Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PDB Lebanon Diprediksi Anjlok 9,2 Persen akibat Konflik

Monumen Martir di Kota Beirut, Lebanon. (unsplash.com/Marten Bjork)
Intinya sih...
  • Konflik dengan Israel memicu kontraksi PDB Lebanon sebesar 9,2% atau sekitar 2 miliar dolar AS
  • Tingkat pengangguran diperkirakan melonjak hingga 32,6%, menyebabkan banyak usaha tutup dan perdagangan turun 21%
  • Lebanon membutuhkan dukungan internasional senilai 250 juta dolar AS per bulan untuk membantu lebih dari 1,2 juta orang yang mengungsi akibat serangan Israel

Jakarta, IDN Times - Program Pembangunan PBB (UNDP) memproyeksikan Produk Domestik Bruto (PDB) Lebanon akan anjlok 9,2 persen atau sekitar 2 miliar dolar AS (Rp31 triliun) akibat konflik dengan Israel. Kondisi ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2024 dan menyebabkan kebutuhan pembiayaan pemerintah meningkat 30 persen.

Dilansir Reuters pada Rabu (24/10/2024), dampak ekonomi diprediksi berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya dengan kontraksi PDB sebesar 2,28 persen pada 2025 dan 2,43 persen pada 2026. Situasi ini semakin memperparah kondisi Lebanon yang sebelumnya telah mengalami krisis ekonomi dan politik selama empat tahun.

1. Pengangguran meningkat dan sektor bisnis memburuk

UNDP memproyeksikan tingkat pengangguran Lebanon akan melonjak hingga 32,6 persen pada akhir tahun ini. Sekitar 1,2 juta pekerja di seluruh negeri terancam kehilangan pekerjaan akibat konflik yang masih bergejolak.

"Sektor-sektor utama seperti pariwisata, pertanian, manufaktur, dan perdagangan mengalami kontraksi signifikan," tulis UNDP dalam laporan terbarunya.

Banyak usaha mikro, kecil, dan menengah terpaksa tutup atau menghentikan operasi akibat gangguan rute perdagangan dan rantai pasokan. Aktivitas perdagangan diperkirakan turun 21 persen akibat penutupan perbatasan yang kritis untuk perdagangan. Hal ini semakin memperburuk situasi ekonomi negara tersebut.

2. IPM Lebanon semakin anjlok

Kerusakan infrastruktur fisik, perumahan, dan kapasitas produktif diperkirakan mendekati kerugian perang 2006 yang mencapai 2,5 hingga 3,6 miliar dolar AS (Rp38 hingga Rp56 triliun). UNDP memperingatkan, skala keterlibatan militer, konteks geopolitik, dampak kemanusiaan, dan ekonomi pada 2024 diperkirakan jauh lebih besar dibandingkan 2006.

Lebanon juga mengalami kerugian lingkungan yang masif, termasuk amunisi yang gagal meledak dan kontaminasi dari material berbahaya. Pendapatan pemerintah diprediksi turun 9 persen dan total investasi turun lebih dari 6 persen selama 2025-2026.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Lebanon yang sudah terdampak krisis ekonomi sejak 2019 diprediksi akan semakin memburuk. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada generasi sekarang dan mendatang. 

"Ada peningkatan kebutuhan bagi semua pihak yang terdampak konflik yang semakin meningkat, dan fokus UNDP adalah pada pengungsi dan komunitas lokal yang menampung mereka," ungkap Blerta Aliko, Perwakilan Tetap UNDP di Lebanon.

3. Lebanon alami krisis pengungsi

Melansir dari UN News, sebanyak 809 ribu warga Lebanon mengungsi di dalam negeri. Sementara itu, 425 ribu orang telah mengungsi ke Suriah, dengan komposisi 70 persen merupakan pengungsi Suriah dan 30 persen warga Lebanon.

"Lebanon kini membutuhkan dukungan dari komunitas internasional, dan bantuan ini harus mencakup bantuan kemanusiaan segera serta dukungan yang lebih komprehensif untuk stabilitas sosial, ekonomi, dan kelembagaan," ujar Achim Steiner dari UNDP.

Menteri yang menangani respons krisis Lebanon mengatakan bahwa negara tersebut membutuhkan bantuan 250 juta dolar AS per bulan (Rp3,8 triliun). Dana tersebut diperlukan untuk membantu lebih dari 1,2 juta orang yang mengungsi akibat serangan Israel.

Sementara itu, sekitar seperempat wilayah Lebanon saat ini berada di bawah perintah evakuasi militer Israel.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us