PLN Indonesia Power Lanjutkan Uji Cofiring Hidrogen di PLTDG Bali

- Pengujian cofiring hidrogen masuk fase transisi energi yang lebih maju
- Pengujian melibatkan 3 variasi beban untuk mendapatkan gambaran performa mesin yang lebih lengkap
- Pengembangan difokuskan pada sistem suplai hidrogen yang dilengkapi Pressure Regulator System (PRS) berbasis Programmable Logic Controller (PLC) dan Human Machine Interface (HMI)
Jakarta, IDN Times - PLN Indonesia Power melakukan uji coba lanjutan cofiring hidrogen di Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Gas (PLTDG) Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Bali Pesanggaran.
Pengujian pra-operasi yang berlangsung pada 18–20 November 2025 ini merupakan kelanjutan dari uji hidrogen yang dilakukan tahun sebelumnya . Ini menegaskan komitmen perusahaan dalam menghadirkan inovasi energi ramah lingkungan di Indonesia.
1. Pengujian cofiring hidrogen masuk fase transisi energi yang lebih maju

Direktur Utama PLN Indonesia Power, Bernadus Sudarmanta, menegaskan implementasi cofiring hidrogen bukan hanya pencapaian teknis, tetapi juga langkah strategis memperkuat posisi Indonesia Power sebagai pelopor teknologi energi bersih di Indonesia.
Tak hanya itu, ia menyampaikan apresiasi atas keberhasilan rangkaian pengujian dan kerja sama seluruh pihak yang terlibat.
“Keberhasilan pengujian cofiring hidrogen di PLTDG UBP Bali ini menegaskan kesiapan Indonesia Power memasuki fase transisi energi yang lebih maju. Hidrogen bukan lagi sebatas wacana, kami telah menguji dan membuktikan bahwa teknologi ini dapat diterapkan secara nyata dan aman di aset pembangkitan. Ini menjadi fondasi penting untuk menurunkan emisi, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat portofolio energi bersih perusahaan. Kami berterima kasih kepada seluruh mitra yang telah berkontribusi. Indonesia Power akan terus berinovasi untuk mendukung target Net Zero Emission 2060,” ujar Bernadus.
2. Pengujian melibatkan 3 variasi beban

VP Technology Development PLN Indonesia Power, Hedwig Lunga Sampe Pajung menjelaskan pengujian tahun ini dilakukan dengan pendekatan yang lebih komprehensif. Jika pada 2024 pengujian dilakukan pada beban penuh (100 persen kapasitas mesin) dengan rasio cofiring 7 persen, maka pada 2025 pengujian melibatkan tiga variasi beban untuk mendapatkan gambaran performa mesin yang lebih lengkap.
“Pengujian kali ini kami lakukan pada beban 75 persen, 85 persen, dan 100 persen kapasitas mesin. Hasilnya, rasio cofiring hidrogen mencapai 23 persen pada beban 75 persen, 22 persen pada 85 persen, dan 17 persen pada 100 persen. Dengan variasi ini, kami dapat melihat perilaku mesin pada berbagai kondisi operasi dan menentukan batas maksimum hidrogen yang aman untuk tiap level beban,” kata Hedwig.
3. Pengembangan difokuskan pada sistem suplai hidrogen

Dari sisi teknis, pengembangan difokuskan pada sistem suplai hidrogen yang dilengkapi Pressure Regulator System (PRS) berbasis Programmable Logic Controller (PLC) dan Human Machine Interface (HMI). Sistem ini memungkinkan pengaturan injeksi hidrogen secara lebih akurat, efisien, dan aman.
“Dengan kontrol elektronik penuh, proses feeding hidrogen menjadi jauh lebih stabil dan presisi,” beber Hedwig.
Selain itu, tim menemukan indikasi peningkatan efisiensi pembakaran. Pada kondisi beban yang sama, konsumsi energi total (gas alam + hidrogen) lebih rendah dibandingkan pembakaran murni gas alam.
Hal ini diduga karena hidrogen membantu proses pembakaran lanjutan karbon monoksida (CO), yang terlihat dari penurunan kadar emisi CO saat cofiring.
Pelaksanaan cofiring hidrogen ini menjadi bagian dari dukungan PLN Indonesia Power terhadap roadmap transisi energi nasional dan target Net Zero Emission (NZE) 2060.


















