Luncurkan NRA 2021, PPATK Perkuat Komitmen Berantas Pencucian Uang

Jakarta, IDN Times - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meluncurkan naskah penilaian risiko 2021 atau yang dikenal sebagai National Risk Assessment (NRA).
Peluncuran NRA 2021 ini merupakan respons Indonesia dalam menghadapi perkembangan keadaan risiko terkini dengan cara mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, serta pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, baik dalam lingkup risiko domestik maupun luar negeri (inward risk dan outward risk) yang mutakhir.
Terkait peluncuran NRA 2021, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD menyatakan hal tersebut sebagai bentuk konkret terhadap implementasi Rekomendasi Nomor 1 Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) dan merespons catatan evaluasi dalam Mutual Evaluation Review (MER) Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) Tahun 2018.
"Peluncuran NRA tahun 2021 bukan hanya sekedar memenuhi rekomendasi namun juga merupakan kebutuhan domestik dalam penentuan arah dan kebijakan nasional," kata Mahfud, dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Kamis (19/8/2021).
Selain itu, pengkinian NRA juga menjadi upaya penting dalam proses MER yang saat ini tengah dijalani Indonesia. Apalagi pemerintah juga telah berkomitmen untuk mendorong Indonesia menjadi bagian dari FATF yang saat ini statusnya masih sebagai Observer.
Bergabungnya Indonesia ke dalam FATF akan menjadi pembuktian
integritas sistem keuangan Indonesia. Indonesia sejauh ini menjadi satu-satunya anggota G-20 yang belum tergabung dalam FATF.
1. Indonesia adaptif terkait situasi dan kondisi risiko terbaru

Lebih lanjut Mahfud menyampaikan, NRA 2021 merupakan bentuk adaptif Indonesia dalam merespons adanya dinamika situasi dan kondisi risiko saat ini, terutama pada masa pandemik COVID-19.
"Dengan berkembangnya teknologi dan kompleksnya modus pelaku kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) yang tidak dapat diprediksi, memberikan peluang ancaman baru yang harus kita mitigasi dan antisipasi secara cepat dan tepat, salah satunya dengan melihat apa yang tertuang dalam Naskah NRA tahun ini," tutur dia
2. NRA 2021 bentuk komitmen Indonesia mencegah dan memberantas TPPU

Sementara itu, Kepala PPATK, Dian Ediana Rae menyatakan bahwa NRA 2021 menujukkan komitmen Indonesia dalam mencegah dan memberantas segala bentuk Tindak Pidana Pencucian Uang alias TPPU.
Hal itu didukung dengan sikap PPATK yang telah melaksanakan penilaian NRA sejak 2015. PPATK kemudian melakukan penilaian konsolidasi NRA 2015 Updated atas berbagai penilaian risiko sektoral dan white paper selama periode 2015 sampai 2020.
"Kondisi tersebut menunjukan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang sangat kuat dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Berbagai langkah dalam rangka mengukuhkan komitmen Indonesia telah dilaksanakan secara solid melalui strategi kebijakan nasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia," ujar Dian.
Dian menambahkan, sampai saat ini Idonesia secara konsisten dan progresif dalam hal upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, TPPT, Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PSPM).
"Beberapa upaya yang telah dilakukan di antaranya mendorong RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal, perluasan Pihak Pelapor baru, perluasan penyidik TPPU, pembentukan Public Private Partnership (PPP), pembentukan berbagai Satgas, dan pembangunan database PEP Domestik," kata dia.
3. Hasil NRA 2021

Dian pun menjelaskan hasil NRA 2021 yang di dalamnya terdapat beberapa perubahan dan kondisi ancaman baru terhadap aspek pencegahan dan pemberantasan TPPU/TPPT/PPSPM.
Dalam NRA 2021, diketahui bahwa korupsi dan narkotika menjadi dua jenis tindak pidana asal TPPU yang berisiko tinggi TPPU domestik. Ada beberapa contoh kasus TPPU hasil korupsi, yang di antaranya melibatkan kepala daerah dan partai politik, sektor sumber daya alam, dan pengelolaan keuangan dana investasi.
Contoh kasus TPPU hasil korupsi yang telah melibatkan sejumlah kepala daerah dan berafiliasi dengan partai politik adalah kasus ZH senilai Rp54,4 miliar.
Kemudian contoh kasus TPPU hasil korupsi sektor SDA berakibat kerugian negara sebesar Rp37,8 triliun dan kasus korupsi pengelolaan keuangan dana investasi juga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp16,81 triliun.
Tak hanya itu, Dian juga menyatakan bahwa korupsi dan narkotika juga menjadi jenis tindak pidana asal yang berkategori ancamam tinggi TPPU ke luar negeri (outward risk).
Contohnya adalah pengungkapan kasus TPPU hasil narkotika jaringan GB dengan data transaksi semua pihak terkait terperiksa sebesar Rp6,4 Triliun, FY sebesar Rp27 triliun, dan LB sebesar Rp181 triliun yang merupakan Jaringan Narkotika Internasional.
Kemudian, ada juga pengungkapan kasus TPPU hasil Korupsi Transnasional seperti Kasus Korupsi Garuda ES sebesar Rp87,46 miliar, Kasus Bendahara Partai NZ sebesar Rp627,86 miliar, Kasus Kepala Daerah terkait Suap Korupsi Sektor Sumber Daya Alam sebesar Rp40,26 miliar, Kasus Korupsi Proyek Pengadaan E-KTP senilai Rp5,9 triliun.
4. Jenis tindak pidana asal TPPU yang berkategori ancaman tinggi ke Indonesia.

Adapun, penipuan, korupsi, transfer dana, narkotika, dan informasi transaksi elektronik (ITE) merupakan jenis tindak pidana asal TPPU yang berkategori ancaman tinggi TPPU ke Indonesia (Inward Risk).
"Akhir-akhir ini, Indonesia seringkali menjadi negara tujuan pengalihan transfer dana dalam kasus penipuan transaksi bisnis atau Business Email Comproise (BEC) oleh sindikat jaringan internasional," ujar Dian.
Di antaranya, lanjut Dian, kasus pembelian peralatan COVID-19 dari Italia sebesar Rp56 miliar, Belanda sebesar Rp27 miliar, Yunani sebesar Rp111 miliar, dan Argentina sebesar Rp40 miliar.