Harga Tiket Pesawat Turun, Rencana Jokowi yang Dieksekusi Prabowo

- Harga tiket pesawat domestik menjadi kekhawatiran pemerintahan baru.
- Kurangnya jumlah pesawat yang bisa beroperasi menjadi salah satu pemicu utama mahalnya harga tiket rute domestik.
Jakarta, IDN Times - Harga tiket pesawat rute domestik yang dianggap terlalu tinggi menjadi kekhawatiran bagi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tak heran jika kemudian Prabowo menjadikan penurunan harga tiket pesawat rute domestik sebagai target yang ingin dicapai pada masa awal pemerintahannya.
Sejatinya, persoalan harga tiket pesawat rute domestik yang dianggap terlalu tinggi telah jadi isu utama yang diperhatikan pemerintahan era Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Hal itu diakui oleh Sandiaga Uno yang pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf). Kala itu, dia mengaku banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait masih mahalnya harga tiket pesawat domestik. Keluhan tersebut diakui Sandiaga sudah berlangsung lama atau dalam 9 bulan terakhir.
“Masyarakat perlu kita dengarkan bagaimana mereka menanyakan langkah-langkah ke depan dan ini sudah kami koordinasikan dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, dan maskapai penerbangan. Segala kemungkinan untuk menurunkan harga tiket pesawat domestik telah kami lakukan," tutur Sandiaga pada 22 Januari 2024.
Sandiaga menambahkan, tingginya harga tiket pesawat domestik ini membuat sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (ekraf) meradang. Hal itu lantaran banyak orang yang urung bepergian atau traveling ke sejumlah destinasi pariwisata daerah.
"Ini tentunya sangat memberatkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dan kami akan berupaya secara maksimal untuk menekan biaya tiket pesawat domestik agar lebih terjangkau bagi teman-teman yang mau healing ke beberapa destinasi unggulan kita," ujar mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Saking mahalnya tiket pesawat rute domestik, Sandiaga mengatakan, harga tiket pesawat ke Medan, Sumatra Utara (Sumut) lebih murah dari Singapura ketimbang dari wilayah asal di Indonesia.
“Ironis saya juga alami kemarin pergi ke Medan lewat Singapura lebih murah,” kata Sandiaga.
1. Penyebab harga tiket pesawat mahal

Mahalnya harga tiket pesawat domestik pun kemudian menimbulkan pertanyaan apa yang menjadi penyebab utamanya. Dari sisi pemerintah, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, kurangnya jumlah pesawat yang bisa beroperasi menjadi salah satu pemicu utama mahalnya harga tiket rute domestik.
“Jadi airline ini kan lagi aktual nih, tiket mahal gitu kan. Jadi, sebenarnya Indonesia itu turun sekali jumlah maskapainya. Jadi, kita itu dulu pernah di jumlah pesawat itu 500-an lebih. Sekarang, turun hanya ke sekitar 400-an. Jadi ini memang problem, memang jumlah airline kita turun signifikan," tutur pria yang karib disapa Tiko tersebut.
Pemerintah, kata Tiko, sebenarnya telah berupaya maksimal untuk menurunkan harga tiket pesawat. Namun, dia mengakui pesawat-pesawat di Indonesia memiliki spesifikasi yang mahal sehingga harga tiketnya harus disesuaikan.
Selain itu, Tiko juga menekankan pesawat-pesawat yang digunakan Indonesia berbeda dengan di Eropa dan Amerika. Tiko merujuk ke jenis pesawat yang digunakan oleh Garuda Indonesia.
"Pesawat kita ini mahal-mahal. Jadi, kalau teman-teman lihat, yang pernah ke luar negeri naik pesawat di Amerika atau Eropa, pesawat kita Garuda 737NG sama 320, itu spesifikasinya bagus banget. Kayak naik Alphard, bukan Hiace dan omprengan, iya kan? Jadi, kan susah kita ngomong. Tiket yang omprengan buat naik Alphard kan gak mungkin. Gak mungkin balik modal Alphard," tuturnya.
Tiko menegaskan, pesawat yang digunakan dalam penerbangan di Indonesia memiliki kualitas terbaik. Sederet maskapai, terutama Garuda Indonesia telah membeli pesawat dengan kualitas terbaik sejak dulu.
"Jadi, bahasanya seperti itu. Bahwa, kita tuh dulu pesawatnya yang best quality semua dan yang besar, 307, 330, maupun yang kecil 737NG maupun 320 itu, semuanya tuh best quality," ujar dia.
Hal itu yang kemudian membuat maskapai di Indonesia menerapkan harga tiket tinggi untuk penerbangannya.
"Ya itu gak mungkin kita charge dengan tiket omprengan karena tidak akan balik modal," kata Tiko.
Selain itu, harga tiket pesawat yang mahal juga warisan dari maskapai penerbangan sejak dulu dibawa hingga sekarang. Ada kaitan pula dengan utang antara maskapai dan lessor perihal pembelian armada pesawat.
"Jadi, memang ya kita berusaha turunkan efisiensi, naikkan volume penerbangan, beli pesawat baru. Tapi, juga kita gak bisa terlalu murah karena kita gak akan untung kalau terlalu murah," ujar Tiko.
Di sisi lain, pengamat penerbangan Alvin Lie mengungkapkan, harga tiket pesawat domestik tidak fleksibel seperti ke luar negeri. Hal itu menjadi alasan mengapa harga tiket pesawat domestik menjadi isu yang besar sehingga mengharuskan pemerintah mengintervensi untuk menurunkannya.
"Seharusnya harga tiket pesawat (domestik) itu fleksibel seperti harga tiket ke luar negeri, itu kan fleksibel. Hari tertentu mahal, hari berikutnya bisa murah karena mengikuti mekanisme pasar. Ketika ramai harganya mahal. Ketika sepi harganya murah," ujar Alvin kepada IDN Times.
Alvin lantas mengungkapkan alasan mengapa harga tiket pesawat domestik tidak fleksibel, yakni tidak adanya revisi tarif batas atas (TBA) sejak 2019 atau dalam lima tahun terakhir. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi maskapai-maskapai di Indonesia yang banyak mengalami kenaikan biaya operasi.
"Ini sudah lima tahun lebih biaya-biaya operasi maskapai penerbangan ini sudah naik. Kursinya berubah, harga avtur juga sudah naik, biaya-biaya tetap seperti gaji, sewa kantor, sewa fasilitas bandara, harga tarif listrik dan semuanya itu sudah berubah, tapi harga tiket domestik itu tidak boleh berubah," tutur Alvin.
Atas dasar hal tersebut, maskapai-maskapai di Indonesia jadi tidak punya pilihan untuk menetapkan harga tiket pesawat domestik yang tinggi. Alvin menambahkan, maskapai-maskapai tidak bisa melakukan subsidi laiknya yang dilakukan untuk menjual harga tiket pesawat rute internasional.
"Akhirnya maskapai penerbangan tidak punya pilihan lain selain menetapkan harga tiketnya pada tarif batas atas, tidak bisa saling subsidi seperti harga tiket internasional di mana ketika ramai tinggi, itu untuk menyubsidi ketika sepi harganya dibanting disubsidi dari laba ketika ramai," ujar dia.
2. Pembentukan satgas penurunan harga tiket

Sandiaga aat itu pun memastikan, pemerintah tidak menutup mata atas mahalnya harga tiket pesawat domestik. Kemenparekraf bakal terus berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk menurunkan harga tiket pesawat domestik.
"Kami akan terus berkoordinasi. Kami pastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam, terus memberikan upaya terbaik agar harga tiket ini lebih terjangkau," kata dia.
Adapun langkah yang ditempuh pemerintah dengan membentuk satuan tugas (satgas) penurunan harga tiket pesawat. Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan harga tiket pesawat yang lebih efisien di Indonesia.
“Itu sudah diadakan rapat koordinasinya, dan sudah diperintahkan ada sembilan langkah ke depan, termasuk pembentukan satgas untuk penurunan (harga) tiket pesawat,” ujar Sandiaga.
Dia menjelaskan, satgas tersebut terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait lainnya.
Sejalan dengan satgas tersebut, Luhut Binsar Pandjaitan yang kala itu menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) mengaku, pemerintah menyiapkan langkah untuk menurunkan harga tiket pesawat dan efisiensi penerbangan. Salah satu langkah itu dengan evaluasi operasi biaya pesawat.
Luhut menjelaskan, Cost per Block Hour (CBH) yang merupakan komponen biaya operasi pesawat terbesar, perlu diidentifikasi rincian pembentukannya.
“Kami juga merumuskan strategi untuk mengurangi nilai CBH tersebut, berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan,” ujar Luhut.
Pemerintah juga mempertimbangkan penyesuaian mekanisme pengenaan tarif penerbangan yang saat ini mengakibatkan penerapan dua kali tarif PPN, Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR), dan Passenger Service Charge (PSC) bagi penumpang yang melakukan transfer atau ganti pesawat. Pemerintah akan menyesuaikan perhitungan tarif berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang.
“Mekanisme perhitungan tarif perlu disesuaikan berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang, yang akan berdampak signifikan mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan,” kata Luhut.
3. Kajian Kemenhub soal harga tiket pesawat domestik

Pemerintah melalui Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (BKT Kemenhub) dan Ditjen Perhubungan Udara serta pemangku kepentingan pun kemudian merilis kajian terkait harga tiket pesawat. Kajian tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi kebijakan jangka pendek yang dianggap mampu menurunkan harga tiket pesawat.
Rekomendasi jangka pendek tersebut lebih banyak terkait dengan komponen yang dapat dikendalikan oleh pemerintah.
"Hasil dari kajian dan diskusi mendalam dengan para pemangku kepentingan terdapat rekomendasi kebijakan jangka pendek dan jangka panjang yang harus diambil untuk menurunkan harga tiket pesawat. Kebijakan ini harus diambil secara lintas sektoral, tidak hanya oleh Kemenhub sendiri," tutur Kepala BKT, Robby Kurniawan.
Salah satu rekomendasi kebijakan jangka pendek adalah dengan memberikan insentif fiskal terhadap sejumlah biaya yang jadi komponen dalam harga tiket pesawat.
Sebagai informasi, harga tiket yang dibayarkan masyarakat terdiri dari komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan (surcharge).
Subsidi tersebut, di antaranya direkomendasikan untuk biaya avtur, suku cadang pesawat, penyedia jasa bandara terhadap biaya pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U, ground handling throughout fee, biaya operasi langsung seperti pajak biaya BBM dan pajak biaya suku cadang dalam rangka biaya overhaul atau pemeliharaan.
"Mengusulkan penghapusan pajak tiket untuk pesawat udara sehingga tercipta equal treatment (kesetaraan perlakuan) dengan moda transportasi lainnya yang telah dihapuskan pajaknya berdasarkan PMK Nomor 80/PMK.03/2012," kata Robby.
Rekomendasi kebijakan jangka pendek lainnya adalah sistem multi provider (tidak monopoli) untuk suplai avtur. Hal itu sejalan dengan usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"Terkait dengan hal ini Kemenhub telah menulis surat kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi berisi saran dan pertimbangan tentang multi provider BBM penerbangan," ujar Robby.
"Hal ini ditujukan untuk mencegah praktik monopoli, serta mendorong implementasi multiprovider BBM penerbangan di bandar udara, sehingga diharapkan tercipta harga avtur yang kompetitif," sambung dia.
Kemudian menghilangkan konstanta dalam formula perhitungan avtur. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Adapun untuk jangka menengah hingga panjang dapat dilakukan dengan meninjau kembali formulasi TBA yang berlaku saat ini. Robby mengatakan, hal itu karena adanya perubahan kondisi pasar yang perlu diakomodir dengan baik, khususnya komponen biaya operasi langsung maupun tidak langsung, yang berdampak pada keselamatan penerbangan dan keberlanjutan layanan transportasi udara.
“Selain itu, upaya jangka panjang adalah bersama stakeholders bidang sumber daya energi perlu mendorong pemerataan harga avtur di seluruh bandara Indonesia, yang salah satunya dengan cara membangun kilang secara tersebar. Dengan pemerataan ini diharapkan sektor aviasi di Indonesia menjadi lebih baik dan berdampak positif bagi semua sektor,” tutur dia.
4. Target pemerintah harga tiket pesawat turun pada Oktober meleset

Pada akhir Agustus 2024. Sandiaga Uno menyampaikan, kajian satgas penurunan harga tiket pesawat sudah memasuki babak akhir. Dia menargetkan, harga tiket pesawat perjalanan domestik bisa turun sekitar 9-10 persen.
Sandiaga berharap, kebijakan ini dapat diterapkan untuk seluruh maskapai pada Oktober 2024. Kebijakan ini diharapkan bisa meningkatkan jumlah pariwisata dalam negeri.
"Ya, sekitar 10 persen, 9-10 persen yang bisa kita identifikasi yang bisa kita capai dengan jika kita melakukan penyesuaian tiga indikator tadi, yaitu pajak, avtur dan bea," kata dia.
Sandiaga mengungkapkan, satgas penurunan harga tiket pesawat sudah mengidentifikasi tiga masalah untuk mencari solusi terbaik menanggapi mahalnya harga tiket pesawat domestik yang dikeluhkan masyarakat.
Masalah pertama, pemerintah sedang mengkaji penurunan pajak sparepart pesawat. Lalu, pemerintah sedang menyusun rencana pembebasan bea masuk barang impor kebutuhan penerbangan. Terakhir, pemerintah berusaha menurunkan biaya avtur.
"Kita sudah memasuki tahap akhir dan ada tiga identifikasi penurunan harga tiket yang bisa kita lakukan melalui satu penurunan pajak untuk sparepart pesawat, dan juga penurunan bea, dari bea masuk komponen pesawat untuk menurunkan secara signifikan dan avtur," kata Sandiaga.
Ucapan Sandiaga tersebut jauh panggang dari api sebab hingga dirinya lengser dari jabatan Menparekraf per 20 Oktober 2024, harga tiket pesawat domestik belum juga turun. Dengan demikian, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf tidak mampu menyelesaikan persoalan harga tiket pesawat domestik yang tinggi dan menyisakan PR bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Target penurunan harga tiket pesawat domestik pun kemudian berubah menjadi jelang libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru). Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo-Gibran menargetkan penurunan harga tiket pesawat domestik sebesar 10 persen sebelum momen liburan tersebut.
“Kami lagi masih menunggu, harapannya sebelum Nataru ini kita sudah bisa dapat hasil dari satgas itu," ujar Menteri Perhubungan (Menhub), Dudy Purwagandhi pada akhir Oktober lalu.
5. Strategi pemerintah turunkan harga tiket pesawat dipertanyakan

Target penurunan harga tiket pesawat 10 persen pun mendapatkan sorotan dari Alvin Lie dan Asosiasi Maskapai Nasional alias Indonesia National Air Carriers Association (INACA).
Alvin menyebut, angka 10 persen termasuk besar. Target itu bisa diturunkan jika tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dalam tiket pesawat dihapus.
"Sekarang kalau pemerintah dalam hal ini terutama Menteri Pariwisata (Sandiaga Uno) menyatakan harga tiket bisa turun 10 persen. Sebaiknya yang ditanya dia bagaimana mau menurunkan harga tiket itu 10 persen. Sepuluh persen itu banyak loh kecuali kalau memang misalnya PPN harga tiket domestik itu dihapus, itu langsung bisa turun 10 persen," tutur Alvin.
Alvin menambahkan, jika tarif PPN pada harga tiket pesawat domestik tetap diadakan maka sulit bagi maskapai menurunkan harga tiket tersebut. Hal itu lantaran maskapai penerbangan masih menanggung beban biaya lainnya yang jumlahnya cukup banyak.
"Kalau tidak menghapus itu (PPN), saya tidak melihat bagaimana maskapai penerbangan bisa menurunkan harga tiket tanpa misalnya biaya sewa bandara itu diturunkan, biaya-biaya pelayanan bandara diturunkan, biaya pendaratan, biaya penyewaan garbarata, biaya penyewaan counter check-in dan sebagainya. Itu kalau tidak diturunkan bagaimana harga tiket bisa turun," beber Alvin.
Di sisi lain, Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja mengingatkan kondisi finansial pesawat masih sulit, bahkan semua maskapai masih mengalami kerugian karena beban biaya yang lebih besar dari pendapatan.
“Pada dasarnya maskapai penerbangan memerlukan tambahan pendapatan untuk menutup biaya operasional serta mendapatkan keuntungan untuk kelangsungan bisnis dan menjaga kelancaran konektivitas angkutan udara yang selamat, aman dan nyaman,” kata Denon.
Untuk informasi, kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah adalah menurunkan Tarif Batas Atas (TBA) 10 persen atau menghapus fuel surcharge mulai periode peak season Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru). Dengan dua kebijakan di atas untuk menurunkan harga tiket pesawat, INACA menilai pendapatan maskapai penerbangan akan berkurang.
“Dengan adanya rencana kebijakan dari pemerintah tersebut tentu akan mengurangi pendapatan maskapai, sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan tetap,” ucap Denon.
Meski begitu, harga tiket pesawat masih bisa diturunkan, asal pemerintah menerapkan kebijakan yang bisa menurunkan komponen biaya dalam pembentukan harga tiket pesawat. Denon mengatakan, ada enam kebijakan yang bisa menurunkan harga tiket pesawat:
- Adanya penurunan biaya di seluruh bandara yaitu PJP2U (Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) dan PJP4U (Pelayanan Jasa Pendaratan Penempatan dan Penyimpanan Pesawat Udara), serta biaya navigasi penerbangan dari Airnav, turun lebih dari 10 persen.
- Jika PPN pada tiket yang merupakan PPN Masukan dihilangkan, maka seluruh PPN Keluaran khususnya pada avtur, PJP4U dan yang lainnya juga harus dihilangkan.
- Otoritas energi nasional sebaiknya menetapkan harga jual fuel (avtur) sesuai MOPS.
- Menghilangkan semua bea masuk suku cadang pesawat udara.
- Penambahan operating hours tanpa ada penambahan biaya pada bandar udara, terutama bandara BTJ, PDG, PKU, BTH, DJB, TJQ, PLM, PGK, SRG, SOC, SUB, YIA, JOG, HLP, KOE, MOF, TMC, LOP, AAP, PKN, PNK, BPN, MDC, GTO, TTE, AMQ, DJJ, SOQ, TIM, MKQ dan BIK.
- Biaya PJP2U (PSC) bandara dipisahkan dari tiket.
Denon mengatakan, keenam langkah tersebut harus dilaksanakan bersamaan dengan penurunan TBA atau penghapusan fuel surcharge sehingga biaya-biaya yang dikeluarkan maskapai penerbangan juga turun, dan kerugian maskapai penerbangan tidak bertambah besar.
“Dengan demikian maskapai dapat tetap melangsungkan bisnisnya, menjaga konektivitas transportasi udara dan melaksanakan operasional penerbangan yang selamat, aman dan nyaman,” kata Denon.
6. Pemerintah resmi menurunkan harga tiket pesawat domestik

Pada 27 November 2024, pemerintah secara resmi menurunkan harga tiket pesawat rute domestik selama periode Nataru. Presiden Prabowo Subianto pun merasa bangga harga tiket pesawat bisa turun pada masa pemerintahannya. Dia mengakui harga tiket pesawat memang tidak turun dalam beberapa tahun terakhir.
"Mungkin, pertama kali dalam berapa tahun kami bisa menurunkan harga tiket pesawat. Biasanya, menjelang akhir tahun atau hari libur, harga-harga naik. Kami bisa turunkan sedikit, tiket pesawat untuk membantu masyarakat. Tapi, kami juga waspada supaya penurunan tiket pesawat tidak merugikan industri penerbangan," ujar Prabowo.
Prabowo mengapresiasi jajaran menteri dan para pemangku kepentingan yang telah menurunkan harga tiket pesawat dalam negeri sebesar 10 persen pada masa Nataru dan berlaku 16 hari sejak 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025. Mantan Menteri Pertahanan itu mengatakan, hal tersebut merupakan bantuk komitmen pemerintah kepada rakyat.
"Terima kasih Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, dan para Menteri terkait. Ini karena teamwork yang baik di antara kita, di antara saudara-saudara. Inilah bentuk komitmen kita untuk selalu berpihak kepada rakyat, berpihak kepada kepentingan nasional," ujar Prabowo.
Adapun Menhub Dudy mengatakan, penurunan harga tiket pesawat dapat terwujud berkat kolaborasi lintas kementerian dan stakeholder. Demi mengakomodasi penurunan tiket (tanpa pengurangan PPN) diperlukan peran maskapai, PT Angkasa Pura Indonesia, PT Pertamina, serta Airnav, untuk menurunkan fuel surcharge, PJP2U, dan avtur.
"Semoga penurunan harga tiket pesawat ini menjadi kabar gembira bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan pada masa Nataru 2024/2025. Kami terus berupaya mempersiapkan dengan sebaik-baiknya agar masyarakat Indonesia bisa merayakan Nataru 2024/2025 dengan selamat, aman, dan nyaman," ujar Dudy.
Selain berlaku untuk keberangkatan selama Nataru pada 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025, kebijakan penurunan harga tiket pesawat juga hanya berlaku untuk pemesanan yang dilakukan per 1 Desember 2024.
“Ini berlaku mulai 1 Desember, untuk keberangkatan tanggal 19 Desember sampai 3 Januari, untuk yang issued tiket setelah 1 Desember,” kata Direktur Utama PT Angkasa Pura Indonesia (API) atau InJourney Airports, Faik Fahmi.
Hal itu membuat masyarakat yang sudah membeli tiket untuk keberangkatan 19 Desember 2024 sampai 3 Januari 2025 sebelum 1 Desember, tak bisa menikmati penurunan harga tiket pesawat.
7. Respons maskapai soal penurunan harga tiket pesawat

Maskapai penerbangan pun menyambut baik kebijakan pemerintah yang menurunkan harga tiket pesawat domestik. Lion Group mendukung penuh kebijakan pemerintah menurunkan harga tiket pesawat kelas ekonomi pada penerbangan domestik selama periode Nataru.
Corporate Communication Strategic of Lion Group, Danang Mandala Prihantoro menyampaikan, pihaknya menyambut baik langkah pemerintah tersebut sebagai bagian dari upaya mewujudkan asta cita Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat konektivitas nasional, mendukung mobilitas masyarakat, serta membangun perekonomian negara melalui sektor transportasi udara.
"Penurunan kebijakan tarif 10 persen yang diterapkan di seluruh bandar udara di Indonesia diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang bepergian selama periode liburan Nataru," ujarnya.
Danang menambahkan, kebijakan ini dirancang dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan publik dan keberlanjutan operasional maskapai.
Selain itu, penurunan tarif tiket pesawat diharapkan dapat berdampak pada beberapa hal. Pertama, mempermudah aksesibilitas masyarakat dalam melakukan perjalanan udara dengan biaya lebih terjangkau. Kemudian meningkatkan aktivitas pariwisata domestik dan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia.
"Lalu memberikan peluang yang lebih besar bagi sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi lokal selama masa kebutuhan keagamaan, keluarga, dan liburan," tutur Danang.
Maskapai pelat merah Garuda Indonesia juga mengaku siap mengimplementasikan penurunan harga tiket domestik.
“Kami memahami kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi udara dengan harga terjangkau, utamanya di tengah persiapan jelang libur Natal dan Tahun Baru. Oleh karena itu, hingga saat ini upaya koordinasi intensif terus diperkuat bersama seluruh pemangku kepentingan," tutur Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan.
Dia menilai, penurunan harga tiket ini juga telah memperhitungkan secara seksama dengan memperhatikan proyeksi pertumbuhan penumpang pada libur akhir tahun.
“Dengan demikian, diberlakukannya penurunan harga tiket ini, kami optimis volume penumpang akan tumbuh positif yang tentunya akan berdampak langsung terhadap kinerja pendapatan Garuda Indonesia,” ujar dia.
Di sisi lain, maskapai lainnya, yakni AirAsia Indonesia menyatakan siap mendukung kebijakan pemerintah jika ingin melanjutkan penurunan harga tiket pesawat rute domestik. Adapun pemerintah baru mengeluarkan kebijakan penurunan harga tiket rute domestik selama periode Nataru yang berlangsung sejak 19 Desember 2024-3 Januari 2025.
"Tentunya itu merupakan sesuatu yang masih kami harus monitor sesuai dengan review yang kita lakukan untuk periode Nataru ini, tapi apa pun itu kami selalu selaras sejalan dengan arahan pemerintah," ujar Direktur Utama AirAsia Indonesia, Veranita Yosephine Sinaga.
Penurunan harga tiket pesawat rute domestik selama Nataru disebut merugikan maskapai. Namun, Veranita meyakini kebijakan tersebut telah digodok pemerintah sebaik mungkin dengan memperhatikan maskapai.
"Kami yakin pemerintah juga ketika membuat arahan dan kebijakan memperhatikan keberlangsungan kami karena at the end of the day tadi, ingat bahwa kita harus menyelaraskan antara konsumen, maskapai dan juga komponen industri aviasi yang lain, semuanya harus berkembang," tutur Veranita.
8. Benarkah harga tiket pesawat turun?

Fakhri (31) mengaku tidak merasakan adanya penurunan harga tiket pesawat selama periode Nataru. Dia bercerita kepada IDN Times, harga tiket pesawat yang dia beli saat 15 Desember 2024 dari Jakarta ke Surabaya pada saat libur Nataru sama dengan ketika dia biasa beli saat momen Lebaran.
“Jujur gue nggak (dapat penurunan harga tiket). Gue berharap akan normal ke Surabaya sekitar Rp700 ribuan, tapi gue tetap dapat Rp1 juta,” kata dia, Minggu (29/12/2024).
Fakhri pun mengaku, harga tiket ke Surabaya justru masih lebih mahal ketimbang dia pergi ke Malaysia.
“Justru gue ke Malaysia malah Rp655 ribu dan Rp900 ribu,” ujarnya.
Hal sama diutarakan oleh Edo (32) yang mudik dari Jakarta menuju Pekanbaru untuk merayakan Natal bersama keluarganya. Dia membeli tiket PP Jakarta-Pekanbaru-Jakarta dengan harga di atas Rp3 juta yang dianggap sama seperti harga normal.
“Tiket seharga Rp3,2 juta pakai Garuda dan Pelita Air. Ini sepertinya harga normal, soalnya biasanya juga Rp3 jutaan PP,” kata Edo.
Sementara itu, Catriana (26) yang juga bepergian dari Jakarta menuju Pekanbaru mengaku tidak merasakan adanya penurunan harga tiket pesawat yang dia beli.
“Sama saja, baik di peak season atau pun di hari normal. Dapat harga itu paling murah Rp1,06 juta, tapi pesannya jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Saya pesan tanggal 22 Desember dapat Lion Air ke Pekanbaru Rp1,06 juta,” ujar Catriana.
Catriana mengaku, kondisi tersebut sama seperti tahun lalu ketika dia hendak mudik ke Pekanbaru. Di sisi lain, jika dibandingkan dengan 6-7 tahun lalu ketika dirinya masih kuliah, harga tiket pesawat Jakarta-Pekanbaru saat peak season Natal sekitar Rp850 ribu dan paling tinggi Rp1,2 juta.
Kondisi tersebut lantas berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir. Erick mengaku telah memastikan harga tiket pesawat domestik benar-benar turun selama periode Nataru.
Hal itu terjadi setelah Erick menelepon para direktur utama maskapai penerbangan pelat merah seperti Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.
"Saya juga diinstruksikan oleh Pak Prabowo ya baru saja bagaimana memastikan harga tiket itu benar-benar terjadi penurunan. Jadi tadi makanya saya sempat telepon Dirut Garuda, Citilink juga dan tentu Pelita Air dan tadi dicek juga saya dan Raffi (Ahmad) check in bahwa memang harga tiket sesuai dengan tentu arahan Bapak Presiden," tutur Erick dalam konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang pada Jumat (20/12/2024).