4 Cara Bagi Hasil Usaha Pemodal dan Pengelola dalam Bisnis

- Sistem Profit Sharing (Bagi Laba Bersih)- Keuntungan dibagi berdasarkan laba bersih- Pemodal mendapatkan persentase tertentu dari laba- Pengelola dituntut untuk menjaga efisiensi biaya agar laba bersih tidak tergerus
- Sistem Revenue Sharing (Bagi Hasil Pendapatan Kotor)- Pembagian hasil berdasarkan pendapatan kotor- Pemodal bisa memperoleh hasil secara konsisten- Lebih berisiko bagi pengelola
- Sistem Nisbah (Sesuai Kesepakatan Syariah)- Rasio pembagian ditentukan di awal- Transparansi dan keadilan yang dijunjung sejak awal- Sesuai dengan prinsip profit and loss sharing
Bisnis atau usaha merupakan kegiatan perekonomian yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial, baik dalam waktu yang singkat ataupun secara bertahap. Nah, dalam praktiknya, ada banyak orang yang merintis atau membuka bisnisnya secara mandiri alias seorang diri. Tentu saja ada banyak alasan yang mendasari mereka untuk berwirausaha dengan cara mandiri.
Namun, di dunia ini, ternyata ada cukup banyak bisnis atau usaha yang didirikan dengan metode kerja sama antara pemodal dan pengelola. Tentu saja beban yang ditanggung tidak seberat bisnis secara mandiri. Itu karena pemodal (investor) tidak perlu mengurus detail operasional di lapangan karena sudah dilakukan oleh ahlinya (pengelola atau profesional).
So, bagaimana cara bagi hasil usaha pemodal dan pengelola dalam sebuah bisnis? Kalau ingin belajar bisnis melalui metode kerja sama atau kongsi, kamu bisa simak artikel ini sampai habis.
1. Sistem Profit Sharing (Bagi Laba Bersih)

Sistem profit sharing adalah metode di mana keuntungan dibagi berdasarkan laba bersih, yaitu sisa pendapatan setelah semua biaya operasional, pajak, dan kewajiban lainnya dipotong. Dalam hal ini, pemodal mendapatkan persentase tertentu dari laba, misalnya 40%, sementara pengelola memperoleh sisanya, 60%. Skema ini sering dipakai karena dianggap lebih realistis—pemodal hanya mendapat hasil jika bisnis benar-benar untung, sedangkan pengelola juga dituntut untuk menjaga efisiensi biaya agar laba bersih tidak tergerus.
Kelebihannya, pemodal tidak ikut menanggung risiko kerugian secara langsung karena yang berkurang hanyalah porsi keuntungan mereka ketika bisnis lesu. Namun, pengelola tetap memiliki tekanan untuk menjaga arus kas sehat agar bisnis tidak hanya berjalan tetapi juga memberi margin yang cukup. Sistem ini biasanya cocok untuk usaha jangka panjang dengan biaya operasional yang fluktuatif, karena benar-benar menunjukkan performa nyata dari manajemen bisnis.
2. Sistem Revenue Sharing (Bagi Hasil Pendapatan Kotor)

Revenue sharing adalah metode pembagian hasil berdasarkan pendapatan kotor sebelum dikurangi biaya operasional. Misalnya, pemodal mendapat 20% dari total omzet bulanan, dan sisanya dikelola untuk biaya operasional serta keuntungan pengelola. Dengan sistem ini, pemodal bisa memperoleh hasil secara konsisten, tanpa perlu menunggu perhitungan keuntungan bersih.
Namun, bagi pengelola, revenue sharing bisa menjadi tantangan karena mereka tetap harus menanggung biaya operasional meskipun pendapatan menurun. Misalnya, jika omzet Rp100 juta per bulan, pemodal tetap berhak atas Rp20 juta (20%), meskipun biaya operasional mencapai Rp85 juta sehingga keuntungan bersih hanya sedikit. Karena itu, sistem ini lebih aman untuk pemodal, tetapi lebih berisiko bagi pengelola. Model ini biasanya cocok diterapkan pada bisnis dengan margin besar dan arus kas harian stabil, seperti usaha franchise makanan atau ritel.
3. Sistem Nisbah (Sesuai Kesepakatan Syariah)

Nisbah adalah sistem pembagian hasil yang umumnya digunakan dalam akad bisnis berbasis syariah. Dalam sistem ini, rasio pembagian ditentukan di awal, misalnya 60:40, tanpa menghitung nominal tetap. Baik pemodal maupun pengelola menerima hasil sesuai persentase yang disepakati, dan keduanya sama-sama menanggung risiko jika bisnis merugi. Misalnya, pemodal menyumbang modal Rp100 juta, lalu pengelola menyumbang tenaga dan keahlian. Jika laba Rp20 juta, pemodal mendapat Rp12 juta (60%), sedangkan pengelola Rp8 juta (40%).
Keunggulan nisbah adalah transparansi dan keadilan yang dijunjung sejak awal. Pemodal tidak hanya berfokus pada keuntungan materi, tetapi juga ikut merasakan risiko bisnis. Sementara itu, pengelola dihargai karena kontribusi tenaga dan pikiran, bukan sekadar dianggap sebagai pekerja. Sistem ini sesuai dengan prinsip profit and loss sharing yang menekankan kebersamaan, sehingga sering dipakai pada bisnis yang ingin tetap menjaga nilai syariah, seperti usaha properti syariah, pertanian, atau koperasi.
4. Sistem Gaji + Bonus (Hybrid)

Sistem hybrid menggabungkan model upah tetap dengan bagi hasil keuntungan. Dalam skema ini, pengelola mendapat gaji bulanan sebagai kompensasi kerja, lalu di akhir periode (misalnya per kuartal atau per tahun) mereka juga mendapat bonus yang dihitung dari laba bersih. Pemodal di sisi lain menerima bagi hasil sesuai porsi modal yang ditanamkan. Skema ini memberikan rasa aman bagi pengelola karena pendapatan mereka tidak hanya bergantung pada hasil usaha.
Keunggulan dari sistem ini adalah adanya motivasi ganda bagi pengelola. Gaji tetap menjamin kebutuhan sehari-hari mereka, sementara bonus mendorong mereka untuk bekerja lebih keras agar keuntungan usaha meningkat. Bagi pemodal, sistem ini mengurangi risiko pengelola kehilangan motivasi ketika usaha sedang lesu, karena mereka tetap memperoleh penghasilan dasar. Model hybrid ini banyak dipakai dalam bisnis modern yang membutuhkan keahlian manajemen tinggi, seperti startup, restoran besar, hingga perusahaan jasa profesional.