Hiperinflasi, Venezuela Kembali Keluarkan Uang Baru Berbagai Pecahan

Jakarta, IDN Times – Bank Sentral Venezuela (Central Bank of Venezuela/BCV) mulai menerbitkan tiga uang kertas baru pada 8 Maret karena negara itu terus mengalami hiperinflasi. Uang kertas itu terdiri dari pecahan 200 ribu, 500 ribu dan 1 juta bolivar.
“(Uang itu) akan mulai beredar secara bertahap,” kata bank tersebut, menurut Central Banking, Selasa (9/3/2021).
1. Nilai bolivar sangat rendah

Meski pecahan mata uang baru yang diterbitkan bernilai besar dalam bolivar, namun dalam denominasi dolar itu tidak ada artinya.
Menurut data bank sentral, pada 9 Maret nilai 1,9 juta bolivar hanya setara satu dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan di pasar gelap sekalipun, nilai tukarnya hampir sama, menurut data dari situs web Dolar Today.
2. Telah berulang kali mencetak uang

Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Venezuela telah melakukan pencetakan uang kertas baru pada denominasi yang berbeda sebagai cara untuk mengatasi inflasi yang terus melonjak.
“Uang kertas baru ini akan melengkapi dan mengoptimalkan denominasi saat ini, untuk memenuhi persyaratan ekonomi nasional,” kata bank sentral dalam sebuah pernyataan, mengutip DW.
Menurut bank sentral, tingkat inflasi antar tahun berjalan mencapai 2.665 persen pada Januari. Akibat itu, semakin jarang orang menggunakan uang kertas Venezuela dan lebih memilih memakai kartu. Apalagi saat ini semakin banyak toko-toko di negara itu yang menerima pembayaran hanya dalam dolar AS.
3. Penyebab kehancuran ekonomi Venezuela

Ekonomi Venezuela telah mengalami serangkaian krisis selama tujuh tahun terakhir karena negara itu menerima sanksi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara lain atas penambangan emas, operasi minyak milik negara, dan transaksi bisnis lainnya.
Akibatnya, negara Amerika Selatan itu terus mengalami tekanan dalam ekonominya. Hal itu juga telah dipengaruhi kisruh politik di negara itu, di mana AS juga tidak mengakui pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Nicolas Maduro, penerus mantan Presiden Hugo Chavez.
Situasi negara itu telah diperburuk oleh kejatuhan harga minyak dan pembatasan penjualan minyak penyulingan dalam negeri.