Lonjakan Harga Teh dan Daging Dorong Inflasi Pangan di Inggris

- Harga teh dan daging melonjak, mempengaruhi pengeluaran rumah tangga.
- Pasokan global memperparah tekanan harga pangan Inggris.
- Kebijakan anggaran pemerintah baru menjadi perhatian pelaku usaha.
Jakarta, IDN Times - Lonjakan harga komoditas memicu inflasi pangan Inggris kembali mencapai titik tertinggi sejak awal 2024. Laporan British Retail Consortium (BRC) mengungkapkan, harga pangan naik 4 persen di Juli 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menandai kenaikan tercepat sejak Februari 2024.
Tren kenaikan ini terjadi akibat berbagai faktor eksternal dan menambah tekanan terhadap biaya hidup masyarakat Inggris sepanjang minggu terakhir Juli 2025.
1. Harga teh dan daging melonjak, berdampak pada pengeluaran rumah tangga
BRC melaporkan harga teh dan daging menjadi penyumbang utama kenaikan harga pangan di Inggris. “Staples seperti daging dan teh terkena kenaikan harga paling tinggi,” jelas Helen Dickinson, Chief Executive BRC dalam keterangannya ada Senin (28/7/2025), dilansir The Independent.
Kenaikan harga ini terutama disebabkan oleh pasokan global yang lebih ketat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Menurut data BRC, inflasi pangan di Juli mencapai 4 persen, lebih tinggi dari 3,7 persen di Juni 2025. Dampaknya, keluarga menengah bawah di Inggris harus melakukan penyesuaian belanja agar bisa memenuhi kebutuhan dasar.
2. Pasokan global memperparah tekanan harga pangan Inggris
BRC menjelaskan, selain faktor domestik, pasokan global yang ketat ikut memberi kontribusi besar terhadap mahalnya komoditas tertentu seperti teh dan daging. Harga pangan dunia yang fluktuatif telah memperberat beban ekonomi rumah tangga di Inggris sepanjang Juli 2025.
Dickinson juga menegaskan, memburuknya kondisi pasokan dari negara-negara produsen utama banyak memicu lonjakan harga. Sementara, banyak kebutuhan dasar masyarakat Inggris masih bergantung pada bahan pangan impor.
3. Kebijakan anggaran pemerintah baru menjadi perhatian pelaku usaha
BRC dan sejumlah pelaku bisnis menyoroti kebijakan anggaran yang diumumkan pemerintah pada awal Juli 2025 sebagai salah satu penyebab meningkatnya biaya operasional di sektor ritel. Penerapan budget baru oleh pemerintahan Partai Buruh tercatat turut memengaruhi harga bahan pokok.
“Sejumlah perubahan kebijakan anggaran telah menambah tekanan pada biaya distribusi dan logistik, yang ujungnya tercermin pada harga konsumen,” ungkap BRC dalam laporan resmi, dilansir Bloomberg.
Situasi ini membuat banyak ritel mengantisipasi kemungkinan kenaikan lanjutan jika tekanan biaya tetap terjadi.