Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fakta-Fakta Evergrande, Perusahaan China yang Sebabkan Krisis Global

Ilustrasi Utang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Krisis yang terjadi pada perusahaan properti China, Evergrande menjadi bahan perbincangan hangat dalam beberapa hari terakhir. Bagaimana tidak, krisis akibat jumlah hutang yang luar biasa besar tersebut bukan hanya berdampak pada perekonomian China, melainkan juga perekonomian global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengakui bahwa dirinya mewaspadai apa yang terjadi pada Evergrande. Dampaknya mungkin bisa meluas hingga Indonesia.

"Kita juga melihat risiko baru yaitu stabilitas sektor keuangan RRT karena gagal bayar dari satu perusahaan konstruksi terbesar kedua di RRT," kata Sri Mulyani dalam keterangan pers APBN Kita periode September 2021, Kamis (23/9/2021).

Apa sebenarnya yang terjadi pada Evergrande? Redaksi IDN Times pun telah menghimpun berbagai fakta untuk memahami apa yang terjadi pada Evergrande saat ini.

1. Bisnis apa yang dilakukan Evergrande?

ilustrasi bisnis real estate (pixabay.com/mweyl)

Sebelum memahami krisis utang yang melanda Evergrande, ada baiknya kamu memahami bisnis mereka terlebih dahulu.

Melansir BBC, Evergrande pertama kali dibentuk oleh pengusaha asal China bernama Hui Ka Yan pada 1996 di Guangzhou, China Selatan. Awalnya, Evergrande memiliki nama Hengda Group.

Evergrande yang bergerak di sektor real estat saat ini memiliki lebih dari 1.300 proyek di lebih dari 280 kota yang ada di seantero China. Seiring dengan semakin besarnya Evergrande, bisnis mereka pun ikut meluas dan tidak hanya di sektor properti atau real estat.

Mereka mulai merambah ke bisnis manajemen kekayaan, produksi mobil-mobil listrik, dan terjun memproduksi makanan serta minuman. Evergrande bahkan memiliki salah satu klub sepak bola terbesar di China, Guangzhou FC.

Sang pendiri, Hui Ka Yan sempat menjadi orang paling kaya di Asia. Meski kekayaannya anjlok dalam beberapa bulan terakhir, Hui disinyalir tetap memiliki harta pribadi lebih dari 10 miliar dolar AS seperti laporan dari Forbes.

2. Mengapa Evergrande terlibat utang sangat besar?

Pemandangan luar gedung China Evergrande Center di Hong Kong, China, Senin (26/3/2018). ANTARA/REUTERS/Bobby Yip.

Kendati memiliki banyak diversifikasi bisnis, utang yang diderita Evergrande tidaklah main-main. Utang Evergrande mencapai 305 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp4.300 triliun. Menurut Channel News Asia, total utang Evergrande tersebut setara kurang dari 2 persen dari PDB China.

Apa yang dilakukan Evergrande hingga memiliki utang luar biasa banyaknya itu?

Utang yang dilakukan Evergrande sejatinya tak terlepas dari aturan baru Beijing terkait pengendalian jumlah utang pengembang properti besar yang telah berlaku sejak tahun lalu.

Aturan baru tersebut sontak membuat Evergrande menawarkan propertinya dengan diskon besar-besaran. Hal itu agar Evergrande tetap bisa mendapatkan uang untuk mempertahankan bisnisnya.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Itulah yang terjadi pada Evergrande. Alih-alih mendapatkan cuan, Evergrande justru menimbun utang yang nominalnya melebihi APBN Indonesia. Evergrande pun kini terseok-seok untuk bisa bisa membayar bunga atas utang-utangnya kepada kreditur.

Krisis tersebut berujung pada jatuhnya saham Evergrande hingga 80 persen tahun ini. Selain itu, peringkat obligasi Evergrande juga telah diturunkan oleh lembaga pemeringkat kredit global.

3. Apa yang terjadi jika Evergrande kolaps?

ilustrasi bangkrut (pixabay/SimonMichaelHill)

BBC menyebutkan beberapa alasan yang membuat masalah Evergrande ini perlu disikapi secara serius.

Pertama, banyak orang yang membeli properti dari Evergrande, bahkan ketika properti tersebut belum mulai dibangun. Mereka juga telah membayar sejumlah deposit dan sangat mungkin bisa kehilangannya jika Evergrande benar-benar kolaps.

Selain itu, ada banyak perusahaan yang menjadi mitra bisnis Evergrande. Beberapa perusahaan, mulai dari konstruksi hingga desain serta penyedia material berada di ujung tanduk jika Evergrande kolaps. Mereka semua bisa mengalami kebangkrutan.

Alasan ketiga dan yang paling berbahaya adalah terkait dampaknya terhadap sistem keuangan China.

"Kejatuhan finansial yang dialami Evergrande akan berdampak luas. Evergrande sendiri dilaporkan memiliki utang kepada 171 bank domestik dan 121 perusahaan keuangan lainnya," ujar Economist Intelligence Unit;s (EIU), Mattie Bekink, seperti dikutip IDN Times dari BBC, Selasa (28/9/2021).

Apabila Evergrande kolaps, bank dan para pemberi pinjaman lainnya mungkin akan terpaksa memberikan pinjaman dalam jumlah lebih sedikit. Hal itu akan menimbulkan dampak yang disebut sebagai krisis kredit. Krisis kredit adalah suatu keadaan ketika perusahaan berjuang untuk meminjam uang dengan nilai atau nominal terjangkau.

Krisis kredit ini tentunya menjadi berita sangat buruk bagi China yang merupakan negara dengan status ekonomi terbesar nomor dua di dunia.

Jika perusahaan tidak dapat meminjam uang dari perbankan dengan jumlah sesuai, mereka akan sulit tumbuh dan dalam beberapa kasus perusahaan-perusahaan tersebut tidak lagi bisa beroperasi. Investor asing pun ramai-ramai menarik investasinya dari China. Mereka akan menganggap China sebagai tempat yang kurang menarik untuk berinvestasi.

4. Bagaimana dengan bantuan dari Pemerintah China?

Gedung People's Bank of China, China (centralbanking.com)

Potensi kejatuhan finansial dari Evergrande yang begitu besar itu membuat analis menyatakan bahwa Beijing mungkin bakal melakukan intervensi.

"Alih-alih mengambil risiko yang dapat mengganggu rantai pasok dan membuat marah konsumen yang telah membeli properti, kami pikir Pemerintah China mungkin bakal menemukan cara agar bisnis inti Evergrande dapat tetap bertahan," ujar Mattie Bekink.

Kabar terbaru menyebutkan bahwa bank sentral China atau The People's Bank of China (PBOC) menggelontorkan miliaran yuan ke sistem keuangan China. Upaya PBOC tersebut diharapkan mampu menekan kekhawatiran para pelaku pasar di dalam dan luar China terhadap krisis utang Evergrande.

Bloomberg melaporkan bahwa PBOC menggelontorkan 120 miliar yuan atau Rp264 triliun lebih ke sistem perbankan China melalui reverse repurchase agreements. Dengan demikian, Beijing ingin mengendalikan utang perusahaan properti

Namun, ada anggapan yang meyatakan bahwa Evergrande haruslah menyelesaikan utangnya secara internal dan tidak boleh bergantung pada bailout atau bantuan pemerintah. Jika Pemerintah China membantu Evergrande hal itu dapat dilihat sebagai perseden atau contoh yang buruk di mata masyarakat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us