Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Do Kwon Mengaku Bersalah Atas Penipuan Kripto Miliaran Dolar AS

ilustrasi sidang (pexels.com/Sora Shimazaki)
ilustrasi sidang (pexels.com/Sora Shimazaki)
Intinya sih...
  • Do Kwon mengakui manipulasi harga yang menyebabkan kerugian besar bagi investor
  • Jaksa merekomendasikan hukuman penjara maksimal 12 tahun, bisa mencapai 25 tahun
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Do Kwon, pengusaha asal Korea Selatan sekaligus pendiri Terraform Labs yang berbasis di Singapura, mengaku bersalah pada Selasa (12/8/2025) atas dua dakwaan konspirasi penipuan dan penipuan wire transfer di pengadilan federal New York.

Kasus ini berawal dari runtuhnya dua mata uang kripto, TerraUSD dan Luna senilai 40 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp647 triliun pada 2022 yang memicu aksi jual besar-besaran di pasar kripto global. Kejadian itu mengakibatkan kerugian signifikan bagi investor di seluruh dunia dan mengguncang kepercayaan pada sektor tersebut.

Jaksa AS, Jay Clayton, mengomentari peran Kwon dalam kasus ini.

“Do Kwon menggunakan janji teknologi dan euforia investasi seputar mata uang kripto untuk melakukan salah satu penipuan terbesar dalam sejarah. Kwon menarik puluhan miliar dana ke ekosistem Terraform dengan menjanjikan stablecoin yang menstabilkan diri sendiri. Pada saat pasar menemukan bahwa ekosistem itu tidak stabil, sudah terlambat: sistem itu runtuh, dan investor di seluruh dunia menderita kerugian miliaran,” kata Clayton, dikutip dari Al Jazeera.

Ia menambahkan, kerugian tersebut meninggalkan dampak jangka panjang bagi banyak investor.

1. Skema manipulasi TerraUSD dan peningkatan nilai Luna

Terraform Labs mengembangkan TerraUSD, stablecoin yang dirancang untuk mempertahankan nilai tetap satu dolar AS, dan Luna, token dengan nilai fluktuatif yang terkait erat dengan TerraUSD.

Pada Mei 2021, ketika TerraUSD jatuh di bawah nilai satu dolar, jaksa menuduh Kwon menyesatkan investor dengan mengklaim algoritma komputer bernama Terra Protocol memulihkan nilainya. Faktanya, ia mengatur perusahaan perdagangan frekuensi tinggi untuk membeli jutaan dolar token secara diam-diam demi menopang harga secara artifisial.

Di pengadilan, Kwon memberikan pengakuan terbuka.

“Saya membuat pernyataan yang palsu dan menyesatkan tentang mengapa itu kembali ke nilai peg-nya dengan tidak mengungkapkan peran perusahaan perdagangan dalam memulihkan peg tersebut. Apa yang saya lakukan salah dan saya ingin meminta maaf atas perilaku saya,” ujar Kwon, dikutip dari The Guardian.

Pernyataan itu memperjelas bahwa manipulasi tersebut menjadi faktor penting dalam naiknya nilai Luna hingga 50 miliar dolar AS (setara Rp809 triliun) pada musim semi 2022.

Lonjakan tersebut berakhir dengan kehancuran total TerraUSD dan Luna pada 2022. Ekosistem keduanya terbukti rapuh, meninggalkan kerugian besar bagi para investor yang sudah terlanjur masuk.

2. Kesepakatan hukum dan potensi hukuman penjara

ilustrasi hukum (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi hukum (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Pada Januari 2025, Kwon yang berusia 33 tahun awalnya mengaku tidak bersalah atas sembilan dakwaan yang mencakup penipuan sekuritas, penipuan transfer kawat, penipuan komoditas, dan konspirasi pencucian uang. Namun, melalui kesepakatan dengan kantor jaksa AS di Manhattan, ia mengaku bersalah atas satu dakwaan konspirasi penipuan komoditas, sekuritas, dan transfer kawat, serta satu dakwaan penipuan transfer kawat. Kesepakatan ini dimaksudkan untuk menyelesaikan kasus terkait runtuhnya TerraUSD dan Luna.

Dilansir dari BBC, sebagai bagian dari kesepakatan, jaksa setuju merekomendasikan hukuman penjara maksimal 12 tahun jika Kwon mengakui tanggung jawabnya. Namun, Hakim Paul Engelmayer menyatakan bisa menjatuhkan hukuman hingga 25 tahun saat vonis pada 11 Desember 2025.

Kwon juga sepakat menyerahkan hingga 19,3 juta dolar AS (setara Rp312 miliar) hasil kejahatan berikut bunga, sejumlah properti, dan membayar ganti rugi.

Selain kasus pidana, pada 2024 Kwon menyelesaikan perkara perdata dengan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC). Ia setuju membayar denda perdata 80 juta dolar AS (setara Rp1,29 triliun) dan dilarang melakukan transaksi kripto sebagai bagian dari penyelesaian senilai 4,55 miliar dolar AS (setara Rp73,6 triliun).

3. Ekstradisi dari Montenegro dan proses hukum di Korea Selatan

ilustrasi hukum (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)
ilustrasi hukum (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Masalah hukum Kwon bermula di Korea Selatan ketika surat perintah penangkapannya diterbitkan pada 2023, memaksanya melarikan diri. Setelah berbulan-bulan buron, ia ditangkap di Montenegro dan diekstradisi ke AS pada Desember 2024 untuk menghadapi dakwaan. Ia juga masih menghadapi kasus di Korea Selatan, menandakan proses hukumnya belum berakhir.

Jaksa sepakat tidak menentang permohonan Kwon untuk dipindahkan ke luar negeri setelah menjalani separuh masa hukumannya di AS. Todd Snyder, yang ditunjuk otoritas AS dan Terraform Labs untuk mengawasi likuidasi perusahaan, menilai kasus ini menjadi pengingat penting bagi industri kripto.

“Orang-orang yang bertanggung jawab atas runtuhnya Terraform akan menghadapi konsekuensinya,” kata Snyder.

Ia menyebut upaya pemulihan aset bagi investor yang terdampak masih terus berjalan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us