Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB Khawatirkan Timbulnya Bencana Kemanusiaan Parah di Lebanon

Bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB. (un.org)
Intinya sih...
  • Serangan Israel di Lebanon memicu gelombang pengungsi besar dengan 1,2 juta orang terkena dampak, termasuk 127 anak-anak yang tewas.
  • Program UNICEF dan WFP menyerukan peningkatan pendanaan untuk memenuhi kebutuhan warga Lebanon yang semakin meningkat.
  • Kekhawatiran muncul bahwa Lebanon bisa mengalami nasib seperti Gaza, tetapi analis percaya warga Lebanon akan bersatu melawan serangan Israel.

Jakarta, IDN Times – Serangan Israel secara terus menerus ke wilayah Lebanon dikhawatirkan bisa menimbulkan bencana kemanusiaan parah di wilayah itu. Program Anak PBB (UNICEF) dan Program Pangan Dunia (WFP) dalam pernyataan bersama pada Selasa (15/10/2024) memperingatkan bahwa konflik telah menimbulkan gelombang pengungsi besar di Lebanon.

“Sekitar 1,2 juta orang telah terkena dampak, dengan dampak yang signifikan pada masyarakat yang rentan. Hampir 190 ribu orang yang mengungsi saat ini berlindung di lebih dari 1.000 fasilitas, sementara ratusan ribu lainnya mencari perlindungan di antara keluarga dan teman,” demikian pernyataan bersama tersebut, dilansir Al Jazeera.

UNICEF dan WFP kemudian menyerukan peningkatan pendanaan untuk mengatasi bencana tersebut. Dua lembaga itu mengaku bahwa kebutuhan para warga Lebanon kini meningkat di tengah konflik.

“Kami membutuhkan dana tambahan, tanpa syarat apa pun,” kata lembaga tersebut.

1. Korban wanita dan anak-anak menjadi yang paling rentan

Bendera Lebanon berkibar. (Unsplash.com/Charbel Karam)

Ada kekhawatiran yang berkembang mengenai dampak serangan Israel terhadap warga sipil. Kantor hak asasi manusia pada Selasa melaporkan bahwa mayoritas dari 22 orang yang tewas dalam serangan di desa utara Aito pada Senin (14/10/2024) adalah wanita dan anak-anak. Badan tersebut kemudian menyerukan penyelidikan yang cepat, independen, dan menyeluruh.

"Apa yang kami dengar adalah bahwa di antara 22 orang yang tewas terdapat 12 wanita dan dua anak-anak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nyata terkait hukum perang dan prinsip pembedaan dan proporsionalitas," kata seorang juru bicara.

Hingga kini, jumlah warga yang tewas di Lebanon sejak konflik dimulai adalah 2.255 jiwa. 127 di antaranya adalah anak-anak. Sementara korban luka mencapai 10.524 orang.

Badan-badan PBB mengatakan mereka tengah berupaya memberikan dukungan penting. WFP memenuhi kebutuhan sekitar 200 ribu orang setiap hari dengan makanan siap saji dan uang tunai.

Adapun UNICEF mengatakan pihaknya memberikan dukungan kepada anak-anak dan keluarga dalam bentuk perawatan kesehatan primer, air dan perlengkapan kebersihan, kasur dan selimut, serta layanan dukungan psikososial, dengan bekerja sama dengan pemerintah Lebanon.

2. Apakah Lebanon akan jadi Gaza selanjutnya?

Anak-anak di Gaza. (twitter.com/@UNICEF)

Pada pekan lalu, Direktur WFP di Lebanon, Matthew Hollingworth, mengemukakan bahwa pemenuhan kebutuhan warga Lebanon kini menjadi tantangan baru bagi mereka. Ia juga mengatakan bahwa kekhawatirannya kini adalah apa yang terjadi di Gaza bisa menimpa warga Lebanon juga.

“Mustahil untuk memenuhi kebutuhan lebih dari satu juta orang yang tiba-tiba terusir, terlantar, dan dirampas tanpa adanya sumber daya tambahan,” kata Hollingworth dilansir UN News.

Adapun dari segi taktis militer, seorang kolumnis Politico, Jamie Dettmer, mengatakan bahwa Lebanon tak akan menjadi seperti Gaza. Sebelumnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah berupaya memberikan ultimatum kepada faksi-faksi di Lebanon bahwa mereka bisa mengusir Hizbullah atau menghadapi kehancuran dan penderitaan seperti Gaza.

Namun ultimatum tersebut, kata Dettmer, tak akan berpengaruh cukup besar bagi Lebanon. Alih-alih terpecah belah, warga Lebanon bakal jauh lebih bersatu untuk melawan serangan Israel.

“Jika Netanyahu berharap dapat memanfaatkan perpecahan sektarian dan percampuran afiliasi keagamaan di negara itu, ia mungkin perlu berpikir ulang,” kata Dettmer, dilansir Politico.

Dettmer menggarisbawahi bahwa situasi konflik saat ini tak membuat Muslim Sunni, Kristen, atau Druze untuk melawan Hizbullah dan memulai perang saudara baru. Sebaliknya, mereka berupaya untuk menghindari hasil yang buruk dengan cara apapun.

3. Konflik semakin meluas di kawasan

Pasukan militer Israel dalam sebuah aksi penyelematan nyawa yang dilakukan oleh Unit 669 (Unit Penyelamatan Khusus Taktis) selama perang di Gaza. (instagram.com/@israeliairforce)

Konflik antara Hizbullah dan Israel telah berlangsung selama setahun. Serangan Hizbullah terhadap Israel telah dimulai tepat sehari setelah Hamas melancarkan serangan ke wilayah Israel. Motivasi Hizbullah adalah membela perlawanan warga Palestina terhadap Israel.

Kini, konflik tersebut semakin meluas. Serangan Israel terhadap pasukan perdamaian PBB baru-baru ini adalah bukti bagaimana Israel mengindahkan hukum dan norma internasional.

"Selama saya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal, saya belum pernah melihat contoh kematian dan kehancuran sedramatis yang kita saksikan di sini. Kita menyaksikan eskalasi demi eskalasi, regionalisasi konflik yang menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan global,” kata Sekjen PBB, Antonio Guterres, dilansir Reuters.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meluasnya konflik di Tiimur Tengah.

"Fokus kuat Amerika Serikat, yang telah terjadi selama setahun terakhir adalah mencegah konflik ini menyebar. Dan kami berupaya keras untuk itu setiap hari," kata Blinken di KTT Asia Timur di Laos, pada Jumat lalu.

Kekhawatiran ini juga tercermin dari sikap Iran dalam konflik tersebut. Iran berjanji akan membalas serangan Israel jika negara tersebut membalas serangan pada 1 Oktober lalu. Konflik masih akan terus berlanjut, dan belum ada tanda-tanda akan usai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us