Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonom Beberkan Dampak Penerapan Cukai Minuman Berpemanis

Ilustrasi anggaran. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah berencana mulai memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada semester II-2025, karena dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah telah menetapkan target penerimaan hingga Rp3,8 triliun untuk barang kena cukai tersebut. 

Meski angka ini tergolong kecil dibandingkan dengan target penerimaan perpajakan secara keseluruhan pada 2025, namun kebijakan ini tetap menjadi sorotan karena dampaknya yang luas terhadap industri dan menambah beban ekonomi masyarakat.

1. Cukai MBDK untuk kendalikan konsumsi dan kumpulkan penerimaan

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan tujuan utama pengenaan cukai MBDK adalah untuk pengendalian konsumsi, sebagaimana tertulis dalam nota keuangan APBN 2025. Namun, tidak bisa dipungkiri aspek penerimaan negara juga menjadi pertimbangan.

Terlebih, kata Fajry, penerimaan cukai dari industri hasil tembakau terus menurun, sehingga pemerintah mencari sumber pendapatan baru yang lebih berkelanjutan.

"Kalau merujuk pada nota keuangan APBN 2025, pemerintah mengenakan cukai MBDK untuk pengendalian. Tetapi tidak bisa kita pungkiri juga kalau ada aspek budgetair atau penerimaan," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (20/2/2025).

2. Industri akan terdampak pengenaan cukai berpemanis

ilustrasi minuman (unsplash.com/Ozkan Guner)

Fajry juga menekankan pentingnya masa transisi dalam penerapan kebijakan ini. Menurutnya, perlu ada grace period, di mana tarif cukai masih 0 persen, agar produsen memiliki waktu untuk mengembangkan produk dengan kadar gula lebih rendah.

Selain itu, penerapan tarif awal sebaiknya tidak terlalu tinggi, agar dampaknya terhadap industri dapat terpantau dengan baik. Ia juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan kondisi ekonomi 2025, termasuk daya beli masyarakat.

"Dan di awal implementasi pemerintah perlu hati-hati. Tarifnya jangan tinggi. Kita lihat dampak pengenaan tarif terhadap industri maupun efektivitasnya dalam pengendalian," kata dia.

Dengan demikian, ia meminta agar kebijakan ini diterapkan secara tergesa-gesa, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada daya beli dan menambah beban ekonomi masyarakat, terutama di tengah tingginya risiko politik di awal pemerintahan Prabowo Subianto.

"Kita dapat lihat dari banyak kebijakan yang ditarik kembali. Dari kenaikan tarif PPN, gas 3 kg, sampai efisiensi anggaran. Niatnya baik tapi malah backfire ke pemerintah. Jadi perlu hati-hati. Waktunya perlu tepat, caranya juga perlu tepat," kata dia.

3. Kebijakan penerapan cukai berpemanis harus bertahap

Ilustrasi botol plastik minuman (unsplash.com/Franki Chamaki)

Sementara, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menyebut penerapan cukai MBDK akan berdampak pada harga produk di pasaran.

Karena itu, studi mengenai daya beli masyarakat dan elastisitas harga perlu dilakukan agar kebijakan ini tidak menimbulkan resistensi yang berlebihan. Konsumen yang merasa harga minuman berpemanis meningkat tajam, bisa saja mengurangi konsumsi mereka, yang pada akhirnya dapat berdampak pada sektor industri.

"Jadi penerapannya harus bertahap, jangan kemudian sampai mematikan industri. Apalagi industri makanan dan minuman merupakan salah satu yang juga penting di kita. Bahwa akan ada kenaikan harga itu tidak bisa dihindari," kata Eko.

Di sisi lain, kebijakan ini memang bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula demi kesehatan masyarakat, namun harus diterapkan secara bertahap, agar tidak mengganggu industri makanan dan minuman.

"Itu memang masih jadi polemik, ya. Memang terutama di industri minuman punya implikasi kepada harga makanan dan minuman, sehingga harusnya juga mempertimbangkan kemampuan, masih bisa dibeli lah," kata Eko.

Eko juga menekankan kebijakan cukai seharusnya tidak semata-mata untuk menambah penerimaan negara, melainkan lebih berfokus pada pengendalian konsumsi yang berlebihan. Jika gula terbukti berkontribusi terhadap masalah kesehatan seperti diabetes dan obesitas, maka perlu adanya regulasi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us