Gegara Tarif Trump, Buruh Perusahaan Eksportir Terancam PHK

- Perusahaan eksportir dan pekerjanya akan terkena dampak tarif impor Trump
- Kebijakan tersebut dapat menyebabkan PHK bagi pekerja perusahaan eksportir berbasis komoditas
- Saham perusahaan berbasis komoditas juga turun pasca pengumuman kebijakan tarif impor dan resiprokal Trump
Jakarta, IDN Times - Perusahaan eksportir dan para pekerja di dalamnya kemungkinan bakal menjadi pihak yang mendapatkan pukulan telak dari kebijakan tarif impor dan resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pemutusan hubungan kerja alias PHK pun membayangi para pekerja atau buruh di perusahaan eksportir mengingat kebijakan Trump tersebut bakal memberikan dampak buruk bagi sektor ekspor RI.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan, perusahaan-perusahaan eksportir terutama berbasis komoditas yang diekspor ke AS bakal menyesuaikan harga dan kapasitas produksi seiring kenaikan tarif impor dan resiprokal.
"Mungkin enam bulan masih punya kekuatan finansial atau modal, tapi setelah itu kalau kita lihat ya mereka juga gak akan bertahan lama kalau misalnya kenaikan tarifnya tidak bisa di-negotiable dan yang ke masyarakat, yang pertama adalah kemungkinan PHK bisa terjadi pada perusahaan-perusahaan eksportir. Yang kedua, dengan situasi ini maka beberapa produk impor itu juga mengalami kenaikan ya, baik karena nilai tukar ataupun reaksi balasan dari market atau global," kata Tauhid dalam diskusi virtual, Jumat (4/4/2025).
1. Perusahaan berbasis komoditas bersiap hadapi penurunan

Selain itu, Tauhid turut menjelaskan, saham-saham perusahaan berbasis komoditas juga bersiap menghadapi penurunan seiring penerapan kebijakan tarif impor dan resiprokal Trump. Tauhid menyatakan hal tersebut sudah terjadi pasca pengumuman Trump yang dilakukan pada Rabu (2/4/2025) waktu AS.
"Kalau kita lihat beberapa di luar itu sudah trennya hampir kemarin begitu diumumkan negatif semua ya. Terutama bagi perusahaan-perusahaan yang berbasis komoditi ya yang katakanlah beberapa sektor CPO, beberapa sektor berbasis katakanlah alas kaki dan sebagainya. Itu pasti yang komoditi-komoditi terpengaruh secara global pasti akan relatif turun begitu ya," tutur dia.
2. BI diharapkan bisa lakukan intervensi

Penurunan tersebut kemudian akan memicu pelemahan nilai tukar alias kurs rupiah terhadap dolar AS.
Tauhid menyatakan, pelemahan itu bisa saja terjadi, tetapi Bank Indonesia (BI) kemungkinan besar langsung melakukan intervensi begitu perdagangan resmi dibuka pasca libur Lebaran.
"Kalau dampaknya ke rupiah ya saya kira kita harus melihat juga BI pasti akan melakukan intervensi. Bisa jadi akan terjadi pelemahan, tapi saya kira BI sekarang juga akan merespons hal tersebut," katanya.
3. Daftar produk RI dengan ekspor terbesar ke AS

Sebelumnya diberitakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang Januari-Desember 2024, ada 15 komoditas Indonesia yang paling sering diekspor ke AS. Berikut datanya:
- Mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), nilainya 4,18 miliar dolar AS
- Pakaian dan aksesorinya (rajutan) (HS 61), nilainya 2,48 miliar dolar AS
- Alas kaki (HS 64) nilainya 2,39 miliar dolar AS
- Pakaian dan aksesori pakaian yang tidak dirajut atau dikait (HS 62) nilainya 2,1 miliar dolar AS
- Lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), nilainya 1,78 miliar dolar AS
- Karet dan barang dari karet (HS 40), nilainya 1,68 miliar dolar AS
- Perabotan dan alat penerangan (HS 94), nilainya 1,43 miliar dolar AS
- Ikan dan udang (HS 03), nilainya 1,09 miliar dolar AS
- Mesin dan peralatan mekanis (HS 84), nilainya 1,01 miliar dolar AS
- Olahan dari daging dan ikan (HS 16), nilainya 788 juta dolar AS
- Kayu laminasi (HS 44), nilainya 733 juta dolar AS
- Kopi, teh (HS 09), nilainya 455,77 juta dolar AS
- Kimia dasar organik (HS 29), nilainya 415 juta dolar AS
- Kendaraan dan aksesori (HS 87), nilainya 254,8 juta dolar AS
- Besi dan baja (HS 72), nilainya 231 juta dolar AS
