Bank Nasional Siapkan Relaksasi Kredit ke Debitur Korban Banjir Sumatra

- Perbankan memberikan keringanan kepada debitur terdampak bencana
- Kebijakan stimulus diperlukan untuk pemulihan ekonomi UMKM
- Pentingnya mengembalikan aktivitas ekonomi di tingkat akar rumput pasca bencana
Jakarta, IDN Times - Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) membuka peluang untuk melakukan hapus tagih maupun hapus buku bagi nasabah yang terdampak bencana banjir di sejumlah wilayah di Sumatra dan Aceh. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dan perbankan dalam meringankan beban masyarakat terdampak, sekaligus menjaga stabilitas sistem perbankan dan rasio kredit macet tetap terkendali.
Ketua Umum Perbanas, Hery Gunardi, mengatakan saat ini pemerintah dan perbankan penyalur KUR, baik di pusat maupun daerah, tengah mendata jumlah penerima yang terdampak bencana. Pendataan tidak hanya mencakup KUR, tetapi juga jenis lainnya, termasuk kredit konsumtif dan KPR (Kredit Pemilikan Rumah).
"Nah posisi kami sekarang itu adalah sedang mengumpulkan data mana yang benar-benar terdampak. Jadi, artinya usahanya benar-benar enggak bisa jalan lagi, kena banjir, tokonya hilang lah, atau usahanya hanyut gitu dibawa air. Tentunya perbankan punya cara lah untuk tidak memberatkan debiturnya," kata Hery dalam Konferensi Pers Perbanas, di Jakarta, Rabu, (10/12/2025).
1. Perbankan memiliki mekanisme khusus untuk ringankan beban nasabah saat bencana

Hery menyatakan pihak terkait saat ini sedang memastikan kondisi usaha serta aset nasabah di lapangan. Pendataan dilakukan untuk menentukan mekanisme paling tepat dalam meringankan beban nasabah.
Artinya, usaha nasabah benar-benar tidak dapat berjalan lagi karena banjir, tokonya hilang, atau terbawa arus. Perbankan akan menyesuaikan langkah agar tidak memberatkan debiturnya.
Menurut Hery, perbankan memiliki mekanisme khusus untuk meringankan beban debitur yang kehilangan usaha atau aset akibat bencana. Langkah konkret seperti hapus buku, hapus tagih, atau restrukturisasi kredit baru, akan ditetapkan setelah seluruh data debitur terdampak terkumpul dan dianalisis secara menyeluruh.
"Apakah nantinya itu hapus tagih atau buku, kami akan menyesuaikan seperti yang sebelumnya dilakukan. Untuk nasabah yang masih bisa menjalankan usaha, restrukturisasinya akan kami tinjau lebih lanjut sesuai kondisi masing-masing. Itu posisinya saat ini," ucap Hery.
Pemberian keringanan ini sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus terhadap Debitur Terdampak Bencana Alam maupun Non-Alam. Proses identifikasi tidak hanya mencakup UMKM, tetapi juga sektor lain, termasuk petani.
2. Perlu kebijakan stimulus untuk UMKM

Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Mukhamad Misbakhun, menyoroti bencana alam tidak hanya meninggalkan kerusakan infrastruktur fisik, tetapi juga melumpuhkan sendi-sendi perekonomian rakyat.
Oleh karena itu, dia mendorong adanya sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, serta otoritas terkait seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam merumuskan kebijakan stimulus yang tepat sasaran bagi wilayah terdampak.
"Pemulihan pasca-bencana tidak bisa hanya dimaknai terbatas pada rekonstruksi fisik bangunan semata, tetapi harus menyentuh langsung pada upaya menghidupkan kembali jantung perekonomian rakyat," ujarnya.
3. Perlu kembalikan denyut nadi aktivitas ekonomi di tingkat akar rumput

Politisi Partai Golkar ini menegaskan prioritas utama sekarang adalah mengembalikan denyut nadi aktivitas ekonomi di tingkat akar rumput. Dia mencontohkan pentingnya segera memulihkan fungsi pasar-pasar tradisional, memastikan kelancaran jalur distribusi logistik, serta memberikan sejumlah pelonggaran bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang usahanya terhenti akibat bencana.
Terkait hal ini, Misbakhun meminta OJK dan pihak perbankan untuk segera mengkaji kemungkinan penerapan relaksasi kredit atau restrukturisasi utang bagi debitur yang terdampak langsung oleh bencana di Sumatra. Pulau Sumatra secara keseluruhan menyumbang 22,4 persen bagi PDB nasional, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9 persen pada Triwulan III 2025.
Lebih lanjut, Misbakhun memastikan Komisi XI DPR RI, yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, dan perbankan, akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat terhadap realisasi anggaran dan program pemulihan tersebut. Ia mengingatkan kementerian dan lembaga terkait agar memangkas hambatan birokrasi yang berpotensi memperlambat penyaluran bantuan, mengingat kondisi di lapangan membutuhkan respons yang bersifat segera.


















