Jepang Siap Berunding dengan AS soal Tarif Trump

- Jepang belum berencana mengenakan tarif balasan terhadap AS.
- Menteri Revitalisasi Ekonomi Jepang Ryosei Akazawa akan melakukan negosiasi dengan AS.
- Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba menolak gagasan konsesi cepat dalam kesepakatan dengan AS.
Jakarta, IDN Times - Jepang sedang mempersiapkan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) mengenai tindakan tarifnya. Saat ini, pejabat pemerintah Jepang sedang melakukan analisis, berspeksulasi bahwa perubahan sikap pemerintahan Presiden AS Donald Trump baru-baru ini mengenai tarif barang elektronik kemungkinan dipicu oleh reaksi masyarakat dan tren pasar.
Menteri Revitalisasi Ekonomi Jepang Ryosei Akazawa bertanggung jawab atas pembicaraan tarif. Ia akan melakukan perjalanan tiga hari ke AS mulai 16 April 2025, guna memulai negosiasi, dilansir NHK News pada Selasa (15/4/2025).
1. Jepang mendesak AS meninjau kembali pemberlakuan tarif baru
Nantinya, Akazawa akan bertemu dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer di Washington DC. Peluncuran negosiasi bilateral ini disepakati, ketika Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba dan Trump melakukan pembicaraan melalui telepon pekan lalu.
"Kami akan mendesak pihak AS untuk meninjau kembali langkah-langkah tarifnya, sementara kami mengambil pendekatan menyeluruh dari pemerintah untuk membuahkan hasil sesegera mungkin," kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (15/4/2025).
"Pertemuan tersebut dirancang untuk membangun kepercayaan di antara para menteri terkait," sambungnya, dikutip dari Kyodo News.
2. Tarif balasan ke AS tidak menguntungkan rakyat Jepang

Pada Senin (14/4/2025), Ishiba mengatakan bahwa ia menolak gagasan untuk membuat konsesi cepat dalam mencapai kesepakatan dengan AS. Menurutnya, orang cenderung gagal, jika mereka terlalu terburu-buru. Ishiba mengatakan membuat konsesi hanya untuk tujuan menyelesaikan negosiasi bukan ide yang baik dan menggarisbawahi pentingnya mengeksplorasi bagaimana sekutu lama dapat bekerja sama.
Di parlemen, Ishiba mengatakan ia tidak berpikir untuk mengenakan tarif balasan terhadap Washington. Sebab, hal itu tidak akan menguntungkan rakyat Jepang di tengah kenaikan harga pangan dan energi. Meski begitu, ia belum sepenuhnya menghapus opsi tarif balasan dari meja perundingan.
"Kami tidak bermaksud membuat kompromi satu demi satu untuk menyelesaikan negosiasi dengan cepat," kata Ishiba dalam sidang Komite Anggaran DPR.
Sementara itu, pemimpin partai oposisi utama Partai Demokratik Konstitusional, Yoshihiko Noda, memperingatkan selama sesi komite bahwa Washington mungkin mendorong dolar yang lemah di bawah Trump. Serta, mengincar kesepakatan yag mirip dengan Plaza Accord pada 1985, ketika negara-negara ekonomi besar termasuk Jepang sepakat untuk membantu mendepresiasi mata uang AS.
3. Tarif baru AS berdampak pada ekonomi Jepang

Trump telah bergerak untuk mengenakan tarif pada mitra dagang negaranya, guna memperbaiki apa yang ia lihat sebagai perdagangan yang tidak seimbang.
Tokyo sebagai sekutu dekat AS pun tidak luput dari dampaknya, dengan bea masuk impor yang lebih tinggi pada mobil, baja, dan aluminium, bersama dengan apa yang disebut tarif resiprokal atau tarif timbal balik. Hal ini telah meningkatkan kekhawatiran mengenai potensi dampak buruk bagi ekonomi Jepang yang digerakkan oleh ekspor.
Tokyo telah mendesak Washington untuk memikirkan kembali langkah-langkah tarifnya. Sementara, sebagian dari tarif resiprokal 24 persen yang diberlakukan Trump terhadap barang-barang Jepang telah ditangguhkan selama 90 hari. Namun, bea masuk dasar sebesar 10 persen tetap berlaku, selain pungutan terhadap mobil, baja, dan aluminium.