Cek Fakta: Langganan ChatGPT juga Dipungut Pajak?

- OpenAI ditunjuk jadi pemungut PPN oleh DJP Kemenkeu
- Langganan ChatGPT harus bayar pajak
- Pemerintah raup Rp34,54 triliun dari pajak digital
Jakarta, IDN Times - Sejumlah platform digital yang memberikan layanan berbayar ditunjuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk turut memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada konsumennya.
Misalnya yang sudah berjalan saat ini, seperti Netflix, Spotify, Canva, HBO, dan sebagainya. Transaksi berlangganan yang dilakukan para pengguna platform itu tercatat sebagai kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Kabarnya, langganan ChatGPT dari OpenAI juga akan dikenakan PPN. Bagaimana faktanya?
1. OpenAI ditunjuk jadi pemungut PPN oleh DJP Kemenkeu

Pada November 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjuk tiga perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE terbaru. Ketiga perusahaan itu, yakni International Bureau of Fiscal Documentation, Bespin Global, dan OpenAI OpCo, LLC.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melakukan satu pencabutan data pemungut PPN PMSE, yakni Amazon Services Europe S.a.r.l.
Dengan informasi tersebut, maka kabar langganan ChatGPT dikenakan pajak adalah fakta.
2. Langganan ChatGPT harus bayar pajak

OpenAI memberikan layanan berbayar untuk pengguna ChatGPT yang menawarkan akses fitur artificial intelligence atau akal imitasi (AI) yang lebih luas.
Ada layanan ChatGPT Pro dengan tarif Rp75 ribu per bulan, ChatGPT Plus dengan tarif Rp349 ribu per bulan, ChatGPT Pro Rp3.499.000 per bulan, ChatGPT Business Rp389 ribu per bulan selama satu tahun, dan ChatGPT Enterprise.
Untuk menggunakan layanan berbayar itu, pengguna akan dikenakan tarif PPN sebesar 11 persen.
Jika pengguna memilih layanan berbayar ChatGPT Pro, biaya yang harus dibayarkan per bulannya ialah Rp75 ribu ditambah Rp9 ribu untuk PPN. Sehingga total biaya yang harus dibayarkan ialah Rp84 ribu.
3. Pemerintah raup Rp34,54 triliun dari pajak digital

Hingga 30 November 2025, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp44,55 triliun, yang berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) Rp34,54 triliun, pajak atas aset kripto Rp1,81 triliun, pajak fintech (peer-to-peer lending) Rp4,27 triliun, serta pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) Rp3,94 triliun.
Sampai dengan November 2025, pemerintah telah menunjuk 254 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Rosmauli menjelaskan hingga 30 November 2025, dari seluruh pemungut yang telah ditunjuk, sebanyak 215 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total sebesar Rp34,54 triliun.
Jumlah tersebut terdiri atas setoran Rp731,4 miliar pada 2020, Rp3,9 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, Rp6,76 triliun pada 2023, Rp8,44 triliun pada 2024, serta Rp9,19 triliun hingga 2025.
Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp1,81 triliun sampai dengan November 2025. Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp220,83 miliar penerimaan tahun 2023, Rp620,4 miliar penerimaan 2024, dan Rp719,61 miliar penerimaan 2025. Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari PPh 22 sebesar Rp932,06 miliar dan PPN DN sebesar Rp875,23 miliar.
Pajak fintech juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp4,27 triliun sampai dengan November 2025. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, Rp1,48 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp1,24 triliun penerimaan pada 2025.
Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp1,17 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp724,5 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp2,37 triliun.
Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan Pajak SIPP. Hingga November 2025, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp3,94 triliun.
Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,12 triliun penerimaan tahun 2023, Rp1,33 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp1,09 triliun penerimaan tahun 2025. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh Pasal 22 sebesar Rp284,42 miliar dan PPN sebesar Rp3,65 triliun.
“Realisasi penerimaan pajak digital yang mencapai Rp44,55 triliun mencerminkan semakin besarnya kontribusi ekonomi digital terhadap penerimaan negara,” ujar Rosmauli dikutip Rabu, (31/12/2025).


















