Jeritan Bos Lorena: Mudik Dilarang Tapi Wisata Dibuka, Apa Bijaksana?

Jakarta, IDN Times - Momen lebaran tahun ini semestinya jadi nafas baru bagi pengusaha angkutan umum yang hampir mati suri selama lebih satu tahun akibat pandemik COVID-19. Namun, kebijakan pemerintah yang melarang mudik mulai 6 sampai 17 Mei 2021 membuat pengusaha hanya bisa mengelus dada. Terkini, larangan mudik diperpanjang sejak Kamis (22/4/2021) sampai 24 Mei 2021.
VP President Director Lorena Transport Group, Eka Sari Lorena, mengakui mudik jadi momentum pengusaha mendapatkan keuntungan, namun pengusaha terpaksa melewatkan momen dua kali lebaran akibat pandemik COVID-19. Kondisi tersebut tentu tidak mudah bagi pengusaha.
"Ada hal yang kontradiktif, contohnya tidak boleh mudik tetapi tempat hiburan, tempat wisata itu dibuka, pasti kita tahu pada saat ini pasti mereka itu tidak bisa mudik pasti perginya ke tempat-tempat wisata, apakah juga bijaksana? atau kita kerjakan langsung seperti Korea tidak boleh berkumpul lebih dari lima orang jangan tanggung begitu," ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Kamis (23/4/2021)
1. Kebijakan sebaikya merangkul semua sektor

Eka menambahkan jika memang kebijakan tersebut untuk kebaikan bersama, pemerintah seharusnya bisa merangkul semua pemangku kepentingan, termasuk sektor transportasi darat khususnya bus.
"Kita lihat penjualan kendaraan pribadi naik karena pembebasan pajak, untuk angkutan umum sendiri apa? ini bukan pertama ini udah dua tahun, dua kali lebaran bukan hal yang sebentar, apa justifikasinya? adakah insentif bansos kecil, tapi bantuankan ada signifikannya, misalkan kebutuhnya Rp10 ribu dikasih Rp10, itu aneh," ungkapnya.
2. Belum ada kebijakan untuk pengelola angkutan jalan

Eka menegaskan sampai hari ini belum ada kebijakan yang mengedepankan pengelola angkutan jalan raya khususnya penumpang. Disisi lain, para pengusaha bus juga harus tetap mengedepankan aspek keamanan dan kenyamanannya serta untuk kepentingan pegawainya.
"Jadi kami tidak hanya bertahan tapi mampu melakukan, penting untuk pemeliharaan SDM-nya, kendaraannya, ngeri kalau tidak ada aspek keamananya. Harusnya Organda menyuarakan aspirasi, ini bukan sim salamin, kita bisa dihitung ada berapa perusahaan, kebutuhannya berapa, regulator cerdas, pemerintah bisa mengerti," katanya.
3. Relaksasi konkret bagi pengusaha di tengah pandemik

Eka berharap pemerintah bisa memberi dukungan yang lebih konkret bagi pengusaha bus. Misalnya, pemberian relaksasi bagi industri angkutan penumpang yang tidak diberikan melalui bank.
"Kalau mau bantu langsung pilih saja daftar perusahaan di Jakarta, tidak usah organisasi lama lagi, ya kalau kompeten yang ada dipolitisasi," ujarnya.
Selain itu, Eka berharap pemerintah dan pengusaha angkutan penumpang bisa duduk bersama agar industri angkutan bisa bertahan.
"Pemerintah mau gimana, budget berapa untuk industri angkutan penumpang, ini kita hitung bersama kerugiannya, dan bagaimana agar bisa bertahan,apa langsung relaksasi pajak dilepaskan, BPJS ditanggung pemerintah. Hal-hal kongkret yang memberatkan apa saja dilihat, ini bukan sim salambin, ini jelas aturan mainnya kok, tinggal siapa yang merajut," imbuhnya.