Duh! Kemendagri Catat 7-16 Persen Masyarakat RI Rentan Kelaparan

- Kemendagri catat 7-16% masyarakat Indonesia rentan kelaparan, perlu perhatian pemerintah dalam menjaga stok pangan.
- Krisis pangan global dipengaruhi geopolitik, seperti perang Ukraina-Rusia yang mengganggu rantai pasok pangan global.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat 7 hingga 16 persen masyarakat Indonesia masih rentan mengalami kelaparan. Kondisi ini harus menjadi perhatian penting pemerintah dalam menjaga stok pangan di dalam negeri.
"Kita perlu bekerja bersama karena 7-16 persen penduduk Indonesia masih rentan terhadap kelaparan dan adanya penurunan produktivitas lahan pertanian untuk menanam padi," ucap Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud dalam agenda Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Wilayah Jawa, Rabu (14/8/2024).
1. Kondisi geopolitik bayangi krisis pangan
Ia menjelaskan, krisis pangan masih membayangi ekonomi global. Ini tidak terlepas dari kondisi geopolitik global, seperti perang Ukraina dan Rusia yang ikut mengganggu rantai pasok pangan global.
"Peristiwa global (Ukraina-Rusia) menyebabkan terganggungnya rantai pasok global, misalnya terjadi polarisasi sentra pangan," ujarnya.
2. Pemerintah hadapi tantangan jamin kecukupan pangan

Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mencatat terjadi inflasi beras sebesar 0,94 persen pada Juli 2024. Menurunnya produktivitas padi tersebut membuat pemerintah mencari sumber pasokan impor dari negara lain.
Akan tetapi, permasalahannya karena India, Kamboja, dan Thailand yang selama ini menjadi importir beras ke Indonesia sudah menutup memberikan pangan mereka. Hal itu dilakukan demi mengendalikan kenaikan harga pangan di dalam negeri.
“Ini yang menjadi tantangan kepada kita untuk menjamin kecukupan pangan ini setidaknya sampai beberapa waktu ke depan,” tutur Restuardy.
3. Pemerintah harus contoh Singapura dalam kelola lahan pertanian

Ia pun meminta pemerintah untuk mencontoh Singapura yang justru luas lahan pertaniannya lebih sedikit dibandingkan Indonesia, tetapi ketahanan pangan negara tersebut di atas Indonesia, meski diperoleh dengan cara impor.
Ia menyebut, terdapat beberapa cara untuk meningkatkan ketahanan pangan dalam negeri melalui teknologi penggilingan padi yang bisa meningkatkan efisiensi, yakni mempercepat kualitas produksi gabah menjadi beras premium.
Selain itu, alih fungsi lahan yang masih cenderung terjadi dari waktu ke waktu juga masih menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah untuk memperbaiki derajat ketahanan pangan secara nasional.
"Kepada pemerintah daerah untuk sama-sama kita awasi sekaligus penegakan manakala sudah punya peraturan daerah (perda) terkait dengan lahan sawah," ujarnya.
Adapun petani gurem didefinisikan sebagai individu atau beserta keluarga yang melakukan usaha pertanian dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektare (ha).
Berdasarkan hasil sensus pertanian (ST) 2023 yang dikeluarkan BPS pada Senin (4/12/2023), selama satu dekade terakhir, rumah tangga usaha pertanian (RTUP) yang menggunakan lahan mengalami peningkatan dari 25,75 juta rumah tangga (pada ST2013) menjadi 27,76 juta rumah tangga (pada ST2023) dengan persentase peningkatan sekitar 7,25 persen.
RTUP gurem meningkat cukup signifkan, yaitu dari 14,12 ribu rumah tangga (ST2013) menjadi 16,89 juta rumah tangga (ST2023), atau meningkat sekitar 15,64 persen. Secara spasial, persentase RTUP gurem paling tinggi Pulau Sumatra berada di Aceh, sebesar 57,68 persen atau naik 60,50 persen dari ST2013.
Sementara di Pulau Jawa, petani gurem paling banyak ditemui di Yogyakarta yang mencapai 87,75 persen. Meski tinggi, angka tersebut tercatat turun 13,91 persen dibandingkan dengan sensus sebelumnya.