Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Celios Sebut Pertumbuhan Ekonomi Q1 2025 Mentok di Level 5,03 Persen

ilustrasi pemecatan (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • PHK masih masif di awal 2025, naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya
  • Kondisi PHK melemahkan kinerja konsumsi, terjadi penurunan IKK dan IPR
  • Perputaran uang Ramadan dan Idul Fitri 2025 melemah, berdampak pada pembentukan PDB nasional

Jakarta, IDN Times - 2025 bisa menjadi tahun yang menantang bagi masyarakat Indonesia di tengah tekanan ekonomi dari segala penjuru. Salah satu alasannya adalah masih masifnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di dua bulan awal 2025.

Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat ada 18.610 orang yang terkena PHK dari Januari hingga Februari 2025. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2024. Bahkan, jika mengacu data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sudah ada 60 ribu buruh di PHK dari 50 perusahaan. 

Kondisi PHK yang masif membuat kinerja konsumsi melemah, dengan salah satu indikatornya adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

“Pada Januari 2025, terjadi penurunan IKK hingga 0,4 persen (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024. Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025,” kata Direktur Ekonomi Center and Law of Economic Studies (Celios), Nailul Huda, dikutip Minggu (30/3/2025).

Data lainnya juga menunjukkan hal serupa dengan adanya penurunan angka IPR (Indeks Penjualan Riil) pada Januari 2025.

“Pada Desember 2024, angka IPR sebesar 222 poin dan angka IPR turun menjadi 211,5 di Januari 2025. Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal tahun 2025,” ujar Huda.

1. Perputaran uang pada Ramadan dan Idul Fitri melemah

ilustrasi percakapan antar keluarga di momen Lebaran (freepik.com/odua)

Dengan kondisi tersebut, Huda menyampaikan, perputaran uang di momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri akan melemah dibandingkan dengan tahun lalu.

“Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025, akan melemah sebesar -16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024. Tambahan uang beredar hanya di angka Rp114,37 triliun, sedangkan tahun 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun,” kata Huda.

2. PDB nasional jadi tidak optimal

Bank DKI melaporkan pertumbuhan kredit dan pembiayaan di sektor UMKM sebesar 15,54% secara Year-on-Year (YoY). (Dok/Istimewa).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira menambahkan, dengan penurunan tambahan uang beredar di momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini, maka berdampak pada pembentukan PDB secara nasional yang tidak optimal.

“Berdasarkan modelling yang dilakukan Celios pada tahun 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp168,55 triliun, sedangkan tahun 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5 persen. Di sisi lain, keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun.” beber Bhima.

3 Porsi simpanan perorangan ikut menurun

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4 persen terhadap total DPK (Dana Pihak Ketiga).

Menurut Bhima, hal ini tidak pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya. Pada awal periode Jokowi-JK, simpanan perorangan porsinya 58,5 persen dan Jokowi-Amin sebesar 57,4 persen.

Merosotnya porsi tabungan perorangan mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut. 

“Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, Celios memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I- 2025 hanya 5,03 persen (year-on-year). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen.” lanjut Bhima. 

Lebih jauh Bhina menerangkan, perkiraan pertumbuhan memperhitungkan dampak dari momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2025 yang secara siklus mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024.

“Namun, faktor seasonal yang diikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat pasca Lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan. Belanja pemerintah yang sedang efisiensi besar-besaran juga berpengaruh ke consumer confidences. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya,” tutur Bhima.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us