Media Asing Soroti Indonesia Buka Keran Ekspor Pasir Laut
- Pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang
- Keputusan ini menimbulkan protes dari aktivis lingkungan dan politikus
- Larangan ekspor dicabut setelah Menteri Perdagangan merevisi aturan, meskipun menuai pertentangan dari kelompok lingkungan hidup
Jakarta, IDN Times - Keputusan pemerintah untuk membuka keran ekspor pasir laut memicu protes dari aktivis lingkungan dan sejumlah politikus. Mereka menilai tindakan tersebut mengeksploitasi lingkungan dan menimbulkan dampak sosial yang negatif.
Hal tersebut tak hanya diberitakan di Tanah Air, tapi juga menjadi sorotan media asing. Salah satunya Channel News Asia yang menulis laporan berjudul "Indonesia’s move to allow export of sea sand draws brickbats, but Jokowi defends change".
CNA mengutip Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang mengatakan yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan sedimentasi.
"Ini bukan pasir laut. Yang boleh (diekspor) itu sedimentasi,” kata Jokowi dalam artikel yang dirilis CNA pada 19 September.
1. Ekspor pasir laut dibuka setelah 20 tahun ditutup

Larangan ekspor yang sudah berlaku lebih dari 20 tahun itu akhirnya dicabut, setelah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan merevisi Peraturan Mendag pada 26 Agustus 2024.
Permendag No 20/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No 22/2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor, dan Permendag No 21/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No 23/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Keputusan ini dikeluarkan lebih dari setahun setelah Presiden Jokowi mengeluarkan aturan Mei tahun lalu. Dalam aturan itu, Jokowi memperbolehkan pemegang izin pertambangan untuk mengambil dan mengekspor pasir laut, dengan syarat kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Peraturan presiden tahun lalu itu juga menuai pertentangan dari sejumlah kelompok lingkungan hidup.
Meski demikian, peraturan presiden ini baru dapat dilaksanakan setelah Menteri Perdagangan merevisi aturan tentang larangan ekspor pasir laut. Setelah direvisi minggu lalu, Peraturan Menteri Perdagangan itu akan mulai berlaku setelah 30 hari kerja.
2. Muncul berbagai kritik dari berbagai organisasi lingkungan

CNA mengutip Greenpeace mengatakan pembukaan kembali ekspor pasir laut menambah "dosa ekologis" pemerintahan Jokowi di akhir masa jabatannya. Juru Kampanye Kelautan Greenpeace Indonesia, Afdillah Chudiel mengatakan organisasinya telah mengantisipasi otorisasi ulang ekspor pasir laut menyusul pengumuman Jokowi tahun lalu.
"Banyak kritik dari masyarakat, nelayan, akademisi, dan peneliti. Kami telah memprediksi sejak awal bahwa rezim Jokowi tidak akan peduli dengan kritik dan tidak akan berpihak pada lingkungan," kata Afdillah seperti dikutip dari situs resmi Greenpeace.
3. Penambangan pasir laut merusak ekosistem laut

Greenpeace mengatakan penambangan pasir laut dapat merusak ekosistem laut, menghancurkan habitat keanekaragaman hayati, dan memperburuk abrasi pantai serta banjir pasang. Selain itu, kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir dapat merugikan perekonomian nelayan yang menggantungkan hidupnya pada ketersediaan ikan di laut.
Afdillah berpendapat bahwa sedimentasi seharusnya hanya berupa lumpur yang tidak memiliki nilai jual, bukan pasir yang bisa diekspor.
“Alasan itu hanya dibuat-buat untuk mencari pembenaran atas penambangan pasir dan mengekspornya ke luar negeri,” katanya.