Perempuan Rentan Terjerat Pinjol, Dosen UGM Beberkan Penyebabnya   

Mayoritas perempuan dari desa jadi korban

Jakarta, IDN Times - Dosen Sosiologi Wahyu Kustiningsih mengungkapkan perempuan merupakan kelompok yang rentan terjerat pinjaman online atau pinjol, terlebih saat pandemik COVID-19 saat ini.

 “Kenapa perempuan? Karena di masa normal saja perempuan sudah rentan dan pandemik semakin menambah beban perempuan,” tuturnya dalam siaran tertulis, Senin (11/10/2021).

Wahyu mengatakan saat pandemik tidak sedikit perempuan, terutama ibu rumah tangga yang harus menerima kenyataan suaminya yang bekerja di sektor informal, mengalami penurunan pendapatan. Sementara, kebutuhan hidup terus meningkat.

“Selain mengurus domestik perempuan juga mendamping anak sekolah dari rumah dan belum lagi kalau yang juga bekerja. Di sisi lain suami pendapatannya menurun akibat pandemik dan ada yang kena PHK, sementara kebutuhan tidak menurun tetapi terus naik,” paparnya.

Baca Juga: OJK Tolak Anggapan Pinjol Banyak Mudaratnya, Ini Alasannya

1. Mayoritas perempuan di pedesaan menjadi korban pinjol

Perempuan Rentan Terjerat Pinjol, Dosen UGM Beberkan Penyebabnya   Perbedaan Pinjaman Online Legal dan Abal-abal. (IDN Times/Aditya Pratama)

Wahyu mengatakan mayoritas perempuan mengambil jalan pintas untuk mendapatkan utang dengan mudah melalui pinjol. Berbeda dengan pinjaman bank yang proses dan persyaratannya lebih rumit, pinjol justru lebih mudah.

“Dalam kondisi keterdesakan ekonomi yang dipilih masyarakat, ada jalan pintas untuk menyambung hidup,” katanya.

Baca Juga: 4 Fakta MUI yang Ingin Keberadaan Pinjol Dihapuskan

2. Perempuan kerap mendapat stigma negatif akibat pinjol

Perempuan Rentan Terjerat Pinjol, Dosen UGM Beberkan Penyebabnya   Ilustrasi Utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Wahyu mengatakan saat sudah terjerat pinjol, biasanya perempuan tidak lepas dari adanya pelabelan atau stigma yang kurang baik dari masyarakat. Beberapa stigma yang kerap muncul antara lain dianggap tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, dianggap konsumtif, tukang utang dan lainnya.

"Stigmatisasi yang muncul tersebut menjadikan perempuan korban pinjol tertekan hingga bunuh diri karena tidak kuat menahan malu," katanya.

3. Perlunya memperkuat supporting system

Perempuan Rentan Terjerat Pinjol, Dosen UGM Beberkan Penyebabnya   Ilustrasi Uang Rupiah (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Adanya warga yang terjerat pinjol ini, lanjut Wahyu, menunjukan sistem sosial (supporting system) di masyarakat tidak bekerja. Korban merasa sendiri dan buntu di tengah desakan ekonomi, namun masyarakat tidak memberikan dukungan.

Oleh sebab itu, ia menekankan perlunya memperkuat supporting system di lingkungan masyarakat. Saat ada salah satu warga yang terjerat pinjol diharapkan tetangga dapat memberikan dukungan atau bantuan dalam mencari solusi.

“Masyarakat bisa menginisasi gerakan bersama menghadapi krisis saat pandemik termasuk persoalan ekonomi seperti pinjol semisal dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil. Kalau ini tidak dilakukan akan banyak yang tertekan sehingga solidaritas sosial penting,” urainya.

Lebih lanjut Wahyu menjelaskan perempuan memang rentan menjadi korban tindak kriminalitas, apalagi di era teknologi saat ini. Sebab, hingga saat ini masih ada gap penguasaan teknologi diantara laki-laki dan perempuan. Seperti diketahui pandemi COVID-19 mengubah seluruh aspek kehidupan dari aktivitas luring menjadi daring.

4. Mayoritas pinjol saat ini bersifat ilegal

Perempuan Rentan Terjerat Pinjol, Dosen UGM Beberkan Penyebabnya   Polri ungkap kasus pinjol ilegal yang memfitnah nasabah sebagai bandar narkoba. (dok. Humas Polri)

Paparan terhadap pinjol di masyarakat menjadi semakin besar. Namun, kondisi ini belum diikuti dengan literasi dan edukasi yang baik bagaimana menggunakan teknologi secara bijak.

Untuk itu literasi digital penting dilakukan untuk menekan risiko pinjol. Edukasi terkait dampak pinjol perlu diperkuat untuk  menekan risiko munculnya korban-korban pinjol lainnya.

“Fenomena ini akan terus terjadi sehingga menjadi PR untuk bisa mendampingi masyarakat,” jelasnya.

Tak hanya itu, Wahyu mengatakan pemerintah perlu meningkatkan pengawasan pinjol, sebab mayoritas pinjol saat ini bersifat ilegal atau tidak terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, penegak hukum diharapkan mampu  merespons dengan cepat dan berinisiatif melindungi masyarakat korban jeratan pinjol.

“Masyarakat diharapkan juga bisa melakukan pengawasan, karena kekuatan terbesar di masyarakat melakukan pengawasan untuk melaporkan yang terjadi di lingkungannya,” ujarnya.

Baca Juga: Kenali Ciri-Ciri Pinjol Ilegal, Hati-hati Mereka Makin Menjamur!

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya