Boeing Tunda Pengiriman 777X hingga 2027, Rugi Rp82,9 Triliun

- Boeing menunda pengiriman jet 777X hingga 2027.
- Penundaan tersebut menyebabkan kerugian hampir 5 miliar dolar AS (Rp82,9 triliun) dan beban biaya tambahan atas penundaan sertifikasi dan produksi pesawat.
- Persaingan ketat dengan Airbus di pasar pesawat widebody internasional.
Jakarta, IDN Times - Boeing mengumumkan penundaan pengiriman perdana jet 777X hingga 2027. Keputusan pada Rabu (29/10/2025) ini, sekaligus menimbulkan kerugian hampir 5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) (Rp82,9 triliun). Hal itu menjadi pukulan berat untuk perusahaan aerospace asal AS tersebut.
Penundaan ini menambah beban berat bagi Boeing yang sudah menghadapi berbagai tantangan dalam proses sertifikasi dan produksi. Hal ini juga memberi kesempatan kepada pesaing utama mereka, Airbus, untuk mengambil keuntungan di pasar pesawat widebody internasional.
1. Penundaan pengiriman jet 777X dan dampaknya
Boeing resmi mengumumkan penundaan pengiriman pertama jet 777X dari jadwal awal tahun 2026 ke tahun 2027. Penundaan ini berarti pesawat tersebut telah tertunda selama tujuh tahun dari jadwal awal yang dipatok sejak program diluncurkan tahun 2013.
"Meskipun kami kecewa dengan penundaan jadwal 777X, pesawat ini terus menunjukkan performa baik dalam uji terbang. Kami tetap fokus menyelesaikan program pengembangan dan menstabilkan operasi agar perusahaan dapat pulih sepenuhnya dan membangun kembali kepercayaan pemangku kepentingan," kata Kelly Ortberg, Presiden dan CEO Boeing, dilansir The National News.
Penundaan ini berdampak besar terhadap pelanggan utama Boeing, seperti maskapai Emirates yang telah memesan 170 unit 777-9 dan 35 unit 777-8.
“Seandainya kami menerima pesawat tepat waktu, saat ini kami sudah mengoperasikan 80 unit 777-9," ujar Ketua Emirates, Tim Clark.
2. Beban biaya dan kerugian finansial atas penundaan
Boeing mengakui kerugian sebesar hampir 5 miliar dolar AS (Rp82,9 triliun) yang berkaitan dengan penundaan program 777X. Angka ini menjadi beban tambahan atas biaya yang sudah mencapai lebih dari 15 miliar dolar AS (Rp248,8 triliun) akibat penundaan sertifikasi dan produksi pesawat tersebut.
"Beban biaya ini lebih besar dari perkiraan awal antara 2 miliar dolar AS (Rp33,1 triliun) hingga 4 miliar dolar AS (Rp66,3 triliun). Meskipun tidak akan menghancurkan finansial Boeing yang berutang besar, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah akan ada kejutan lain menyusul," kata Richard Aboulafia, Managing Director AeroDynamic Advisory, dilansir Journal Record.
Kerugian tersebut juga termasuk denda kepada pelanggan akibat keterlambatan pengiriman. Hal ini menambah tekanan finansial dan melemahkan posisi Boeing di tengah persaingan ketat dengan Airbus.
3. Persaingan dengan Airbus dan prospek pasar
Pada 2025, Boeing dan Airbus bersaing ketat di pasar pesawat widebody, segmen penting untuk penerbangan jarak jauh. Airbus dengan model A350-nya mendapatkan momentum saat Boeing tertahan oleh penundaan 777X.
Dalam menghadapi penundaan, Boeing berusaha menstabilkan operasi dan meningkatkan produksi, sementara Airbus memanfaatkan peluang di pasar yang sedang tumbuh akibat lonjakan perjalanan internasional, memperkuat posisi A350 sebagai pesaing utama 777X.
"Kita masih memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk memenuhi standar sertifikasi. Fokus utama kami adalah memastikan program ini selesai dengan baik dan mempertahankan reputasi perusahaan," ujar Kelly Ortberg.


















