Bos BI Wanti-Wanti Ketidakpastian Global Masih Meningkat

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengungkapkan ketidakmerataan atau divergensi pertumbuhan ekonomi global masih berlanjut di tahun ini. Hal ini sejalan dengan meningkatnya ketidakpasian global.
Perry melihat ketidakpastian pasar keuangan global tinggi dipengaruhi kebijakan tarif impor AS yang lebih cepat dan lebih luas dari perkiraan semula serta arah kebijakan moneter The Fed. Dengan risiko ini, dia mengingatkan perlunya penguatan respons kebijakan dari dalam negeri guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Ketidakpastian global yang tetap tinggi ini terus memerlukan penguatan respons kebijakan yang terus ditingkatkan sehingga dapat dimitigasi dampak rambatannya untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," papar Perry.
1. Perekonomian AS diperkirakan tetap kuat ditopang konsumsi rumah tangga

Ia menegaskan perekonomian Amerika Serikat (AS) diperkirakan tetap kuat ditopang oleh konsumsi rumah tangga seiring upah dan produktivitas yang tinggi serta perbaikan investasi.
Sementara itu, ekonomi Eropa, China, dan Jepang masih lemah dipengaruhi permintaan domestik yang belum kuat serta kinerja eksternal yang menurun sejalan dengan perekonomian global yang melambat dan dampak dari implementasi kenaikan tarif impor oleh AS. Ekspansi ekonomi India juga tertahan akibat proses konsolidasi fiskal dan investasi yang belum kuat.
"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan sebesar 3,2 persen," jelasnya.
2. Ekspektasi penurunan The Fed lebih terbatas

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS yang tinggi berdampak pada ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih terbatas.
Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, meskipun sedikit menurun akibat meningkatnya permintaan investor global terhadap US Treasury.
"Perkembangan tersebut menyebabkan besarnya preferensi investor global untuk menempatkan portofolionya ke AS. Indeks mata uang dolar AS masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia," tegasnya.
3. Dolar AS masih menekan mata uang di berbagai negara

Di sisi lain, indeks mata uang dolar AS masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia. Apabila mengacu data Bloomberg pada penutupan perdagangan sore ini, rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp16.325 per dolar Amerika Serikat (AS) atau melemah 0,29 persen dari sehari sebelumnya yang ada di Rp16.278 per dolar AS.
Di Asia, sebagian mata uang melemah terhadap dolar AS sore ini. Rupiah mencatat pelemahan terdalam yakni 0,29 persen, disusul yuan China yang melemah 0,13 persen, baht Thailand melemah 0,12 persen dolar Taiwan melemah 0,02 persen dan won Korea yang melemah 0,01 persen terhadap dolar AS.
Sedangkan mata uang Asia menguat terhadap dolar AS sore ini. Yen Jepang mencatat penguatan terbesar yakni 0,29 persen, disusul pesso Filipina yang menguat 0,19 persen, ringgit Malaysia menguat 0,04 persen, dolar Hong Kong menguat 0,004 persen terhadap dolar AS.