Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

JP Morgan: Tarif Trump Bisa Rusak Ekonomi dan Bawa ke Jurang Resesi

Trump menunjukkan rincian tarif timbal balik AS. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Trump menetapkan Tarif Timbal Balik kepada lebih dari 180 negara dan wilayah, termasuk UE dan sejumlah negara di Asia.
  • Tarif Trump berdampak pada pendapatan pribadi riil yang dapat dibelanjakan pada kuartal II dan III menjadi negatif, serta meningkatkan risiko resesi global hingga 40 persen.

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan Tarif Timbal Balik kepada lebih dari 180 negara dan wilayah, termasuk Uni Eropa (UE) dan sejumlah negara di Asia. Pada Rabu (2/4/2025), Trump menampilkan bagan yang merinci tarif negara lain terhadap AS, dan tarif balasan yang dibebankan AS ke negara tersebut.

Mengutip CNBC International, Trump mengatakan, pihaknya mengenakan tarif ke negara lain sebesar setengah dari tarif yang dibebankan masing-masing negara kepada AS. Trump juga menetapkan tarif dasar 10 persen secara menyeluruh kepada barang impor yang masuk ke negeri Paman Sam.

Berikut analisis dari J.P. Morgan terkait dampak kebijakan tarif Trump.

1. Perlambatan pertumbuhan PDB AS dan meningkatnya inflasi

ilustrasi rincian tarif timbal balik Trump (work prepared by an officer or employee of the United States Government, Public domain, via Wikimedia Commons)

Dengan adanya tarif Trump, J.P. Morgan Research merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) dan inflasi AS. Ekonomi AS diperkirakan akan turun menjadi 1,3 persen. Sementara inflasi harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) naik menjadi 2,7 persen, sedangkan inflasi inti menningkat menjadi 3,1 persen.

Bank investasi asal AS itu menurunkan estimasi pertumbuhan PDB riil 2025 karena meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan, dampak tarif yang berlaku, dan tindakan pembalasan oleh mitra dagang AS. Pertumbuhan PDB riil kini diperkirakan mencapai 1,6 persen untuk 2025, turun 0,3 persen dari estimasi sebelumnya.

Pertumbuhan dan inflasi yang memburuk membuat Federal Reserve (the Fed) menghadapi dilema yang menantang. Kepala ekonom AS di J.P. Morgan, Michael Feroli mengatakan, lingkungan bisnis yang lebih menantang akan meningkatkan kemungkinan memburuknya pasar tenaga kerja, yang pada akhirnya memungkinkan bank sentral AS itu kembali menaikkan suku bunganya.

"Meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan akan membebani pertumbuhan aktivitas, khususnya untuk belanja modal. Ditambah lagi, tarif yang telah diberlakukan akan menciptakan lonjakan inflasi utama, yang mendorong kenaikan harga konsumen sebesar 0,2 poin persentase. Tarif pembalasan juga akan menghambat pertumbuhan ekspor bruto," kata Feroli.

2. Risiko resesi global meningkat menjadi 40 persen

ilustrasi pelabuhan (pexels.com/Samuel Wolfl)

J.P. Morgan Research menaikkan risiko resesi global yang terjadi pada 2025 menjadi 40 persen, dari sebelumnya 30 persen pada awal tahun ini. Kepala Ekonom Global J.P Morgan, Bruce Kasman melihat peningkatan risiko tersebut akibat kebijakan perdagangan AS, termasuk kebijakan tarif.

Feroli mengatakan, tarif Trump akan mendatangkan pendapatan yang cukup besar. Namun, hal itu dilakukan dengan mengorbankan harga yang lebih tinggi yang dapat menekan daya beli konsumen.

"Dampak terhadap daya beli dapat menyebabkan pertumbuhan pendapatan pribadi riil yang dapat dibelanjakan pada kuartal II dan III menjadi negatif, dan dengan itu risiko belanja konsumen riil juga dapat berkontraksi pada kuartal tersebut. Dampak ini sendiri dapat membawa ekonomi ke jurang resesi," tutur Feroli.

Tak hanya itu, pemerintahan Trump juga mempertimbangkan untuk menerapkan tarif terhadap berbagai jenis pajak asing yang lebih luas, seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak layanan digital, yang dikenakan oleh negara-negara lain terhadap perusahaan-perusahaan AS. Skema ini akan memberikan dampak yang jauh lebih signifikan.

3. Kenaikan harga barang dibebankan kepada konsumen

ilustrasi bendera Amerika Serikat (AS) (pexels.com/Brett Sayles)

Trump juga menaikkan tarif 25 persen kepada seluruh impor baja dan aluminium. Itu dapat menimbulkan kenaikan harga mobil dan suku cadang mobil di AS. Harga kendaraan ringan di negeri Paman Sam berpotensi naik hingga 11,4 persen rata-rata dalam satu skenario, jika produsen membebankan biaya terkait tarif kepada konsumen.

Dampak tarif kemungkinan akan dibebankan kepada konsumen AS, sehingga harga barang akan menjadi lebih tinggi untuk beberapa barang impor. Menurut Ekonom senior AS di J.P. Morgan, Murat Tasci, tarif adalah pajak atas impor, di mana beban pajak hampir selalu dibebankan pada penjual dan konsumen dalam negeri, dan bukan pada produsen asing.

Joshua Bolten, CEO Business Roundtable, sebuah kelompok lobi yang terdiri dari para kepala eksekutif perusahaan besar AS, mengatakan bahwa tarif universal Trump berisiko merusak ekonomi.

"Tarif universal yang berkisar antara 10-50 persen berisiko menyebabkan kerugian besar bagi produsen, pekerja, keluarga, dan eksportir AS. Kerusakan pada ekonomi AS akan meningkat semakin lama tarif diberlakukan dan dapat diperburuk oleh tindakan pembalasan," kata Bolten.

4. Dampak besar terhadap ekonomi global

ilustrasi bursa saham NASDAQ AS (bfishadow on Flickr, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Menurut Kasman, meningkatnya kekhawatiran konflik perdagangan berdampak signifikan pada aktivitas ekonomi. Estimasi model secara seragam menunjukkan dorongan pertumbuhan negatif dari tarif, sementara studi empiris perang dagang AS periode 2018-2019 menyimpulkan biaya tarif yang ditanggung oleh konsumen menekan pertumbuhan AS dan global.

"Elemen transmisi utama kebijakan tarif adalah melalui sentimen, di awal tahun, pasar dan survei menganggap kebijakan tersebut ramah bisnis. Namun, kami mulai melihat hambatan besar pada sentimen saat bisnis dan rumah tangga menilai ulang, yang dapat, dan mungkin akan memperbesar dampak ekonomi langsung dari tarif," ungkap Kasman.

Sementar itu, menurut Dana Moneter Internasional (IMF), kenaikan tarif AS sebesar 10 persen secara universal, yang disertai dengan pembalasan dari kawasan Euro dan China, dapat mengurangi PDB AS sebesar 1 persen, dan PDB global sekitar 0,5 persen hingga 2026. 

5. Penurunan kepercayaan bisnis

Bursa saham Australia, ASX. (unsplash.com/Marcus Reubenstein)

Purchasing Managers Index (PMI) pada Februari 2025, yang memberikan perkiraan kondisi bisnis di sektor swasta AS, turun di bawah 50 untuk pertama kalinya dalam dua tahun. Hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan kepercayaan bisnis.

Selain itu, indeks pasar perumahan  yang diterbitkan The National Association of Home Builders (NAHB)  secara keseluruhan, yang melacak tingkat relatif penjualan rumah keluarga tunggal saat ini dan masa mendatang, turun dari 47 menjadi 42.

Sementara itu, indeks pasar saham utama di Asia anjlok tajam hanya beberapa menit setelah perdagangan dimulai. Indeks Nikkei 225 Jepang merosot lebih dari 4,1 persen, indeks saham Kospi Korea Selatan anjlok lebih dari 2,5 persen, dan indeks ASX 200 Australia jatuh sekitar 2 persen.

"Penurunan sentimen terkini dan aksi jual di pasar ekuitas pada akhir minggu menunjukkan semakin besarnya kesadaran terhadap risiko ini," ungkap J.P. Morgan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us