Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Parwati Surjaudaja Pimpin OCBC NISP Lalui Berbagai Krisis

Parwati Surjaudaja, CEO OCBC NISP (IDN Times/Herka Yanis)

Jakarta, IDN Times – CEO OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, membagikan kisah perjalanannya dalam menjadi pemimpin dalam sektor perbankan di tengah berbagai krisis, mulai dari 1998, 2008, hingga pandemik COVID-19 yang dimulai pada akhir 2019 lalu. Dalam pemaparannya pada Kamis (13/1/2022), Parwati mengatakan setiap krisis yang dihadapi memberikan cerita yang berbeda.

"Jadi memang sejarahnya panjang sekali," katanya dalam wawancara khusus dengan IDN Times.

1. Mendapat kepercayaan dari IFC

Parwati Surjaudaja, CEO OCBC NISP (IDN Times/Herka Yanis)

Parwati menjelaskan, sejak mulai bekerja di OCBC NISP, yang dulunya hanya NSP pada 1990, banyak gejolak di bidang perbankan disaksikannya. Salah satunya, yakni pada saat terjadi krisis moneter di 1998.

Dia menyebut di tengah banyaknya bank yang bangkrut pada saat krisis, NISP saat itu justru mendapat kepercayaan dari International Finance Corporation (IFC), anggota Bank Dunia.

"Jadi, di masa krismon itu, bahkan IFC, anak perusahaan World Bank malah memberikan pinjaman. Mereka memberikan pinjaman untuk kami di masa krisis. Bahkan, pada era 2000-an, mereka menjadi salah satu pemegang saham," kata Parwati.

Selanjutnya, ketika 2005, tepatnya saat sudah berbentuk OCBC hingga sekarang, IFC malah menjadi pemegang saham mayoritas, lebih dari 85 persen.

2. Era krisis ekonomi global

IDN Times/OCBC NISP

Parwati menjelaskan krisis ekonomi yang terjadi secara global pada 2008 pun memberikan kejutan tersendiri pada bank. Anggapan bisnis atau kegiatan bank tak bisa tergoyahkan akibat krisis, justru terpatahkan.

"Itu juga luar biasa. Maksudnya, kita melihat yang terjadi 1998 di Indonesia, ada di dunia. Jadi bank-bank yang kayaknya tuh gak mungkin bisa bermasalah, ikut bermasalah," katanya.

3. Pandemik COVID-19 berikan lebih banyak tekanan

Parwati Surjaudaja, CEO OCBC NISP (IDN Times/Herka Yanis)

Terkait pandemik COVID-19 yang bermula sejak akhir 2019, Parwati mengatakan krisis ini yang membawa dampak paling luas, karena tidak hanya berimbas pada sektor ekonomi, tapi juga kesehatan.

Parwati mengakui, kalau pandemik COVID-19 menjadi yang paling berat karena faktornya belum pernah dihadapi. Sebab, semua berkaitan dengan kesehatan serta keamanan.

"Jadi kita bukan bicara ekonomi saja, tak hanya bicara di atas kertas, tapi soal keamanan, keberadaan fisik dari setiap individu. Jadi, waktu itu kan satu hal yang paling harus dipikirkan terlebih dahulu adalah bagaimana kesehatan dan keamanan para nasabah serta karyawan. Jadi, pengalamannya luar biasa," ujar Parwati.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rehia Sebayang
Satria Permana
3+
Rehia Sebayang
EditorRehia Sebayang
Follow Us