Laba Perusahaan Rokok Merosot, Ini Biang Keroknya

Jakarta, IDN Times - Beban cukai yang bertambah tiap tahun menjadi biang kerok merosotnya kinerja keuangan perusahaan-perusahaan rokok raksasa. Hal itu ditandai dengan penurunan laba bersih perusahaan-perusahaan rokok dari tahun ke tahun.
Sebagai informasi, kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selalu jauh di atas angka inflasi sehingga memengaruhi secara signifikan kinerja keuangan perseroan di industri yang padat karya ini. Hal itu terlihat pada anjloknya profitabilitas setidaknya dua emiten rokok, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP).
1. Penurunan laba GGRM

GGRM diketahui mengalami penyusutan laba menjadi Rp1,49 triliun atau 63,92 persen secara tahunan per September 2022.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan periode sama tahun sebelumnya ketika GGRM justru berhasil meraup laba hingga Rp4,13 triliun.
Penyebab penurunan laba GGRM utamanya adalah kenaikan biaya pokok penjualan dengan cukai dan pajak termasuk beban terbesar di dalamnya sebesar 5,58 persen.
Direktur Gudang Garam, Heru Budiman mengungkap, kenaikan cukai tidak diikuti dengan kenaikan harga rokok. Adapun imbas kenaikan cukai rokok justru berpengaruh pada daya beli masyarakat.
"Profit tidak akan turun jika cukai langsung diteruskan ke konsumen, tetapi di sisi konsumen menyebabkan downtrading di mana perokok mencari rokok yang harganya lebih murah," kata Heru dalam pernyataan resminya, Rabu (2/11/2022).
2. Penurunan laba juga terjadi pada HMSP

Hal sama pun dialami oleh HMSP. Laba bersih HMSP tercatat mengalami penurunan sebesar 11,7 persen menjadi Rp4,9 triliun per September 2022.
Angka ini jauh dari profitabilitas pada periode sama 2019 atau sebelum pandemik COVID-19, yakni Rp10,20 triliun.
3. Penyebab utama penurunan kerja HMSP

Senada dengan GGRM, beban cukai yang semakin tinggi di tengah melemahnya daya beli menjadi penyebab utama penurunan kinerja HMSP.
Penurunan laba bersih disebabkan karena Sampoerna tidak dapat meneruskan sepenuhnya beban cukai yang meningkat kepada konsumen. Belum lagi kondisinya diperparah dengan adanya pandemik COVID-19.
"Tidak dapat dimungkiri sejak tahun 2020 pandemik telah berdampak berat terhadap ekonomi dan industri tembakau. Kombinasi dari pandemik COVID-19 dan dampak dari kenaikan cukai sebesar 2 digit serta pelebaran jarak cukai telah menghadirkan tantangan yang belum pernah terjadi pada industri tembakau termasuk pada Sampoerna," Presiden Direktur HMSP, Vassilis Gkatzelis.
Faktor‐faktor tersebut, ditambahkan dengan melemahnya daya beli perokok dewasa sebagai dampak dari pandemik, menyebabkan percepatan tren downtrading di mana perokok dewasa beralih ke produk dengan cukai dan harga yang lebih rendah.
Menurutnya kebijakan fiskal merupakan salah satu kunci untuk memastikan keberlanjutan usaha dan investasi pelaku industri rokok golongan I.