Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jaga Harga Beras saat Nataru, Bapanas Salurkan 96,3 Persen SPHP

Foto penjual beras di Pasar Baru Kelurahan Paruga Kota Bima, Hj Faridah (IDN Times/Juliadin)

Jakarta, IDN Times - Badan Pangan Nasional dan Perum Bulog melakukan distribusi beras murah lewat operasi pasar atau program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) kepada masyarakat. Langkah ini untuk menstabilkan harga beras menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). 

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan per 12 Desember, realisasi penyaluran beras SPHP di tingkat konsumen secara nasional telah mencapai hingga 96,3 persen. 

"Secara numerik, realisasi nasional berada di angka 1.044.908.832 (1,044 miliar) kg dari target 1,085 miliar kg. Sementara realisasi SPHP di Jawa Timur sudah mencapai 88,44 persen atau 90.203.861 kg dari 102 juta kg," ungkap Arief, Selasa (19/12/2023). 

1. Jaga harga pangan terkendali, gerakan pangan murah digencarkan

Badan Pangan Nasional Gencarkan Gerakan Pangan Murah. (dok. Humas Badan Pangan)

Lebih lanjut, pihaknya juga terus menggencarkan Gerakan Pangan Murah (GPM) sampai pengujung 2023. Dengan berkolaborasi bersama pemerintah daerah, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) berfokus menggelontorkan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dengan harga yang relatif lebih baik dan terjangkau. 

Berdasarkan data yang dimilikinya, secara nasional, sampai 16 Desember, GPM telah kami laksanakan bersama pemerintah daerah, total mencapai 1.591 lokasi. Itu dilaksanakan bersama 324 kabupaten kota yang ada di 35 provinsi.

"Operasi pasar murah seperti ini merupakan arahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang meminta intensitas pelaksanaan pasar murah di daerah-daerah terus diperbanyak, sehingga masyarakat dapat lebih terbantu dalam memperoleh bahan pangan pokok,” tuturnya. 

2. Cegah kenaikan harga beras agar tak seperti Desember 2022

Pedagang sembako di pasar Pucang Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Menurutnya tren kenaikan harga beras sempat terjadi pada Desember tahun lalu yang berada di level 2,30 persen. Tren ini pun dinilainya cukup tinggi, dibandingkan inflasi beras pada November 2022 yang ada di 0,38 persen oleh karena itu distribusi beras lewat operasi pasar akan terus digencarkan. 

“Untuk komoditas beras, target penyaluran melalui program SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) di tahun ini 1,085 miliar kg. Ini terus kita gelontorkan bersama Perum Bulog, baik melalui GPM maupun distribusi langsung ke semua lini pasar,” jelas Arief.

3. Menkeu soroti harga beras yang sudah naik 21 persen

Masyarakat mengecek harga beras. (Dokumentasi/Triyan Pangastuti).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti harga beras di dalam negeri yang mengalami kenaikan 21 persen sejak awal 2023, mengingat kenaikan harga beras ini  memiliki andil besar terhadap inflasi volatile food atau harga yang bergejolak pada tahun ini. 

"Harga beras di dalam negeri naik 21 persen," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2023).

Inflasi komponen bergejolak (volatile food) adalah inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun komoditas pangan internasional.

Selain beras, harga komoditas lain yang juga naik dan menyumbang inflasi yakni cabai dan bawang putih. Seperti diketahui, harga cabai memang tengah mengalami kenaikan sampai tembus Rp100 ribu per kg.

"Ini yang berkontribusi inflasi yang berasal dari pangan. Harga volatile food masih menunjukkan tekanan terhadap inflasi kita. Kontribusinya naik tajam sejak pertengahan tahun 7,6 persen," lanjutnya.

Sementara harga beras secara global disebut mengalami penurunan hingga 6,5 persen.  Hal ini karena faktor politik dan perang yang menyebabkan ketidakpastian pada harga komoditas.

"Selain faktor ekonomi, suplai demand ada faktor politik dan perang maka volatilitas geopolitik dan perang harusnya harga melemah tapi malah jadi volatile menguat," jelas Sri Mulyani. 

Secara keseluruhan, beberapa komoditas Indonesia menunjukkan koreksi cukup signifikan sejak awal tahun, seperti batu bara 63 persen sejak awal 2023, minyak turun 14 persen, gas alam turun 43,7 persen, CPO turun 14,8 persen,  gandum 23,4 persen,  kedelai turun hampir 5 persen dan beras di global turun 6,5 persen. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us