Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

JFTC Hukum Google Terkait Praktik Monopoli di Jepang

logo Chrome (pexels.com/Deepanker Verma)
Intinya sih...
  • JFTC melarang Google prioritaskan aplikasi Search dan Chrome di Android, karena kontrak yang dianggap melanggar undang-undang antimonopoli Jepang.
  • Google menjalin kesepakatan dengan produsen smartphone Android untuk memunculkan aplikasi pencarian dan perambannya di layar awal, dengan imbalan pembagian pendapatan iklan.
  • Kontrak Google mencakup 80% perangkat Android di Jepang, sehingga JFTC memerintahkan reformasi kontrak dan keterlibatan pihak ketiga independen untuk memantau kepatuhan.

Jakarta, IDN Times – Badan pengawas persaingan usaha Jepang (JFTC), resmi melarang Google memberikan perlakuan istimewa terhadap aplikasi Search dan Chrome di perangkat Android. Kebijakan ini diumumkan Selasa (15/4/2025), setelah ditemukan kontrak yang dianggap melanggar undang-undang antimonopoli Jepang. Ini merupakan pertama kalinya JFTC mengeluarkan perintah cease and desist kepada raksasa teknologi besar.

Menurut laporan Nikkei Asia, Google sejak Juli 2020 telah menjalin kesepakatan dengan setidaknya enam produsen smartphone Android. Hal ini dilakukan agar aplikasi pencarian dan perambannya muncul di layar awal. Sebagai imbalannya, perusahaan membagi pendapatan iklan dengan lima mitra bisnis yang bersedia mengikuti syarat tersebut.

“Kami kecewa dengan temuan JFTC, karena perjanjian kami dengan mitra Jepang bersifat pro-kompetitif dan tidak dapat disangkal telah meningkatkan kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam inovasi produk yang memberikan lebih banyak pilihan bagi konsumen,” kata juru bicara Google, Danielle Cohen, dalam email kepada The Verge. Ia menambahkan bahwa Google akan meninjau keputusan tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya.

1. JFTC temukan bukti hambatan terhadap pesaing lokal

ilustrasi mesin pencari Google (pexels.com/Sarah Blocksidge)

JFTC menyimpulkan bahwa kontrak Google secara tidak adil menghambat masuknya layanan pencarian lain ke pasar Jepang. Dalam penyelidikan yang dilakukan sejak 2020, ditemukan bahwa Google meminta aplikasi pesaing seperti Bing milik Microsoft atau Yahoo Japan untuk tidak diinstal sama sekali.

Kondisi ini dinilai menciptakan situasi yang menyulitkan kompetitor. Sebab, umumnya produsen enggan memasang lebih dari satu aplikasi dengan fungsi serupa di satu perangkat. Otoritas menyatakan bahwa tindakan tersebut termasuk dalam praktik trading on restrictive terms yang dilarang menurut undang-undang antimonopoli Jepang.

Lebih lanjut, kontrak Google mencakup sekitar 80 persen perangkat Android yang dijual di Jepang. JFTC memerintahkan perusahaan untuk mereformasi kontrak-kontrak tersebut dan tidak lagi melakukan praktik serupa di masa depan.

2. Google diminta ubah kontrak dan lapor rutin lima tahun

Ilustrasi dokumen. (IDN Times/Arief Rahmat)

Dilansir dari Kyodo News, Rabu (16/4), sebagai bagian dari sanksi, JFTC mewajibkan Google melibatkan pengacara dan pihak ketiga independen untuk memantau kepatuhan terhadap reformasi kontraknya. Progres reformasi ini harus dilaporkan secara berkala selama lima tahun ke depan.

Selain itu, Google diminta melonggarkan syarat-syarat dalam kontraknya terkait pembagian pendapatan iklan. Tujuannya agar produsen perangkat memiliki lebih banyak pilihan dalam menentukan aplikasi bawaan yang akan disediakan di perangkat mereka.

Sebelumnya, pada April 2024, JFTC juga sempat menerima rencana perbaikan sukarela dari Google. Hal itu terkait pembatasan tidak adil dalam perjanjian iklan pencarian yang dijalin Google dengan Yahoo Japan, yang kini berada di bawah naungan LY Corp.

3. Jepang ikuti jejak Uni Eropa dan AS soal regulasi Big Tech

Bendera Jepang (Toshihiro Oimatsu from Tokyo, Japan, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Langkah tegas ini diambil seiring meningkatnya tekanan global terhadap dominasi raksasa teknologi. Jepang sendiri telah meloloskan undang-undang tahun lalu yang serupa dengan Digital Markets Actmilik Uni Eropa. Regulasi tersebut bertujuan mencegah praktik self-preferencing seperti yang dilakukan Google.

Di Amerika Serikat, Google juga tengah menanti keputusan dari pengadilan terkait kasus antimonopoli besar yang bisa berujung pada pemisahan bisnis. Sementara itu, Uni Eropa telah lebih dulu bergerak membatasi dominasi perusahaan seperti Google, Apple, dan Amazon. JFTC berharap sanksi ini dapat menjadi sinyal kuat bagi perusahaan teknologi lain agar mematuhi aturan persaingan usaha di Jepang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us