Krisis Pangan, Pengungsi Palestina Butuh Bantuan Keuangan Mendesak

Jakarta, IDN Times - Sebuah kelompok hak asasi manusia (HAM), Shahed, meminta bantuan keuangan mendesak untuk ribuan pengungsi Palestina di Lebanon pada Rabu (9/3/2022), dilansir Anadolu Agency.
Kelompok HAM yang berbasis di Beirut itu mengatakan bahwa para pengungsi telah menanggung penderitaan akibat krisis ekonomi yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina. Harga pangan meningkat dan para pengungsi kekurangan bahan pokok.
1. Menyoroti standar ganda terhadap masalah pengungsi Palestina

Kelompok Shahed menyayangkan perlakuan standar ganda oleh masyarakat internasional dalam menangani masalah pengungsi Palestina. Sebab, dunia seolah lebih menyoroti pengungsi atas konflik di Ukraina dan mengesampingkan kasus Palestina.
“Sementara komunitas internasional telah mengerahkan semua kemampuan ekonomi, politik, sosial dan media untuk mendukung pengungsi Ukraina, terdapat ketidakadilan dukungan terhadap para pengungsi Palestina,” kata kelompok HAM itu.
2. Kondisi pengungsi Palestina sangat mengenaskan

Menurut pernyataan Shahed, ada sekitar 250 ribu pengungsi Palestina yang hidup dalam kondisi sulit di 12 kamp pengungsi di Lebanon.
Dilansir laman Badan Bantuan untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, kondisi kamp-kamp itu mengerikan dan ditandai dengan kepadatan penduduk, kondisi perumahan yang buruk, pengangguran, kemiskinan, dan kurangnya akses terhadap keadilan.
Di pengungsian itu, warga Palestina tidak memiliki hak untuk mendapat pekerjaan serta tidak bisa memiliki properti karena mereka bukan warga negara Lebanon. Pengungsi Palestina tidak dapat menuntut hak yang sama seperti orang asing lain yang tinggal dan bekerja di Lebanon.
3. Harga pangan di Timur Tengah meningkat akibat konflik Ukraina

Kenaikan harga pangan yang terjadi akibat konflik di Ukraina tidak hanya dirasakan oleh warga Palestina di pengungsian, namun juga dirasakan oleh semua negara di kawasan Timur Tengah.
Di Irak, warga pada Rabu turun ke jalan untuk memprotes kenaikan harga pangan. Sementara di Tunisia juga mengalami hal serupa. Presiden Tunisia, Kais Saied, bahkan turun tangan dengan mengumumkan perang terhadap spekulan yang mencoba untuk menimbun bahan pangan seperti gandum dan semolina, dikutip Al Awsat.
Sementara itu, di Mesir, harga roti semakin melonjak. Sebungkus roti berisi lima pipih sekarang dapat dijual seharga 7,5 pound Mesir (sekitar Rp6.861) di wilayah Kairo, naik dari 5 pound seminggu yang lalu.
Dilansir Market Watch, melonjaknya harga pangan disebabkan karena akses kapal dagang melalui Laut Hitam tertutup akibat konflik kedua negara. Bahan pangan seperti Gandum, jagung, dan biji bunga matahari terjebak di dalam negeri dan tidak akan diekspor.