kena tarif impor 32 persen

Ilustrasi tanaman di meja makan (freepik.com/4595886)
Ilustrasi tanaman di meja makan (freepik.com/4595886)

Selain itu, ia menjelaskan, ada sejumlah komoditas tidak akan terkena tarif impor timbal balik atau resiprokal sebesar 32 persen dari AS. Airlangga menyebuut, furnitur masuk pengecualian dari kebijakan Presiden AS Donald Trump lantaran AS masih membutuhkan pasar alternatif untuk pasokan komoditas tersebut.

"Furnitur tidak dikenakan tarif tinggi karena timber (kayu) AS sedang perang dengan Kanada sehingga butuh sumber alternatif," kata Airlangga.

Selain furnitur, komoditas RI yang tak terkena kebijakan tarif Trump adalah emas dan tembaga. Alasan ketiga komoditas tersebut dikecualikan dari tarif resiprokal karena perusahaan AS juga memiliki produksi tembaga dan emas di Indonesia. Sementara untuk furnitur karena mereka harus mencari alternatif sumber baku lain selain dari Kanada.

"Kenapa dikecualikan? karena timber (kayo) mereka sedang perang dengan Kanada, jadi mereka cari alternatif lain dan juga copper dan gold karena mereka juga ada produksi di Indonesia," ucapnya. 

3. Indikator ekonomi RI tetap sehat meski ada guncangan

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, Airlangga memastikan berbagai indikator ekonomi Indonesia tetap sehat meskipun ada guncangan akibat kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump. Kendati demikian, Airlangga tidak menampik penetapan tarif impor ini meningkatkan ketidakpastian global, yang berpotensi memicu resesi di berbagai negara.

"Pengumuman penetapan tarif oleh Trump langsung memicu lonjakan ketidakpastian ekonomi, yang pada puncaknya menyebabkan peningkatan probabilitas resesi," ujarnya.

Sementara itu, probabilitas Indonesia untuk mengalami resesi hanya sebesar 5 persen akibat ketidakpastian kebijakan perdagangan ini, sementara probabilitas resesi di AS mencapai 60 persen.

"Probabilitas Indonesia untuk masuk resesi relatif rendah, hanya 5 persen, meskipun ketidakpastian kebijakan perdagangan cukup tinggi. Ini menyebabkan gejolak pasar keuangan di Indonesia, dengan pelemahan di pasar negara berkembang dan gangguan pada rantai pasok global akibat tarif balasan China," tuturnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us