Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Daya Saing RI Merosot 13 Peringkat, Kalah dari Malaysia

Ilustrasi daya saing (Dok Pixabay)
Ilustrasi daya saing (Dok Pixabay)
Intinya sih...
  • Faktor pendorong turunnya daya saing Indonesia - Riset WCR 2025 menggunakan data keras dan survei. - 66,1% eksekutif Indonesia anggap kurangnya peluang ekonomi sebagai pendorong polarisasi. - Kurangnya lapangan kerja baru membuat warga frustrasi.
  • Cara memperbaiki daya saing Indonesia - Performa ekonomi stagnan, efisiensi pemerintah, bisnis, dan infrastruktur menurun. - Investasi internasional perlu ditingkatkan. - Kekuatan performa ekonomi ditopang oleh pertumbuhan PDB per kapita dan riil.
  • Gambaran kondisi daya saing negara-negara ASEAN - Tiga dari lima neg

Jakarta, IDN Times - Peringkat daya saing Indonesia merosot tajam 13 peringkat tahun ini ke peringkat 40 dari total 69 negara dunia. Padahal dalam tiga tahun terakhir Indonesia berhasil terus memperbaiki posisi dari peringkat 44 di 2022, naik ke peringkat 34 di 2023, hingga akhirnya ada posisi 27 pada 2024.

Hal tersebut berdasarkan hasil riset World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 yang diumumkan oleh IMD World Competitiveness Center (WCC).

“Pasca pandemi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan performa daya saing terbaik dalam peringkat WCR yang naik 11 peringkat. Kenaikan peringkat daya saing ini didongkrak dari nilai ekspor migas dan komoditi. Namun, saat ini peringkat daya saing Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara anjlok imbas dari perang tarif yang ditujukan ke kawasan ini,” tutur Direktur World Competitive Center (WCC) IMD, Arturo Bris dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Rabu (18/6/2025).

1. Faktor pendorong turunnya daya saing Indonesia

Ilustrasi pengangguran (pixabay.com/mohamed_hassan-5229782)

Riset WCR 2025 mengukur tingkat daya saing 69 negara dunia menggunakan data keras dan hasil survei. WCC memperhitungkan 262 informasi berupa 170 data eksternal dan 92 respons survei terhadap 6.162 responden eksekutif di tiap negara.

Berdasarkan survei, 66,1 persen eksekutif Indonesia menganggap kurangnya peluang ekonomi menjadi pendorong polarisasi. Artinya, masalah ekonomi mendasar seperti infrastruktur yang tidak memadai, lembaga yang lemah, dan keterbatasan talenta sumber daya manusia (SDM) mesti mendapat porsi perhatian yang besar.

"Pembangunan yang dilakukan negara dianggap tidak inklusif membuat ketimpangan struktural, angka pengangguran yang tinggi, dan pembangunan yang tidak merata. Minimnya penciptaan lapangan kerja baru ini membuat warga frustrasi karena mempersulit mereka untuk “naik kelas"," tutur Bris.

2. Cara memperbaiki daya saing Indonesia

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)

Untuk menentukan peringkat WCR 2025, terdapat empat komponen yang diperhitungkan, yaitu performa ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur. Indonesia mengalami penurunan pada tiga dari empat faktor tersebut.

Peringkat performa ekonomi stagnan. Sementara itu, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur mengalami penurunan.

Untuk urusan performa ekonomi, investasi internasional ke Indonesia perlu ditingkatkan karena turun dari peringkat 36 ke 42. Selain itu nilai ekspor layanan komersial juga masih tergolong rendah karena ada di peringkat 63 dari 69 negara. Kekuatan performa ekonomi Indonesia ditopang oleh pertumbuhan PDB per kapita dan riil.

Terkait efisiensi pemerintah, kerangka kerja institusional mendapat rapor merah, turun dari peringkat 25 ke 51. Pemerintah perlu memperbaiki struktur biaya yang tidak efektif, kemudahan prosedur membuat perusahaan baru, cadangan mata uang asing per kapita, hingga tingkat kekuatan paspor Indonesia. Sementara kekuatan efisiensi pemerintah terletak pada pengumpulan pajak pendapatan serta orang pribadi.

Efisiensi bisnis Indonesia turun dari 14 ke 26. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah soal ketersediaan tenaga kerja asing, akses ke layanan finansial, serta tingkat produktivitas keseluruhan dan tenaga kerja.

Sementara di sektor infrastruktur yang paling perlu mendapat perhatian terkait infrastruktur teknologi yang merosot dari 32 ke 46. Penurunan ini terutama akibat rendahnya total belanja kesehatan (68 dari 69 negara), total belanja pemerintah untuk pendidikan (66), jumlah paten yang berlaku (66), hingga kecepatan bandwidth internet (66) yang hanya 28,9 Mbps dari rata-rata 138 Mbps.

3. Gambaran kondisi daya saing negara-negara ASEAN

Menara Kembar, Malaysia (pexels.com/Photo by Umar Mukhtar)

Bukan hanya Indonesia yang mengalami penurunan, melainkan tiga dari lima negara Asia Tenggara juga mengalami nasib serupa.

Thailand turun 5 peringkat dan Singapura turun satu peringkat. Di sisi lain, posisi Malaysia berhasil meroket 11 peringkat dan Filipina naik satu peringkat. Kenaikan peringkat kedua negara ini didorong oleh kebijakan industri dan investasi digital yang strategis.

Berikut peringkat lima besar negara dengan daya saing terbaik di kawasan Asia Tenggara dibanding tahun lalu.

  • Singapura peringkat 2 turun 1 peringkat

  • Malaysia peringkat 23 naik 11 peringkat

  • Thailand peringkat 30, turun 5 peringkat

  • Indonesia peringkat 40, turun 13 peringkat

  • Filipina peringkat 51, naik 1 peringkat

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us