Industri Makanan Minuman Wanti-wanti Daya Beli Lesu Imbas Tarif PPN

- Tarif PPN 12 persen akan berlaku pada 1 Januari 2025.
- Ketua Umum Gapmmi menyatakan kenaikan tarif PPN akan melemahkan daya beli masyarakat dan memperlambat laju konsumsi rumah tangga.
- Konsumsi rumah tangga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, namun tren pelemahan terjadi.
Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman mengatakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 akan melemahkan daya beli karena naiknya bahan baku dan biaya produksi serta (menganggu) rantai pasok.
Ujungnya akan terjadi kenaikan harga jasa/produk, yang melemahkan daya beli masyarakat, sehingga utilitas penjualan tidak optimal.
"Terlebih pada produk pangan yang sangat sensitif terhadap harga, masyarakat akan mengerem konsumsinya. Hal ini akan memperlambat laju konsumsi rumah tangga," ujar Adhi dalam keterangannya, Kamis (28/12/2024).
1. Konsumsi rumah tangga masih jadi tumpuan ekonomi

Saat ini konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi berkontribusi sebesar 53,08 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, menunjukkan tren pelemahan.
Bila berkaca pada kuartal III 2024, konsumsi hanya mampu tumbuh 4,91 persen, lebih rendah dibandingkan kuartal II 2024 sebesar 4,93 persen.
"Industri makanan minuman merupakan motor penggerak transaksi di berbagai pelaku ritel, baik di pasar tradisional maupun modern," imbuh Adhi.
2. Tekan pertumbuhan industri makanan dan minuman

Adhi menilai, peningkatan omset dan peredaran uang melalui transaksi perdagangan dari berbagai kanal dapat membantu meningkatkan aktivitas ekonomi dan pendapatan negara. Strategi ini sangat penting untuk menciptakan stabilitas ekonomi, sekaligus memperkuat kontribusi sektor perdagangan terhadap penerimaan negara.
"Kenaikan PPN akan berpotensi menekan pertumbuhan industri makanan minuman, sehingga dapat memperlambat pemulihan ekonomi nasional. Apalagi pemerintah mencanangkan pertumbuhan ekonomi untuk menuju 8 persen, perlu didukung semua sektor," sebutnya.
3. Pemerintah diminta cari cara lain untuk tingkatkan penerimaan negara

Dengan demikian, Gapmmi berharap pemerintah memilih langkah lain untuk meningkatkan penerimaan negara. Misal, dengan menerapkan ektensifikasi PPN yang masih berpotensi besar, dibandingkan menaikkan tarif.
"Apalagi sangat dimungkinkan dalam UU 7/2021 pasal 7 ayat 3, menyatakan tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen," tutur dia.