Aturan Impor Sebabkan Pelaku Industri Manufaktur Kehilangan Pesanan

Jakarta, IDN Times - Pelaku industri dalam negeri mulai kehilangan pesanan karena pasar domestik mengalihkan pesanannya ke barang impor.
Kondisi ini terjadi imbas aturan impor terbaru Peraturan Menteri Perdagangan (Permenda) Nomor 8 Tahun 2024 yang berdampak negatif bagi pelaku industri dalam negeri.
1. Permendag lebih ramah ke importir

Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Solihin Sofian menilai Permendag 36/2023 sudah sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri karena merupakan wujud perlindungan investasi dalam negeri, dan mengutamakan perlindungan produsen dalam negeri.
Sayangnya aturan yang dinilai menguatkan industri dalam negeri tersebut digantikan oleh Permendag 8/2024 yang lebih ramah pada importir.
“Pembatasan impor yang diatur pada Permendag 36/2023 yang dihapuskan itu dilakukan atas kemampuan kapasitas produksi nasional dan konsumsi nasional. Dalam aturan tersebut tidak dilakukan pembatasan pada impor bahan baku, bahan setengah jadi dan produk premium atau high tech yang belum bisa atau belum diproduksi di Indonesia,” tutur Solihin dalam keterangannya, Sabtu (15/6/2024).
2. Ada 3 dampak langsung akibat tidak diwajibkannya pertek dari Kemenperin

Dari kacamata pelaku industri, setidaknya Solihin melihat ada tiga dampak negatif langsung dari pencabutan keharusan adanya pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian dalam kegiatan impor.
Pertama, tak ada lagi perlindungan terhadap investasi dalam negeri, terutama pada produk lokal brand nasional. Kedua, akan terjadi penurunan kapasitas produksi nasional karena pasar diisi oleh produk impor. Ketiga, akibat penurunan kapasitas produksi nasional maka dikhawatirkan akan diikuti pengurangan lapangan kerja baik sektor formal maupun informal.
3. Relaksasi impor beri beban tambahan bagi sektor industri kosmetika

Solihin juga menilai solusi yang diambil Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Keuangan dan Bea Cukai adalah bentuk kepanikan sesaat dan mengambil solusi yang instan tanpa mempertimbangkan secara baik baik dari sisi industri dalam negeri.
Kondisi relaksasi impor saat ini juga ibaratnya memberi beban lebih besar pada sektor industri kosmetika. Karena dengan aturan yang cukup ketat saja gempuran produk impor sangat masif yang masuk baik melalui jalur legal maupun jalur ilegal.
"Hal ini harus dilihat dan dikaji berapa besar dampak nilai yang diakibatkan dengan langkah pelepasan puluhan ribu konatiner yang tertahan itu. Apa sebenarnya isi muatan yang ada di kontainer tertahan? Apakah itu bahan baku atau produk jadi? Coba bayangkan, dari 27 ribu kontainer yang dilepaskan itu, ada berapa persen yang merupakan produk jadi kosmetik? dan ada berapa persen produk jadi sektor lain?" jelas Solihin.
4. Permendag 8/2024 langsung berdampak negatif ke industri garmen

Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman menilai ketika Permendag 8/2024 diberlakukan, dampaknya langsung instan ke industri kecil menengah (IKM) garmen. Para penjual online atau reseller yang selama ini bekerja sama dengan IKM garmen langsung menyetop kerja samanya, dan mengalihkan pesanannya ke impor.
"Kalau Permendag 8/2024 tidak bisa diubah, maka siap-siap angka pengangguran di Indonesia akan semakin banyak. Dengan kebijakan tersebut, saya yakin IKM garmen akan mati," sesal Nandi.
Dengan begitu, ia berharap pemerintah konsisten melindungi industri dalam negeri karena kondisi industri ini sangat memprihatinkan.
"IKM garmen saat ini sudah terdampak, 20 persen IKM sudah tutup. Seandainya Permendag 8/2024 tidak bisa diubah, saya prediksi 70 persen IKM garmen akan tutup. IKM garmen babak belur," tutup Nandi.