Harga Minyak Dunia Turun Imbas Aramco Akan Tingkatkan Produksi

New York, IDN Times - Harga minyak dunia kembali turun, setelah sempat naik pada perdagangan kemarin. Penurunan harga minyak terjadi setelah Arab Saudi menyatakan akan meningkatkan kapasitas produksinya lebih banyak lagi.
Hal itu meningkatkan pertaruhan produksi dengan Rusia dan produsen serpih Amerika. Sementara, Aramco diarahkan untuk meningkatkan kapasitas maksimum 13 juta barel per hari.
1. Harga minyak mentah Brent dan WTI turun

Dikutip dari The Straits Times, Kamis (12/3), minyak mentah Brent untuk Mei turun 1 persen menjadi US$ 36,84 per barel di ICE Futures Europe Exchange, yang berbasis di London pada pukul 7.35 waktu setempat. Sebelumnya, minyak mentah Brent naik 6,7 persen.
Sementara, minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman April turun 1,2 persen menjadi US $ 33,94 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah berayun antara kenaikan 5,8 persen dan kerugian 2,4 persen.
2. Aramco diarahkan untuk meningkatkan kapasitas maksimum 13 juta barel per hari

Pada Rabu (11/3), Presiden dan CEO Aramco Amin H Nasser mengatakan perusahaan telah diarahkan Kementerian Energi untuk meningkatkan kapasitas maksimum yang berkelanjutan, dari 12 juta menjadi 13 juta barel per hari.
Kegagalan untuk mencapai kesepakatan terjadi pada pekan lalu tentang pengurangan produksi minyak, antara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin Rusia. Sebelumnya, Arab Saudi telah mengirim harga minyak saat keadaan menukik dan memicu kekhawatiran kemungkinan perang harga.
3. Pasar masih berada di bawah tekanan

Pasar juga di bawah tekanan, setelah data menunjukkan kenaikan dalam stok minyak mentah AS. Untuk pekan lalu yang berakhir 6 Maret, persediaan minyak mentah komersial AS--tidak termasuk dalam Cadangan Minyak Strategis, meningkat sebesar 7,7 juta barel dari pekan sebelumnya, Badan Informasi Energi AS melaporkan pada Rabu (11/3).
"Fase fluktuasi harga nyata ini kemungkinan akan berlanjut untuk beberapa waktu," ujar Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research seperti dikutip dari Antara.