Dorong Hilirisasi, CCS Hasilkan Produk Low Carbon yang Bernilai Tinggi

- CCS mendukung hilirisasi nasional dengan menghasilkan produk rendah karbon yang bernilai tinggi di pasar global.
- Sinergi CCS dan industri hilir memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global yang menuntut keberlanjutan.
- Indonesia memiliki keunggulan besar dalam kapasitas penyimpanan karbon bawah tanah, menarik investasi asing dan membuka lapangan kerja baru.
Jakarta, IDN Times - Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dinilai memiliki peran strategis dalam mendukung program hilirisasi nasional yang menjadi prioritas pemerintah saat ini. Dengan penerapan CCS, produk-produk hasil hilirisasi dapat diklaim sebagai produk rendah karbon (low carbon product), sehingga memiliki nilai jual lebih tinggi di pasar global.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center, Belladonna Maulianda dalam acara Indonesia Summit 2025 bertajuk Green Economy and Innovation for a Sustainable Future: Honoring Indonesia's Independence di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).
Ia menilai, sinergi antara teknologi penyimpanan karbon dan pengembangan industri hilir bisa memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global yang semakin menuntut keberlanjutan.
“Dari program presiden yang sebelumnya, dan program Prabowo yang sekarang adalah masih kuat di hilirisasi ya. Hilirisasi itu pengembangan produk turunan dari produk bahan baku, jadi turunannya minyak bumi, gas. Contohnya gas itu turunan produknya adalah pupuk. Minyak bumi contohnya plastik, kerangka mobil,” kata Belladonna.
Menurutnya, fasilitas hilirisasi berskala besar akan menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tinggi. Namun dengan penerapan CCS, emisi tersebut bisa ditangkap dan disimpan, sehingga produk akhirnya dapat dikategorikan sebagai rendah karbon.
“Di saat kita punya pabrik-pabrik atau fasilitas hilirisasi ini yang besar, itu adalah potensi untuk menjadi marketnya CCS ini, karena kita pabrik-pabrik ini akan menghasilkan emisi yang cukup besar. Lalu di saat pabrik ini menghasilkan produk dan emisinya di CCS-kan, nanti kita bisa klaim produk kita itu adalah low carbon product,” ujarnya.
Salah satu contoh konkret adalah amonia. Ketika proses produksinya dikombinasikan dengan teknologi CCS, produk tersebut dapat diklaim sebagai “blue ammonia” – sebuah jenis bahan kimia yang semakin diminati pasar global karena jejak karbonnya yang rendah.
“Jadi apa bagusnya, low carbon product misalnya kita sebut amonia kita CCS-kan emisinya, kita produksi amonia. Kita bisa bilang ini blue amonia. Jadi blue amonia ini bisa dijual dengan harga premium atau harga yang lebih mahal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Belladonna menuturkan, integrasi CCS dengan industri hilir tidak hanya mendukung strategi nasional, tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemain penting dalam perekonomian global berbasis rendah karbon.
“Jadi Indonesia itu bisa jadi regional leader di Global South untuk low carbon product manufacturing,” ujarnya.
Indonesia sendiri memiliki keunggulan besar dalam kapasitas penyimpanan karbon bawah tanah, yang bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi juga bagi negara lain.
“Jadi sebenarnya di Asia Pasifik kita yang termasuk besar ya. Bisa punya sekitar di bawah tanah itu 600 giga ton. Kita itu nasional emisi kita itu setiap tahunnya 600 juta ton. Jadi kalau kita kamu menyimpan hanya nasional emisi kita itu bisa buat 1.000 tahun jadi itu besar banget,” kata Belladonna.
Oleh sebab itu, ia menilai, sangat terbuka investasi di Indonesia dari negara-negara seperti Jepang, Korea, dan Singapura yang memiliki emisi besar namun tidak memiliki kapasitas penyimpanan karbon.
“Karena kita punya potensi yang besar banget di bawah tanah, kita tujuannya adalah mau menarik investor asing. Jadi dari negara-negara tetangga yang mereka emisinya besar tapi tidak punya tempat penyimpanan di bawah tanah, kayak Singapur, Jepang, Korea. Jadi kita potensinya besar banget dan kita lokasinya sangat strategis, dibandingkan Australia itu yang cukup jauh,” jelasnya.
Dengan peluang dan posisi strategis yang dimiliki, Belladonna optimistis bahwa implementasi CCS secara luas akan membawa dampak ekonomi yang signifikan, termasuk membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) nasional.
“Insyaallah ini membuka lapangan pekerjaan, industri baru, dan meningkatkan GDP dari negara kita,” imbuh dia.
Indonesia Summit 2025, khususnya sesi Visionary Leaders, merupakan sebuah konferensi independen yang diselenggarakan IDN Times untuk dan melibatkan Generasi Millennial dan Gen Z di Tanah Air. Indonesia Summit 2025 mengusung tema "Thriving Beyond Turbulence, Celebrating 80's Years Independence", bertujuan membentuk dan membangun masa depan Indonesia dengan menyatukan para pemimpin dan tokoh nasional dari seluruh Nusantara.